Rabu, 25 April 2012

Khotbah Ied Fitri -- KUBURKAN TAKABUR, SUBURKAN TASYAKUR

Setiap perpidahan gerak dalam shalat kita tandai dengan takbir, tonggak sejarah yang kita pancangkan hari ini pun kita tandai dengan takbir. Takbir artinya mengakui bahwa hanya Allah saja yang besar, hanya Allah saja yang Mahatinggi, yang harus kita agungkan dan kita tinggikan di atas apa pun dan siapa pun. Merintis jalan kesucian hanya dapat kita lakukan dengan takbir. Setan mulai menyesatkan kita dengan menawarkan ilah lain untuk kita besarkan. Secara halus dan perlahan-lahan, setan menampilkan berbagai ilah, dan membesarkannya dalam pandangan kita.

Sebagai pengganti Allah, ada di antara manusia, diantara kita, yang membesarkan kekayaan, kekuasaan, atau diri sendiri. Anda mulai membesarkan kekayaan ketika anda bersedia melakukan apa saja untuk memperolehnya, tanpa memperdulikan halal dan haram, tanpa memperhatikan ancaman Allah, bahkan tanpa mendegarkan hati nurani anda sendiri. Ketika petunjuk Allah berbicara lewat hati nurani anda, "jangan ambil kekayaan itu karena anda akan menyengsarakan orang lain, anda memeras orang-orang yang lemah, anda mengambil hak mereka yang seharusnya anda kasihani." Anda persetankan semuanya karena di depan anda sekarang berdiri dengan megah kekayaan dengan segala kebesaran dan keagungannya. Anda terpukau karena pesona gemerlapnya dunia, sehingga untuk mengejar beberapa ratus ribu rupiah, anda tidak sempat lagi shalat dan mengangkat tangan mengucapkan Allahu akbar, anda tidak punya waktu lagi untuk menjenguk dan brbuat baik kepada kedua orang tua anda, anda tidak mempunyai peluang untuk meningkatkan iman dengan mengunjungi masjid di samping rumah anda.

Rasulullah memperingatkan kita semua:

"akan datang sesudahmu kaum yang memakan kemewahan dunia dengan segala ragamnya, yang mengendarai kendaraan yang bagus dengan segala ragamnya dan menikahi wanita-wanita cantik dengan segala ragamnya, memakai pakaian yang seindah-indahnya dengan segala ragamnya. Mereka mempuyai perut yang tidak kenyang dengan yang sedikit, dan nafsu yang tidak puas dengan yang banyak. Mereka menundukkan diri kepada dunia, pagi dan sore harinya mengejar dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai tuhan dan pengatur mereka. Mereka mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya. Mereka adalah sejelek-jeleknya umatku." (HR. Thabrani dalam alkabir)

Bila dunia sudah dibesarkan, maka bukan saja Allah -yang tak tampak- menjadi kecil, melainkan yang tampak jelas pun menjadi tidak kelihatan. Kita menjadi acuh tak acuh kepada penderitaan orang lain, kita mampu berfoya-foya dikala saudara-saudara kita masih bergelimang kemiskinan dan kesengsaraan. Tidak pernah terlintas dalam pikiran kita bahwa pada saat kita menikmati makanan yang enak, di tempat lain ada tubuh kurus yang direnggut nyawa perlahan-lahan karena tidak sanggup membayar hutang biaya rumah sakit, ada anak-anak cerdas yang memandang kawan-kawannya dari luar pagar sekolah karena tidak dapat membayar iuran sekolah, ada bayi-bayi merah yang kehilangan dekapan dan air susu karena ibunya tidak bisa meninggalkan rumah majikannya.

Hadirin dan hadirat, aidin dan aidat

Ilah lain yang sering dibesarkan manusia ialah kekuasaan.
Allah berfirman:

"tetapi, jika kamu berkuasa, kamu pasti menimbulkan kerusakan di bumi, dan kamu putuskan persaudaraan." (Q 47:22)

Bila orang sudah mengagungkan kekuasaan, Allah pun menjadi kecil. Kedudukan tidak lagi dipandang sebagai amanat Allah yang akan diminta pertanggungjawabannya di hari kiamat, tetapi diterima sebagai alat untuk berbuat sewenang-wenang. Kekuasaan yang seharusnya dipergunakan untuk melindungi yang lemah, mengayomi yang tidak berdaya, dan membela yang teraniaya, malah dipergunakan untuk melindungi yang kuat, mengayomi yang zalim, dan membela yang menganiaya. Bila kita membesarkan kekuasaan yang kita miliki, bukan saja ancaman Allah menjadi kecil, kita juga menganggap kita besar. Kita menjadi orang yang tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan; kita tidak lagi mampu melihat bahwa diri kita adalah makhluk yang dlaif (lemah) dan mudah berbuat alpa; kita meremehkan saran dan nasihat yang tulus; dan pada saat yang sama, kita senang mendengarkan orang-orang yang memuja dan membesarkan kita. Seperti Firaun, kita berkata:

"akulah tuhanmu yang mahatinggi" (Q 79:24)
Ilah yang paling banyak dibesarkan orang adalah justru dirinya sendiri. Kita membesarkan kekayaan, tetapi ketika kekayaan telah kita milii, kita memesarkan diri kita sendiri. Mula-mula kita mengagungkan kekuasaan, tetapi ketika kita berkuasa, kita merasa bahwa kita adalah diri yang paling besar. Merasa diri besar, padahal diri kita kecil dalam istilah Islam disebut takabur. Menurut al-Ghazali, takabur yang paling buruk ialah takabur ilallah, takabur terhadap Allah Swt.

Kita takabur kepada Allah bila -demi kekayaan dan kekuasaan- kita bersedia melanggar segala hukum dan peraturan yang dibuat-Nya. kita takabur kepada Allah bila kita menganggap paham dan peraturan yang kita buat lebih baik dan lebihlayak diamalkan daripada firman dan syariat Allah. Kita takabur kepada Allah bila kita bersedia tunduk kepada yang kaya dan berkuasa, tetapi tidak bersedia ruku dan sujud kepada Allah rabbul alamin. Kita juga takabur kepada Allah bla kita merendahkan makhluk-Nya, padahal Allah telah mengankatnya menjadi khalifah di bumi.

Takabur hanya dapat disembuhkan dengan menggemakan kembali takbir di lapangan, di rumah, di kantor, di tempat kita bekerja, dan terutama sekali di dalamhati kita sendiri. Pada bulan Ramadhan, selama sebulan penuh kita tundukkan hawa nafsu karena tunduk kepada kebesaran Allah. Kita tahan lapar dan dahaga walaupun makanan tersedia di hadapan kita. Kita isi setiap malam dengan kiamul lail, rukuk dan sujud di hadapan Allah Swt. kita hadirkan al-Quran setiap hari supaya hati kita disentuh kesucian wahyu. Kita bersihkan kekayaan kita dengan mengeluarkan zakat mal dan zakat fitrah. Kita perhatikanpenderitaan saudara-saudara kita yang bernasib lebihmalang daripada kita.

Puasa adalah latihan membesarkan Allah.
Hadirin dan hadirat, aidin dan aidat.
Bila hanya Allah saja yang besar, bila takbir sudah menghunjam di dalam sanubari kita, maka kekayaan yang kita miliki, kekuasaan yang kita punyai, dan keistimewaan yang ada pada kita, berubah dari ilah yang kita puja menjadi nikmat yang kita syukuri. Dengan takbir, takabur berubah menjadi tasayakur. Dengan takbir, perasaan tinggi diri berubahmenjadi rendah hati.

Allah swt telah mengaruniai rasulullah dengan berbagai kemenangan, dengan kecintaan umatnya, dan denganketinggian namanya. Segala keistimewaan itu digunakannya untuk membesarkan Allah yang Mahakuasa. Sampai suatu saat, istrinya melihat dia bangun tengah malam, berdiri di depan Allah, sehingga pecah dan bengkak-bengkak kedua telapak kakinya. Ketika aisyah bertanya, "Mengapa engkau lakukan ini padahal telah diampuni Allah dosamu yang lalu dan yang kemudian?" rasul yang mulia menjawab, "Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur?" (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada rasulullah saw, kelebihan pribadi tidak menyebabkan takabur, tetapi malah menyuburkan tasayakur.
Daud berhasil mengalahkan raja jalut yang perkasa. Ia diangkat menjadi penguasa. Tetapi sebagaimana dilukiskan oleh Imam hasan al-bashri:
Nabi daud (yang hebat ini) makan roti jelai di biliknya, dan memberi makan keluarganya dengan santapan kasar, sedangkan kepada rakyatnya jagung pilihan. Dan bila malam, dikenakannya kain kesat, diikatkannya sebuah tangannya pada lehernya, dan ia menangis sampai fajar." (A.J. Arberri, Pasang Surut aliran tasawuf, 39).

Suatu malamia merintih di hadapan Tuhannya:

"Ya Rabbi, bagaimana mungkin saya dapat bersyukur kepada-Mu. Padahal mensyukuri-Mu saja sudah merupakan kenikmatan yang patut saya syukuri." Allah menjawab: "sekarang engkau sudah bersyukur kepada-Ku, hai Daud." (Madarijus salikin, 2:245).

Yusuf as diberi kepercayaan untuk mengatur seluruh kekayaan negara. Kepadanya diamanatkan seluruh logistik Mesir. Ketika ia menjadi menteri logistik, hampir setiap hari ia melakukan puasa. Ketika orang bertanya mengapa, Nabi Yusuf menjawab:

"Aku takut kenyang dan melupakan orang yang lapar."

Ali bin Abi Thalib kw adalah sahabat pilihan Nabi. Hampir pada setiap pertempuran Rasulullah mempercayakan bendera islam di tangannya dan hampir pada setiap pertempuran pula Ali memberikan kemenangan kepada kaum muslimin. Ketika ia menjadi khalifah, ia hidup sangat sederhana, padahal kekuasaan Islam sudah menjangkau tiga benua. Ibnu Rafi bercerita:

"Suatu hari, pada hari Id, aku menemui Ali bin Abi Thalib duduk di dekat kantung yang diikat erat. Aku mengira isinya pasti mutiara. Ali membukanya, dan aku lihat beerapa potong roti kering yang pencuri pun tidak mungkin berpikir untuk mencurinya. Dilembutkannya roti itu dengan air. Aku bertanya, mengapa ia mengikat kantungnya seperti itu. Ali tersenyum, 'aku ikat erat-erat supaya anak-anakku tidak menggantinya dengan roti yang lebih lunak, yang mengandung minyak dan mentega.' Aku bertanya, 'apakah Allah melarang engkau memeakan makanan yag lebih baik?' Ali menjawab, 'tidak, tetapi aku ingin makan makanan orang yang paling miskin. Aku baru memperbaiki makananku setelah memperbaiki taraf hidup mereka. Aku ingin hidup, merasa, dan menderita seperti mereka." (musnad imam Ahmad).

Itulah orang-orang yang telah menguburkan takabur dan menyuburkan tasyakur.

Marilah kita jadikan idul fitri tahun ini sebagai tonggak sejarah yang menandai perubahan kita dari takabur kepada tasyakur. Marilah kita akhiri dengan menghamparkan kehinaan di hadapan Allah yang Mahabesar dan memohonkan karunia-Nya.


DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar