Kamis, 27 Desember 2012

Bahaya Buruk Karena Banyaknya dosa - Eramuslim

http://m2.eramuslim.com/hikmah/tafakur/bahaya-buruk-karena-banyaknya-dosa.htm
Bahaya Buruk Karena
Banyaknya dosa

Redaksi 1 – Rabu, 5 Safar 1434 H / 19
Desember 2012 07:27 WIB

Oleh Ustadz Didik Hariyanto MA

Dosa tidak hanya malapetaka di akhirat
namun ia akan mematikan hati dan
membawa kehancuran di dunia dengan
berbagai macam siksa. Sebagaimana
firman Allah :

"Maka masing-masing mereka itu Kami
siksa disebabkan dosa-dosanya. Di
antara mereka ada yang Kami timpakan
hujan batu kerikil, di antara mereka ada
yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, di antara mereka ada yang
Kami benamkan ke dalam bumi dan di
antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan ke dalam lautan. Allah
sekali-kali tidak menganiaya mereka akan
tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri." (Al-'Ankabut: 40)

Diantara bentuk musibah yang diturunkan
oleh Allah ke muka bumi ini karena dosa
adalah:

Dikeluarkan dari surga

'Wahai Adam, tinggallah engkau dan
istrimu di dalam surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi
baik di mana saja yang kalian berdua
sukai, hanya saja janganlah kalian
mendekati pohon ini. Bila kalian lakukan,
kalian akan termasuk orang-orang yang
zalim.' Lalu keduanya (Adam dan Hawa)
digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
dikeluarkan dari keadaan semula (yang
bergelimang kenikmatan). Kami
berfirman, 'Turunlah kalian (ke bumi)!
Sebagian kalian akan menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Bagi kalian ada
tempat kediaman di bumi dan
kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan'." (Al-Baqarah: 35-36)

Datangnya air bah

"Hingga tatkala datang perintah Kami dan
permukaan bumi telah memancarkan air,
Kami berfirman kepada Nuh: 'Angkutlah
ke dalam bahtera itu masing-masing dari
hewan secara berpasangan (jantan dan
betina) dan keluargamu kecuali orang
yang telah terdahulu ketetapan
terhadapnya (bahwa ia akan binasa oleh
azab), dan angkut pula orang-orang yang
beriman.' Dan tidak ada yang beriman
kepada Nuh kecuali sedikit. Nuh berkata,
'Naiklah kalian ke dalam bahtera ini
dengan menyebut nama Allah di waktu
berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya
Rabbku benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.' Dan bahtera itu
berlayar membawa mereka dalam
gelombang air laksana gunung. Ketika itu
Nuh melihat putranya maka ia berseru:
'Wahai anakku, naiklah ke kapal ini
bersama kami dan janganlah engkau
berada bersama orang-orang yang kafir.'
Putranya menjawab, 'Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat
melindungiku dari air bah ini.' Nuh
berkata, 'Pada hari ini tidak ada yang
dapat melindungi dari azab Allah selain
Allah saja, Dzat Yang Maha Penyayang.'
Dan gelombang menghalangi ayah dan
anak ini, maka jadilah si anak termasuk
orang-orang yang ditenggelamkan." (Hud:
40-43)

Datangnya angin kencang dan sangat
dingin

"Adapun kaum 'Ad maka mereka
dibinasakan dengan angin yang sangat
dingin lagi amat kencang. Allah
menimpakan angin itu kepada mereka
selama tujuh malam dan delapan hari
terus menerus, hingga engkau lihat kaum
'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul-tunggul
pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
Maka adakah engkau melihat seorang
saja dari mereka yang tertinggal (tidak
dibinasakan)?" (Al-Haqqah: 6-8)

Suara keras

"Dan satu suara keras yang mengguntur
menimpa orang-orang zalim itu, lalu
mereka mati bergelimpangan di rumah-rumah mereka. Seolah-olah mereka
belum pernah berdiam di tempat itu…."
(Hud: 67-68)

Di baliknya perkampungan

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami
jadikan negeri kaum Luth itu terbalik, yang
di atas menjadi ke bawah, dan Kami
hujani mereka dengan batu dari tanah
yang terbakar dengan bertubi-tubi." (Hud:
82)

Gempa

"Kemudian mereka ditimpa gempa yang
sangat keras hingga jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di
dalam rumah-rumah mereka." (Al-A'raf:
91)

Ditenggelamkan di laut

"(Allah berfirman kepada Nabi Musa,)
'Berjalanlah engkau dengan membawa
hamba-hamba-Ku pada malam hari,
sesungguhnya kalian akan dikejar (oleh
Fir'aun dengan bala tentaranya). Dan
biarkanlah laut itu tetap terbelah setelah
kalian berhasil sampai ke seberang laut.
Sesungguhnya mereka (Fir'aun dan
balatentaranya) adalah tentara yang akan
ditenggelamkan'." (Ad-Dukhan: 23-24)

Ditenggelamkan dalam perut bumi

Kami pun membenamkan Qarun beserta
rumahnya ke dalam bumi, maka tidak ada
baginya suatu golongan pun yang dapat
menolongnya dari azab Allah dan tiadalah
dia termasuk orang-orang yang dapat
membela dirinya." (Al-Qashash: 81)

Minggu, 16 Desember 2012

Hikmah - Menyayangi Pembenci

Oleh: Rory Asrio S

Abu Bakar RA adalah sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. Ia adalah pengikut setia Rasulullah dalam situasi dan kondisi apa pun. 

Beliau juga menjadi sahabat yang pertama masuk Islam dan membenarkan ajaran yang dibawa Rasul SAW sehingga mendapat gelar ash-Shiddiq (yang membenarkan).

Bagi Abu Bakar, Rasulullah SAW adalah sosok teladan. Karena itu, segala perilaku Rasul SAW selalu menjadi perhatiannya. Bahkan setelah diangkat menjadi khalifah, ia ingin meniru dan meneladani segala perbuatan Nabi SAW. 

Untuk mengetahui lebih detail tentang Rasulullah, Abu Bakar mencari informasi dari orang yang paling dekat dengan Rasulullah. Dialah Aisyah binti Abu Bakar.

Aisyah menceritakan, setiap pagi dan sore, Rasulullah SAW selalu pergi ke sudut pasar. Di sana, ada seorang nenek yang sudah tua renta beragama Yahudi. Nenek itu sudah buta dan tak punya gigi lagi. Kepada nenek itu, Nabi SAW selalu memberikan makan dan menyuapinya.

Si nenek ini tak mengetahui bahwa yang setiap hari memberinya makan dan menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW, orang yang paling dibencinya. Kepada orang yang lewat pasar, si nenek ini senantiasa mengajak orang-orang agar mereka menjauhi manusia yang bernama Muhammad.

Nenek ini menganggap, Muhammad adalah orang yang paling jahat di dunia. Selain itu, nenek ini juga menganggap Muhammad telah menyebabkan terjadinya peperangan antarsuku dan mengganti keyakinan (agama) nenek moyangnya dengan Islam. Karena itu, ia ingin orang-orang menjauhi Muhammad.

Walaupun dibenci dan dicaci-maki oleh si nenek, Rasul SAW tak pernah marah. Dengan telaten, setiap hari Rasul selalu SAW menghaluskan makanan sebelum diberikan kepada si nenek. Dengan begitu, nenek itu bisa langsung memakan makanan yang sudah lunak tanpa perlu dikunyah. Selesai makan, si nenek selalu berpesan kepadanya agar berhati-hati bila bertemu dengan Muhammad.

Abu Bakar ingin meniru perilaku Nabi SAW ini. Ia lantas mendatangi sudut pasar untuk bertemu dan memberi makan si nenek. Namun, baru satu suapan makanan itu diberikan, si nenek lantas mengeluarkan makanan itu dan marah-marah kepada si penyuapnya, yakni Abu Bakar.

Si nenek berkata, "Siapa kamu? Makanan ini sangat kasar. Engkau pasti orang lain dan bukan orang yang biasa memberiku makan?" Abu Bakar kemudian menyebutkan jati dirinya. Si nenek kemudian bercerita, si penyuapnya terdahulu itu selalu menghaluskan makanan sebelum diberikan kepadanya.

Si nenek pun lantas bertanya kepada Abu Bakar. "Kemana gerangan orang itu, sudah sepekan lebih ia tak datang kemari?" Mendengar hal itu, Abu Bakar pun menangis karena tak bisa meniru Rasulullah SAW.

Abu Bakar lalu bercerita bahwa orang yang biasa menyuapi nenek itu adalah Muhammad dan kini telah wafat. Mendengar nama itu, maka si nenek itu pun kemudian tersadar. Ternyata, orang yang selama ini dibencinya begitu menyayanginya, memberinya makan, dan dengan telaten menyuapinya. 

Muhammad adalah seorang manusia yang santun dan sopan. Si nenek ini pun lantas bertobat dan memohon ampun. Wallahu a'lam.

Sabtu, 15 Desember 2012

Tafakur - Rezeki

Oleh Jarjani Usman

"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)" (QS. Ibrahim:34).

Setiap kali ada yang meninggal, sebahagian masyarakat di Aceh (di masa lampau) menyebutnya "orang habis rezeki". Bila ditelusuri, memang demikianlah adanya. Rezeki bukan hanya berbentuk harta, tetapi juga berbagai kenikmatan lain seperti nafas, umur, tempat tinggal, keluarga, persahabatan, kesehatan anggota tubuh, kesempatan mendulang pahala, dan lain-lain. Tak seorangpun sanggup menghitungnya. Namun semua itu akan terhenti tatkala kematian tiba.

Bila ini semua difahami sebagai rezeki, maka tak ada seorangpun pantas merasa kecewa manakala dalam bersusah payah mencari rezeki, kadangkala tak memperoleh harta benda. Sebab, di saat tak memperoleh harta, masih banyak rezeki lain yang didapat dan masih dinikmati. Namun sayangnya, sebahagian insan tidak mau merenungkan dan menyadarinya.

Ketidakmauan merenungkan dan menyadari hal ini berakibat fatal bagi manusia. Sebahagian orang menjadi berprasangka buruk terhadap Allah. Seakan-akan Allah tidak memberi rezeki. Padahal Allah memiliki sifat Ar-Rahman, yang terus menganugerahkan rezeki kepada hamba-hambaNya di mana saja, termasuk kepada orang-orang yang mengingkariNya.

Namun bila mau direnungi, siapapun tak akan henti-hentinya bersyukur atas segala karunia Allah yang dinikmati siang dan malam. Juga akan merasa tak bisa hidup sesaat pun, bila tak mendapat rezeki dari Allah.

Minggu, 09 Desember 2012

Tafakur - Wafatnya Ulama

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan" (HR. Bukhari dan Muslim).

Wafatnya ulama lazimnya menimbulkan kesedihan mendalam di hati orang banyak. Terasa sekali ada suatu kehilangan besar. Tidak demikian dengan meninggalnya seorang yang kaya raya. Padahal ulama yang sesungguhnya seringkali tidak mewarisi harta benda. Yang diwariskan adalah ilmu yang berasal dari Allah sebagai penerang jalan dalam menempuh dunia menuju akhirat. Ini pertanda bahwa manusia lebih membutuhkan ilmu ketimbang harta benda duniawi. Namun demikian, tidak sedikit orang yang mengingkari kenyataan ini.

Buktinya dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang lebih memilih memperebutkan harta ketimbang mengejar ilmu dari para ulama. Dududk dengan orang-orang berharta banyak atau pemerintah yang berkuasa terhadap harta negara, lebih disenangi ketimbang duduk dengan para ulama. Ulama kadangkala didekati manakala ingin mencari posisi penting dalam kepemerintahan, agar dikira (oleh banyak orang) dekat dengan para ulama.

Padahal mendekati ulama sangatlah dianjurkan. Sebagaimana pernah dikatakan Rasulullah SAW bahwa Luqman Al Hakim berwasiat kepada puteranya, "Hai anakku, wajib bagimu duduk bersama ulama (mendatangi majlis mereka), dan dengarkanlah kalam (pembicaraan) hukama' (ahli hikmah). Sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya ilmu (hikmah), sebagaimana Allah menghidupkan tanah yang tandus dengan air hujan" (HR. Ath Thabarani).

Dengan demikian, bila tidak bergaul dengan ulama, ilmunya menjadi terkubur seiring dengan kepergiannya untuk selama-lamanya. Tertinggallah generasi yang asing dari ilmu agama, yang disukai atau tidak, akan menjadi pemimpin-pemimpin selanjutnya. Tak terkecuali pemimpin dalam bidang agama.

Tafakur - Menanam Modal Kebaikan

Oleh Jarjani Usman

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al An'am: 32).

Setiap insan, lebih-lebih para pedagang, memikirkan keuntungan. Setiap modal yang ditanam maunya menghasilkan keuntungan yang banyak. Siapapun akan ragu menanamkan modal dalam jumlah banyak untuk mengharapkan hasil yang sifatnya tak menentu dan sementara. Akan tetapi sangat tergiur menanam modal banyak, jika hasilnya diperkirakan dapat dinikmati lama.

Tentunya tak ada kehidupan yang abadi, kecuali di akhirat kelak. Dengan demikian, sepatutnya bersungguh-sungguh menanam modal untuk akhirat. Apalagi Allah telah menjamin akan adanya balasan untuk setiap modal (kebaikan) yang dilakukan di dunia. Tentunya banyak modal yang bisa ditanam untuk keuntungan akhirat, mulai dari modal waktu, tenaga, pikiran, ruang, dan harta benda. Waktu yang disempatkan untuk memperbaiki diri, keluarga, dan umat manusia, merupakan modal yang sangat diperhitungkan oleh Allah. Apalagi bila modal tersebut digabung dengan tenaga, pikiran, ruang, dan harta benda. Berlipat-lipatlah keuntungan yang akan diperoleh nantinya.

Apalagi segala macam modal yang ditanam untuk akhirat dijamin terhindar dari kerugian. Tak ada manusia yang akan bangkrut karena menolong dengan ikhlas, misalnya. Seringkali, semakin gemar seseorang membantu orang lain, semakin dilapangkan rezekinya yang halal oleh Allah. Sebaliknya, semakin suka seseorang menipu orang lain, semakin sempit rezeki halal yang didapatkannya. Makanya, siapapun yang telah dengan sengaja menipu dalam mencari harta dan tidak mau bertaubat, maka ia dikatakan tak akan memperoleh harta selanjutnya kecuali dengan cara jahat pula. Orang-orang seperti ini, bila tak bertaubat, akan kembali tersadar menjelang kematian atau saat menghadapi sakaratul maut.

Tafakur - Belajar

Oleh: Jarjani Usman

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna"
(QS. al Mu`minun: 1-3).

Pada alam sekitar dapat dipungut banyak hal, termasuk cara belajar. Seperti yang terdapat pada batu. Batu memang sifatnya keras, tak akan tembus bila dilobangi dengan benda-benda lembut dan tumpul. Namun, batu terbukti bisa perlahan berlubang bila terkena tetesan air yang terus-menerus. Kenyataan ini menawarkan suatu pesan bahwa mempelajari sesuatu yang sulitpun akan (berkemungkinan) berhasil, bila dipelajari berkali-kali.

Apa yang bisa disaksikan dengan mata kepala ini mengajak kita untuk merubah perilaku buruk dalam belajar. Seperti perilaku yang suka gegabah menyalahkan anugerah dalam bentuk kemampuan diri. Padahal kadangkala hanya baru dicoba sekali atau dua kali, sehingga lamgsung menvonis diri tidak mampu.

Kebiasaan menyudutkan kemampuan diri bukan tidak berdampak buruk bagi diri sendiri. Sebahagian orang menjadi putus asa, sehingga membiarkan diri begitu lama terpenjara dalam kerangkeng ketidakmampuan. Seperti membiarkan diri tak mampu membaca dan memahami makna lafadz dalam shalat hingga usia tua dan bahkan hingga ajal tiba. Padahal kemampuan membaca dan memahami lafadz dengan benar bisa membantu membuat kusyuk dalam shalat, suatu syarat penting diterimanya ibadah ini. Dan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kemampuan penting yang dimiliki orang-orang beriman.