Rabu, 25 April 2012

Khutbah Idul Adha - Meneladani Para Kekasih Allah

oleh Muhammad Shobirin Saerodji

Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Alhamdulillah, mari kita bersyukur kepada Allah Swt. pada pagi hari ini kita dikaruniai Allah Swt. kesempatan untuk menyambut hari raya idul Adha. Setelah kaum muslimin sedunia melakukan wukuf di Padang Arafah dan setelah umat Islam melaksanakan puasa sunah hari tarwiyah dan Arafah.
Walau dalam keadaan bagaimanapun, setiap Idul Adha datang, kita menyambutnya dengan rasa syukur. Kita sambut dengan menyerukan satu jalinan kalimat-kalimat suci dan mengumandangkan rajutan benang-benang tauhid.

Kalimat takbir (ALLAHU AKBAR), mengagungkan Allah Yang Maha Besar. Kalimat tauhid (LAILAHAILLALLAH), mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Kalimat tahmid (ALHAMDULILLAH), mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Pengasih dan pemurah. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Marilah kita selalu meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt. Dengan iman dan taqwa yang sebenar-benarnya. Kita berharap Allah Swt meridhai kita menjadi hambanya yang shalih. dengan ridha tersebut kita berharap lagi Allah akan memuliakan kita diantara hamba-hambanya yang lain. Karena sesungguhnya kemuliaan manusia di sisi Allah bukanlah karena kepandaiannya, hartanya, ketampanannya, atau yang lainnya melainkan karena ketaqwaannya. Inna Akromakum 'indallahi atqo qum.

Kalau memang kemuliaan yang kita harapkan adalah kemuliaan dari Allah Swt. Bukan kemuliaan pemberian dari sesama manusia. Maka, bukanlah bertambahnya ketampanan, kepandaian, atau bertambahnya harta yang kita selidiki setiap hari. Tetapi, yang perlu kita curigai adalah apakah melalui harta, ketampanan, dan kepandaian itu menjadi penambah ketaqwaan kita kepada Allah Swt, ataukah malah dengan harta, ketampanan, dan kepandaian itu menjadi sumber ketakaburan, kesombongan atau pembanggaan diri kita kita. Semoga semua karunia Allah Swt. Senantiasa menambah nilai ketakwaan kita terhadap Allah Swt. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Hari ini takbir berkumandang di seluruh dunia, membesarkan nama Allah. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu seperempat milyar manusia di muka bumi ini, menyeruak disetiap sudut. Di lapangan, di surau-surau, di desa-desa, di gunung-gunung, di kampung-kampung, dan -kita- halaman Pondok tercinta ini.
Gema takbir ini menggetarkan qalbu setiap mu'min, membisikkan lantunan-lantunan dzikrullah penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja' harap-harap cemas akan hari perjumpaan dengan Sang Khaliq, Pencipta dan Sang Tercinta Allah SWT.

Pekik suara itu juga kita bangkitkan di sini, di bumi tempat kita bersujud, di halaman pondok kita tercinta ini. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara Malaikat nan tengah khusyu' dalam penghambaan diri mereka kepada Allah Swt. Sambutan-sambutan malaikat itu adalah lantunan doa-doa yang dihaturkan kepada Allah Swt agar kita semua di sini memperoleh kekuatan untuk terus menegakkan kalimat-kalimat Allah melalui perjuangan lembaga keilmuan Pondok Pesantren Modern Ar Rahmat ini.

Kita harus yakin bahwa langkah yang kita pijakkan di pondok ini adalah langkah yang tepat, langkah yang benar. Langkah yang sesuai dengan perintah Allah. Sebuah langkah perwujudan usaha kita. Usaha agar kehidupan kita mendatang lebih berarti. Lebih memberi manfaat kepada sesama. Karena di sini kita menuntut semua ilmu. Semua ilmu, karena yang kita pelajari di sini tidak hanya bagaimana matematika, bagaimana Fisika, bagaimana geografi, biologi dan lain-lain, tetapi juga bagaimana berwudhu, bagaimana sholat yang benar, bagaimana berakhlak yang karimah. Dan, sebuah kondisi yang sulit kita temui di tempat yang lain adalah nuansa belajar bagaimana berinteraksi dengan teman-teman kita selama 24 jam. Sebuah praktek/aplikasi langsung dari keilmuan yang kita tuntut setiap hari.

Maka kita harus yakin, bahwa langkah kita menuju pondok ini dan berada di pondok ini adalah usaha untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Maka, mari kita teguh dan kuatkan lagi niat kita berada pondok ini. Yaitu, untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kita sudah sering membaca dan mendengar bahwa "tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan". Maka kalau kita berharap sebuah perjuangan yang sesungguhnya, pertanyaan yang kita sampaikan pada diri kita masing-masing adalah "pengorbanan apa yang akan kita persembahkan untuk keberlangsungan perjuangan li i'lai kalimatillah di sini, di pondok yang tercinta ini?"

Mari kita belajar dari kisah Teladan penuh hikmah cinta dan kasih sayang yang terselip diantara getir, sakit, bimbang, dan kerasnya cobaan yang menghiasi langkah perjuangan seorang kekasih Allah, Nabi Ibrahim As.
Semangat pengorbanan sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim as. Semangat rela berkorban dalam menegakkan kebenaran, li i'lai kalimatillah.

Pada masa mudanya beliau rela dibakar hidup-hidup, setelah menghancurkan patung berhala Raja Namrud. Allah menyelamatkan Ibrahim as. Dengan Kasih Sayang-Nya berfirman: "Wahai api jadilah dingin, dan Kami selamatkan Ibrahim".

Ujian dari Kekasih terhadap kekasih, tidak cukup sampai disitu. Seperti di kisahkan dalam Alqur-an surat As Shaffat ayat 107-109. Ketika Allah Swt. memerintahkan untuk mengantarkan si buah hati Ismail ke sebuah lembah yang bernama Makkah. Berdua dengan Siti Hajar, ibunda Ismail, mereka ditinggalkan di sebuah lembah yang tak ada seorangpun dan tidak ada sesuatu apapun disana.

Lama tak berjumpa, kerinduan akan bersua. Setelah sang anak beranjak remaja, masa-masa kebanggaan seorang ayah terhadap seorang putra, kemudian Allah memerintahkan untuk menyembelih buah hati tercinta.
Dan seperti yang telah kita ketahui kisahnya, mereka berdua mempunyai ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah SWT. Sesudah malaikat menyampaikan wahyu itu, maka keduanya bergembira dan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang menganugerahkan kenikmatan dan kekuatan jiwa untuk menghadapi ujian yang berat itu. Kita bisa melihat di sini bahwa rasa cinta kepada Allah telah mampu meleburkan sebuah egoisme. mereka dapat mengatasi perasaan cinta bapak ke anak dan cinta anak ke bapak melebur bersama rasa cinta mereka kepada Allah Swt.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (QS: As Shaffat 103)

Tindakan Ibrahim As itu merupakan ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah SWT. Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, tidak akan membiarkan pancaran kasih sayang seorang ayah dan anak tersebut terputus. Maka balasan bagi orang yang tulus ihlas melaksanakan perintah Allah Swt, adalah Kasih Sayang Allah. Kasih sayang Allah berupa seekor domba besar yang putih bersih yang tidak ada cacatnya. Ujian serta pengorbanan yang sangat berat telah dilalui oleh seorang nabi, Khalilullah, kekasih Allah tersebut dengan tanpa rasa emosional dan amarah penuh nuansa cinta dan keihlasan. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Jika kita membuat sesuatu karya seni, misalnya lukisan, puisi, patung atau apa saja. Maka kita akan dapat membaca suasana emosional karya seni tersebut, bagaimana setting emosional si pembuat karya pada saat menorehkan kuas di kanvas, bagaimana curahan diksi yang terluap pada deretan kata-kata puisi seorang penyair, atau seberapa lembut detail lekukan di tiap sudut patung yang dihasilkan.oleh seorang pemahat. apakah dia sedang jatuh cinta, ataukah dia sedang frustasi hidup, ataukah dia sedang protes terhadap penguasa, sedang marah karena ketidakpuasan. Semua emosi tersebut akan dapat kita saksikan pada karya yang dihasilkannya. Emosi si pencipta karya tersebut akan menjadi karakter/soul/jiwa dari karya yang dia ciptakan. Karakter/soul/jiwa itulah yang kita tangkap, yang akan mempengaruhi pikiran kita ketika kita menikmati sebuah karya seni.

Hal tersebut akan berlaku sama dengan apa yang kita lakukan selama berjuang di pondok kita yang tercinta ini. Ketika Emosi yang kita tuangkan pada saat mendengarkan guru, mengerjakan tugas, membuat PR, adalah emosi kejengkelan, emosi kemarahan, emosi ketidakpuasan. Misalnya: mau mengerjakan PR dengan hati yang marah, mau mengerjakan tugas dengan mulut ngomel akhirnya ketakaburan yang muncul. Maka ilmu yang terbentuk - tertanam - yang kita panen adalah ilmu yang berkarakter/soul/jiwa/ kejengkelan, ketidakihlasan, kemarahan dan ketakaburan. Jika hal itu yang menjadi karakter ilmu yang kita dapatkan, maka Barakah ilmu yang bagaimanakah yang kita harapkan?

Begitu juga ketika kita, para orangtua dalam mendidik anak-anak kita. Ketika aliran kasih sayang kita, telah berubah wujud menjadi emosional berupa amarah. Maka segala ilmu yang kita tebarkan kepada anak-anak kita akan memancarkan karakter amarah dan emosional yang biasanya bergandeng dengan ketakaburan, kesombongan. Jika itu yang terjadi Maka barakah ilmu yang bagaimanakah yang kita harapkan dari sebuah ilmu yang penuh dengan amarah-ketakaburan?

Ketaqwaan yang tulus, pengorbanan yang penuh kasih sayang telah di tauladankan oleh Nabiyullah Ibrahim As dan Ismail As. Ketulusan mereka sampai saat ini masih menebarkan bau wangi kesturi, mengajarkan hikmah yang mendalam yang tidak habis di kaji dalam setiap khutbah idul adha.

Allah berfirman, "Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian" (Qs: As Shaffat 108)

Kisah Ibrahim adalah sebuah karya sejarah yang masih memancarkan kebaikan, inspirasi bagi siapa saja. Bahkan dalam sebuah tafsir dinyatakan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim as. Sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani dan Islam semuanya menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrikin Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim). Sampai saat ini setiap kita shalat kita masih selalu bershalawat salam kepada Nabi Ibrahim As.

Kenapa hal itu terjadi? Hal itu karena Ibrahim dan Ismail menjalankan perintah tanpa di biasi oleh amarah, emosional, ketakaburan, atau bahkan dendam. Melainkan nuansa kasih kepada Allah, dan sayang kepada anak. Sehingga kita tidak menemukan dalam kisah penyembelihan ini -yang biasanya- dalam sebuiah penyembelihan, adalah nuansa kesadisan, emosional, kemarahan nuansa kebiadaban. Tetapi nuansa yang kita temukan pada kisah ini adalah nuansa cinta dan kasih sayang. Karakter/soul/jiwa yang tertangkap pada Epic ini adalah nuansa cinta dan kasih sayang-. Kasih sayang seorang ayah kepada Anaknya, Kasih sayang seorang anak kepada ayahnya, kasih sayang seorang hamba kepada Rabb nya dan Kasih sayang Rabb - Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Mari kita teladani ruh perayaan Iedul Qurban yang bersejarah ini dengan menata hati kita masing-masing. Agar nuansa cinta dan kasih sayang selalu mewarnai kehidupan kita di medan perjuangan kita, di Pondok yang kita cintai ini. Sehingga Karakter yang yang terbentuk dalam diri kita adalah karakter Cinta- dan Kasih Sayang. Sehingga dalam keadaan sesadis-seemosional-semarah apapun diri kita dalam menapaki perjuangan ini. bukan nuansa sadis, nuansa emosi, amarah. Melainkan, nuansa cinta dan kasih sayang yang selalu tertoreh dalam kanvas perjuangan ini, yang tertulis dalam bait-bait dan rima syair perjuangan kita di sini, dan yang terpahat pada dinding-dinding ghirah-semangat di dada kita semua. Amin-amin ya rabbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar