Kamis, 25 April 2013

Misteri Kematian

Tafakur - Misteri Kemaian

3:185

 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS 3, Ali Imran: 185).


29:57

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (QS 29, al-Ankabut: 57)

 

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rosulullah Saw bersabda,

"Yang mengikuti mayit ada tiga: keluarga, kekayaan, dan amal. Yang dua kembali yaitu keluarga dan kekayaannya. Yang tetap tinggal padanya satu, yaitu amal perbuatannya" (HR. Bukhari dan Muslim). 

Tak seorang pun mampu memastikan tentang berapa lama dirinya akan menyusuri perjalanan hidup di dunia ini. Tidak juga mampu mengetahui mengapa sebahagian orang diberikan kesempatan hidup yang lama, sedangkan sebahagian yang lain diberikan kesempatan hidup singkat. Juga tak ada yang tahu pasti di mana langkahnya akan terhenti sebagai langkah terakhir. 

Sebahagian manusia ada yang mengakhiri langkahnya ketika sedang mengalami kejayaan. Di saat harta melimpah ruah dan kesehatan sedang memuncak, tiba-tiba terhenti tanpa diduga-duga. Ajal datang. Sebahagian yang lain harus mengalami penderitaan sakit menahun atau dirundung kemiskinan semiskin-miskinnya. Lantas, siapakah yang lebih baik di antaranya, juga tak ada yang tahu pasti. Namun yang pasti, dua-duanya akan berakhir dengan menjadi mayit. 

Ketika menjadi mayit, perbedaan besar kecilnya keluarga dan kekayaan bukan lagi ukuran. Yang menjadi ukuran sekarang adalah apa yang akan menyusul atau ikut serta bersama mayit. Itulah amal perbuatan. Ini juga misteri bagi orang lain, juga bagi diri sendiri. 

Sebab, seseorang yang dilihat orang lain baik dari luar, belum tentu demikian dari dalam. Apalagi tidak sedikit kebaikan yang hanya untuk dinampakkan saja, padahal di antaranya berbaur dengan ketidak-ikhlasan atau kemunafikan. 

Demikian juga oleh diri sendiri, yang menyangka diri sangat banyak melakukan kebaikan, tetapi sebenarnya telah hilang bagaikan debu yang berterbangan. Tak ada yang tersisa. Sebab, amalan tidak dijaga dari hal-hal yang memusnahkannya, seperti karena gemar melakukan ghibah.

 

Untuk itu, kita dianjurkan untuk senantiasa berusaha membersihkan diri dan beramal dalam menyongsong kematian yang penuh misteri itu.

 

Barakallah …

Bhayangkara, 26 April 2013