Sabtu, 09 Februari 2013

Bls: Khutbah Jum’at : Tajassum al-‘amal (Perwujudan Amal) kita



From: sholihin amin <menulis49@gmail.com>;
To: wordpress nels79 <mewe313fipe@post.wordpress.com>;
Cc: yahoo amin sholihin <aminsholihin@yahoo.co.id>;
Subject: Khutbah Jum'at : Tajassum al-'amal (Perwujudan Amal) kita
Sent: Thu, Sep 29, 2011 11:39:31 PM

KHUTBAH PERTAMA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ
وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً
سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا
بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ
مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً،
وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Rasanya tidak habis-habisnya kita harus bersyukur kepada Allah, karena
limpahan anugerah rahmat dan karunianya hingga pada hari yang mulia
ini kita semua tetap bertahan di atas agama Islam dan ajaran
Rasulullah Shallallahu a'alaihi wasallam.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Di antara wujud syukur yang harus kita tampakkan adalah menjaga
ketakwaan dan meningkatkannya kepada kesempurnaan iman. Hal ini dengan
mengamalkan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.
Namun mungkinkah kita mengenal perintah dan larangan Allah tanpa ilmu?

Oleh karena itu, dalam mimbar yang mulia ini, saya menyeru pribadi
saya dan hadirin sekalian untuk bertakwa dan belajar banyak tentang
perintah dan larangan Allah, agar dapat mewujudkan ketakwaan dan
keimanan yang lebih sempurna.

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah

Pada suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi saw di rumah Abu
Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya: "Ya Rasul Allah, apa yang dimaksud
dengan ayat: Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam
bergolong-golongan?" (QS. Al-Naba; 18) Beliau menjawab: "Hai Muadz,
kamu telah bertanya tentang sesuatu yang sangat berat." Beliau
memandang jauh seraya berkata: "Umatku akan dibangkitkan menjadi
sepuluh golongan. Tuhan memilahkan mereka dari kaum muslimin dan
mengubah bentuk mereka. Sebagian mereka berbentuk monyet, sebagian
lagi berbentuk babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di
atas dan muka di bawah lalu diseret-seret, sebagian lagi buta
merayap-merayap, sebagian lagi tuli-bisu tidak berpikir, sebagian lagi
menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan cairan yang menjijikkan semua
orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan yang terpotong,
sebagian lagi disalibkan pada tonggak-tonggak api, sebagian lagi punya
bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah
ketat yang mengoyak-koyakkan kulitnya.

"Adapun orang yang berbentuk monyet adalah para penyebar fitnah yang
memecah belah masyarakat. Yang berbentuk babi adalah pemakan harta
haram (seperti korupsi). Yang kepalanya terbailk adalah pemakan riba.
Yang buta adalah penguasa yang zalim. Yang tuli dan bisu adalah orang
yang takjub dengan amalnya sendiri. Yang menjulurkan lidahnya dengan
sangat menjijikkan adalah para ulama atau hakim yang perbuatannya
bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya
adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan pada tiang api
adalah para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang
baunya lebih menyengat dari bangkai adalah orang yang pekerjaannya
hanya mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayarkan hak Allah
dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang yang
sombong dan takabur."

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah

Hadis di atas yang kita kutip dari Kitab Tafsîr Majma' Al-Bayân 10;
423 mengisahkan wujud manusia pada hari kiamat nanti. Menurut Syaikh
Al-Akbar Ibn Arabi, semua makhluk berasal dari Tuhan dan akan kembali
lagi kepada Tuhan. Dari Tuhan datang buah apel, kambing, dan manusia.
Ketika kembali lagi kepada Tuhan, apel kembali sebagai apel, kambing
sebagai kambing, dan manusia… belum tentu sebagai manusia lagi. Anda
datang dari Tuhan sebagai manusia, tetapi boleh jadi kembali
kepada-Nya sebagai babi, monyet, harimau, anjing, atau manusia dalam
berbagai penampilannya.

Apa yang menentukan bentuk manusia ketika ia kembali kepada Tuhan?
Menurut hadis di atas, seperti yang diperkuat oleh banyak ayat
Al-Quran, yang menentukan bentuk kita sekarang dan juga nanti adalah
amal-amal kita. Siapa kita sebenarnya akan kita ketahui ketika kita
menghembuskan nafas terakhir. Tuhan berfirman: Maka kami singkapkan
tirai yang menutup matamu dan tiba-tiba matamu hari ini menjadi sangat
tajam. (QS. Qaf; 22)

Pada pandangan orang-orang salih, bentuk sejati kita itu mungkin
sekarang pun sudah tampak. Imam Ja'far memperlihatkan kepada Abul
Bashir betapa banyaknya binatang berputar sekitar Ka'bah. Manusia
sedikit sekali dan tampak sebagai kilatan cahaya.

Saya mendengar kisah seorang yang sempat melakukan khalwat empat puluh
hari. Ia mengasingkan diri pada suatu tempat. Ia melakukan puasa
syariat, tarikat, dan hakikat. Ia bukan saja mengurangi makan; tetapi
bahkan tidak berbiacara dengan manusia sedikit pun. Ia juga tidak
pernah keluar dari kamar ibadatnya, sehingga matanya juga tidak
melihat apa pun yang diharamkan Tuhan. Hatinya disibukkan hanya dengan
mengenang Asma Allah, sehingga seluruh daya khayalnya dipusatkan ke
alam malakut. Ketika khalwatnya selesai, ia keluar rumah. Ia balik
lagi dengan ketakutan. Banyak binatang berseliweran di jalan di depan
rumahnya. Ia akhirnya bermohon kepada Allah agar matanya dikembalikan
pada posisi mata manusia biasa.

Kata Al-Ghazali, kita punya dua macam mata; mata lahir (bashar) dan
mata batin (bashirah). Dengan mata lahir, ketika melihat bentuk lahir
kita, yang sebetulnya terlihat hanyalah penampakan dari bentuk kita
sebenarnya, penampilan dari bentuk batiniah kita. Ia bukan jati diri
kita. Ia hanyalah bayang-bayang dari diri kita. Dengan mata batin,
kita dapat melihat jati diri kita. Dengan bashirah, kita melihat diri
kita yang sebenarnya. Dengan menggunakan istilah Al-Ghazali, bashar
hanya melihat khalq (fisik), sedangkan bashirah melihat khuluq (wujud
ruhani). Dari kata khuluq dibentuk kata plural akhlaq. Inilah yang
kemudian masuk ke dalam kamus bahasa Indonesia sebagai akhlak.
Sekarang setelah akhlak ditambahkan kata karimah (mulia), padahal
tidak semua akhlak itu mulia.

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah

Jadi akhlak adalah wujud ruhaniah kita. Dengan wujud itulah kita
kembali kepada Tuhan. Dengan wujud itu juga kita akan dibangkitkan.
Yang menentukan akhlak tentu saja adalah amal-amal kita. Dengan amal
salih, kita memperindah wujud ruhaniah kita. Dengan amal-amal buruk
kita memperjelek wujud ruhaniah kita. Bila Al-Ghazali menyebut wujud
ruhaniah kita itu sebagai akhlaq, Al-Quran menyebut wujud ruhaniah
kita itu sebagai hati. Wujud ruhaniah yang buruk disebut sebagai hati
yang sakit atau bahkan hati yang mati. Simaklah ayat-ayat berikut ini:
"Kemudian keraslah hati mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan
lebih keras lagi dari itu." (QS. Al-Baqarah; 74); "Adapun orang yang
dalam hatinya ada penyakit, lalu kotoran ditambahkan di atas kotoran
mereka lagi dan mereka mati dalam keadaan kafir." (QS. Al-Nisa; 155);
"Tidakkah kamu perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai
Tuhan dan Allah menyesatkannya dengan pengetahuan dan menutup
pendengarannya dan hatinya dan menjadikan penutup pada pandangannya.
Siapa lagi yang memberikan petunjuk setelah Allah. Tidakkah kamu
mengambil peringatan." (QS. Al-Jatsiyyah; 23).

Simak jugalah hadis-hadis berikut ini: Ada empat hal yang mematikan
hati -berbuat dosa setelah berbuat dosa, banyak berkencan dengan lawan
jenis, berdebat dengan orang bodoh, kamu berkata dan ia berkata tetapi
tidak kembali pada kebaikan, dan bergaul dengan mayat. Ditanyakan
kepada beliau: "Ya Rasul Allah, apakah itu bergaul dengan mayat." Ia
bersabda: "Bergaul dengan orang kaya yang hidup mewah." (Bihâr
Al-Anwâr 73:137); Tidak akan tegak iman sebelum tegak hati. Dan tidak
tegak hati sebelum tegak lidahnya. (Bihâr Al-Anwâr 71:78); Tidak ada
yang lebih merusakkan hati selain kemaksiatan. Jika hati terus-menerus
melakukan kesalahan, kesalahan itu akan menguasai hatinya dan
terbaliklah hati itu, yang atas menjadi yang bawah. (Dirâsat
Al-Akhlâq).

Secara singkat, wujud batiniah kita, akhlak kita, hati kita dibentuk
oleh amal-amal yang kita lakukan. Manusia memliki potensi yang luar
biasa untuk menjadi apa saja, sejak binatang yang paling rendah sampai
kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Tidak henti-hentinya
jati diri kita ini berubah sesuai dengan perubahan amal-amal kita.
Sambil mengutip kaum eksistensialis, kita terlempar ke dunia ini tanpa
kita rencanakan. Tiba-tiba kita sudah berada di sini. Heidegger
menyebutnya Dasein (sambil dipecah menjadi Da Sein, ada di sana).
Setelah berada di sana, kita diberikan kebebasan untuk menentukan
wujud kita (dengan pecahan baru, Das Sein). Dalam literatur tasawuf,
mewujudkan jati diri kita dengan amal itu disebut sebagai tajassum
'amal. Marilah kita bentuk diri kita dengan amal-amal salih.

Saya teringat doa seorang anggota jemaah Umrah saya di depan Ka'bah
dengan air mata yang berlinang: Tuhan, kembalikan aku kepada-Mu
sebagaimana Engkau dahulu menurunkan aku ke dunia. Jika dahulu aku
turun sebagai manusia, kembalikanlah aku sebagai manusia lagi!.

Wujud kita ditentukan oleh amal-amal kita. Jika kita selalu mengecoh,
menipu, atau memperdayakan orang wujud kita akan menjadi monyet. Jika
kejaran kita hanyalan kenikmatan lahiriah -makan, minum, dan seks,
maka wujud kita yang hakiki adalah babi. Jika kita bekerja sebagai
pemimpin -perusahaan, negara, organisasi, atau apa saja; lalu kita
terbiasa merampas hak bawahan kita, menindas mereka, dan memperkaya
diri di atas keringat dan darah mereka, wujud kita yang sebenarnya
adalah anjing atau binatang buas lainnya.

Boleh jadi kita tampak sebagai manusia secara lahiriah. Muka kita
mungkin ganteng atau cantik, penampilan kita indah, tetapi tubuh kita
hanyalah bungkus yang menutup diri kita yang sebenarnya. Kita dapat
melihat wajah lahiriah kita dalam cermin. Kita hanya dapat melihat
wujud kita yang hakiki pada hari-hari terakhir ketika nyawa kita sudah
tersangkut di tenggorokan. Tuhan berfirman, "Maka kami singkapkan dari
kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam." (QS.
Qaf; 22) Ketika tubuh sudah ditanggalkan, persis seperti ketika
pakaian kita lepaskan, wujud kita yang asli muncul. Dan wujud itu
dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan.

Para ulama menyebut perwujudan diri kita sebagai buah amal itu sebagai
tajassum al-'amal dalam maknanya yang pertama. Makna kedua dari
tajassum al-'amal dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi berikut ini:

Qais bin Ashim meminta nasihat Rasulullah saw. Beliau bersabda, "Hai
Qais, pastilah kamu punya kawan yang dikuburkan bersama kamu tapi dia
hidup dan kamu dikuburkan bersamanya dan kau dalam keadaan mati. Jika
ia mulia, ia akan memuliakan kamu. Jika ia keji, ia akan menyerahkan
kamu. Ia tidak akan dihimpunkan kecuali bersamamu, tidak akan
dibangkitkan kecuali bersamamu, dan kamu tidak akan ditanya kecuali
tentang dia itu. Jadikanlah dia itu baik, sebab jika dia baik kamu
akan merindukannya. Jika dia rusak, kamu akan ketakutan kepadanya.
Ketahuilah dia itu perbuatanmu." (Bihâr Al-Anwâr 71:64).

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah

Dalam kita (Mazhahiri, Jihâd Al-Nafs; 116), dikisahkan, pada suatu
hari, ketika Nabi saw duduk di samping Aisyah, seorang Yahudi lewat.
Ia mengejek Nabi dengan memplesetkan ucapan salam: "Sâm 'alaikum;
artinya, matilah kamu." Nabi menjawab: "Wa 'Alaikum. Juga bagimu."
Lewat lagi Yahudi yang kedua mengucapkan hal yang sama. Nabi juga
memberikan jawaban yang sama. Kejadian ini berulang sampai tiga kali.
Aisyah tidak tahan. Ia menghardik Yahudi itu: "Hai anak-anak monyet
dan babi!" Aisyah tidak salah bila merujuk pada Al-Maidah ayat 60: Dia
jadikan sebagian mereka monyet dan babi.

Air muka Nabi berubah: "Hai Aisyah, mengapa kau maki mereka?" Aisyah
menjawab: "Mereka bersekongkol, ya Rasul Allah. Giliran seorang demi
seorang lewat hanya untuk mengucapkan: Matilah kamu." Rasulullah saw
bersabda: "Bukankah aku sudah jawab mereka dengan ucapan: Juga bagimu.
Tidakkah kamu ketahui bahwa ucapan kita dan amal kita itu akan
berwujud menjadi makhluk? Makian yang kita ucapkan akan menjadi
makhluk yang mengerikan dan dibangkitkan bersama manusia pada hari
kiamat."
Dalam hadis yang lain, amal itu bukan saja muncul pada hari akhirat
tetapi juga ketika manusia masuk ke alam kubur: Apabila seorang hamba
yang mukmin masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, "Selamat
datang. Demi Allah, sungguh aku dulu sangat mencintaimu ketika engkau
berjalan di atas punggungku. Apatah lagi ketika engkau memasuki
perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya." Lalu dibukakan
kepadanya kuburan itu seluas pandangan mata. Dibukakan baginya pintu
untuk melihat surga. Setelah itu keluarlah orang yang belum pernah
matanya menyaksikan yang lebih indah dari dia. Ia berkata, "Hai hamba
Allah, belum pernah aku melihat yang lebih indah dari kamu." Orang itu
menjawab, "Aku adalah pikiranmu yang indah yang engkau pernah miliki
dan amalmu yang salih yang pernah engkau lakukan." Lalu ruhnya diambil
dan diletakkan di surga di tempat ia menyaksikan rumahnya. Kemudian
dikatakan kepadanya: "Tidurlah dengan tentram." Tidak henti-hentinya
hembusan surga mengenai tubuhnya yang ia rasakan kenikmatan
keharumannya sampai dia dibangkitkan.

Bila seorang kafir masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, "Tak ada
selamat datang bagimu. Demi Allah, dahulu aku membencimu ketika kau
berjalan di punggungku. Apatah lagi ketika kamu masuk ke dalam
perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya." Lalu kuburan itu
menghimpitnya dan menjadikannya pecah berderai. Kemudian dikembalikan
lagi kepada keadaannya semula dan dibukakan baginya pintu ke arah
neraka sehingga ia menyaksikan tempatnya di neraka. Kemudian keluarlah
dari pintu itu seseorang yang paling jelek yang pernah ia lihat. Ia
bertanya, "Hai hamba Allah, siapakah kamu? Aku tidak pernah melihat
muka yang lebih buruk dari muka kamu." Ia menjawab, "Aku adalah amal
buruk yang kamu lakukan dan pikiranmu yang buruk." Kemudian diambil
ruhnya dan diletakkan di satu tempat ketika ia melihat tempatnya di
neraka dan tidak henti-hentinya dihembuskan dari neraka hembusan yang
menjilati tubuhnya, dan ia merasakan kepedihan dan panasnya sampai
hari dibangkitkan. Allah memerintahkan 99 ular yang menghembus-hembus
ruhnya. Sekiranya satu hembusan saja dihembuskan di atas punggung
bumi, tidak ada satu tumbuhan pun yang hidup. (Furu' Al-Kafi, 3:11).

Tentu saja sebagaimana amal buruk menjadi makhluk buruk dan
menakutkan, maka amal-amal baik akan menjadi makhluk yang indah dan
membahagiakan. Kita akan menyaksikan amal-amal kita dihadirkan di
depan kita. Tuhan berfirman: "Apa saja yang sudah kamu lakukan buat
dirimu berupa kebaikan akan kamu dapatkan di sisi Allah. Sesungguhnya
Allah melihat apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Baqarah; 110); "Dan
mereka dapatkan apa yang mereka lakukan hadir di depan mereka." (QS.
Al-Kahf; 48); "Pada hari setiap orang mendapatkan kebaikan yang
dilakukannya dihadirkan di hadapannya dan juga keburukan yang
dilakukannya, yang ia inginkan sekiranya antara doa dan keburukan itu
ada jarak yang jauh." (QS. Ali Imran; 30); "Barangsiapa melakukan
kebaikan walaupun sebesar zarah dia akan melihatnya. Barangsiapa
melakukan keburukan walaupun sebesar zarah dia juga akan melihatnya."
(QS. Al-Zilzalah; 7-8)

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah

Hadis selanjutnya sangat menyentuh; Nanti pada hari kebangkitan
seorang mukmin dibangkitkan. Di hadapan dia dibangkitkan juga
seseorang. Setiap kali mukmin itu menyaksikan malapetaka hari akhirat,
kawannya berkata, "Jangan cemas jangan berduka. Gembirakanlah dirimu
dengan kebahagian dan kemuliaan yang telah Allah siapkan bagimu."
Dengan bimbingan orang itu si mukmin dihadapkan ke pengadilan Tuhan
dan diperiksa dengan sangat enteng. Ia juga diantarkan orang itu ke
surga. Berkatalah si mukmin kepadanya, "Semoga Allah manyayangimu.
Alangkah baiknya engkau dibangkitkan bersamaku. Tidak henti-hentinya
engkau menggembirakan dan menbahagiakanku. Siapakah kamu?" Orang baik
itu menjawab:, "Akulah kebahagiaan yang pernah kamu masukkan pada hati
mukmin saudaramu di dunia. Allah menciptakan kebahagiaan yang
kaumasukkan itu menjadi diriku sekarang ini untuk membahagiakanmu."

Perwujudan amal atau tajassum al-'amal muncul dalam tiga bentuk.
Pertama, amal-amal kita akan membentuk jati diri kita. Amal-amal buruk
akan membentuk diri yang buruk. Mendendam, membunuh, menganiaya adalah
perbuatan kebinatangan. Perbuatan kita itu akan mengubah jati diri
kita dari manusia menjadi binatang. Pada hari akhir, kita akan
dibangkitkan dalam bentuk jati diri kita. Betapa banyak di antara kita
yang tampil sebagai manusia yang tampan, tetapi secara hakiki kita
adalah binatang buas yang haus darah. Boleh jadi tubuh kita menebarkan
harum parfum yang segar di alam lahir, tetapi menebarkan bau bangkai
di alam batin. Boleh jadi juga badan kita tegap dan utuh menurut
penglihatan lahir, tetapi kerangka yang buruk dan tercabik-cabik dalam
penglihatan batin. Diri kita secara batiniah adalah perwujudan amal
yang pertama.

Kedua, amal-amal kita akan diciptakan Tuhan dalam wujud makhluk yang
menyertai kita; sejak alam kubur sampai dibangkitkan pada hari kiamat
nanti. Amal salih akan menjadi makhluk yang indah dan harum.
Kehadirannya saja sudah membuat kita bahagia. Amal buruk kita akan
menjadi monster yang menakutkan dan berbau busuk. Kehadirannya saja
sudah membuat kita ketakutan. Kita semua akan disambut di pintu kubur
nanti dengan dua macam makhluk ini. Mereka akan berebutan mendampingi
kita. Bila makhluk yang buruk yang lebih banyak, merekalah yang
menyertai kita dan mengusir makhluk-makhluk indah dari dekat kita.
Sebaliknya, bila makhluk yang baik yang lebih kuat, merekalah yang
akan membela kita dalam mengusir makhluk-makhluk buruk dari sekitar
kita. Tuhan berfirman, "Sesungguhnya kebaikan akan mengusir
keburukan." (QS. Hud; 114) Amal baik menjadi makhluk indah yang
memberikan kebahagiaan kepada kita; amal buruk menjadi makhluk
menakutkan yang membuat kita menderita.

Ketiga, amal-amal yang kita lakukan akan berwujud dalam bentuk dampak
atau akibat. Amal baik akan muncul dalam akibat-akibat yang baik, dan
sebaliknya. Pertama-tama, dampak amal itu akan mengenai kita yang
melakukannya. Amal adalah benih yang kita tanam. Apa yang kita tuai
sangat bergantung dengan apa yang kita tanam. Anda akan menuai
permusuhan jika yang anda tanam kebencian. Anda akan memanen cinta,
jika yang anda semai kasih saying. Alam semesta ini bergerak dalam
satu kesatuan wujud. Kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari
makhluk Allah lainnya. Bersama-sama dengan makhluk-makhluk lainnya
kita adalah anggota-anggota dari satu badan alam semesta. Maka jika
kita melukai salah satu di antara mereka, kita melukai diri kita
sendiri. Karena itu, Al-Quran menyebut perbuatan dosa sebagai
menganiaya diri kita sendiri. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah
menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan
tidak mengasihi kami tentulah kami termasuk orang-orang yang merugi"
(QS. Al-A'raf; 23)

Lemparkan sampah dan polusi ke sekitar kita; dan alam akan membalas
kita dengan penyakit dan bencana. Berikan penghormatan dan perhatian
pada lingkungan; dan "mereka" akan membalas kita dengan udara segar
dan buah-buahan. Lepaskan kemarahan anda, dan makhluk-makhluk di
sekitar kita setiap saat akan menyerang kita. Gunakan kekuatan untuk
menindas orang-orang di bawah kita. Pada suatu saat, mereka akan
bangkit untuk menghancurkan kita. Orang bijak sepanjang sejarah
memberikan pesan yang sama: Kekerasan akan melahirkan kekerasan lagi.
Dendam akan melahirkan dendam lagi. Karena lingkaran keburukan hanya
bisa diputuskan dengan kebajikan. Seperti kisah keris Mpu Gandring,
pengkhianatan yang satu akan disusul dengan pengkhianatan lainnya.

Berulang-kali Al-Quran menegaskan perwujudan amal dalam bentuk akibat
amal. "Telah muncul kerusakan di daratan dan di lautan karena
perbuatan tangan-tangan manusia, agar Tuhan membuat mereka merasakan
sebagian dari apa yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (ke jalan
yang benar)." (QS. Al-Rum; 41) "Maka mereka ditimpa oleh akibat
kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang mereka
perolok-olokan itu." (QS. Al-Nahl; 34).

Lebih dari itu, Al-Quran juga menjelaskan bahwa akibat amal itu bukan
hanya akan menimpa pelakunya tetapi juga orang-orang yang tidak
bersalah. Mereka mungkin saja anak-anak kita, masyarakat kita, bangsa
dan negara kita: "Dan Allah membuat perumpamaan sebuah negeri yang
dahulunya aman tentram dan rezekinya datang berlimpah dari segala
penjuru. Lalu penduduk negeri itu kafir kepada anugrah Allah. Maka
Allah membuat mereka merasakan pakaian kelaparan dan kehausan karena
apa-apa yang sudah mereka lakukan." (QS. Al-Nahl ; 112); "Dan jika
Kami bermaksud untuk menghancurkan suatu negeri, kami perintahkan
orang-orang yang hidup mewahnya (supaya bertakwa). Kemudian mereka
berbuat dosa di dalamnya. Maka sudah pastilah firman Kami dan Kami
hancurkan mereka sehancur-hancurnya (QS. Al-Isra; 16).

Orang yang berbuat jahat dalam suatu negeri itu mungkin hanya sebagian
kecil saja. Tetapi kehancuran diderita oleh seluruh bangsa.
Penderitaan kita sekarang adalah perwujudan dari amal buruk sebagian
dari bangsa kita. Beberapa orang di antara kita mengambil kekayaan
negara, dan jutaan orang harus membayar utang. Segelintir kecil
merusak hutan, tetapi semua makhluk menderita. Ada ibu yang minum obat
penenang thalidomide, lalu anak-anaknya menderita cacat tubuh yang
mengenaskan.

Al-Quran menuturkan kisah dua orang Nabi yang membangun dinding yang
sudah roboh. Adapun dinding itu adalah milik dua orang anak yatim di
kota itu. Dan di bawahnya ada perbendaharaan milik keduanya. Dan kedua
orangtuanya adalah orang tua yang salih. . Maka Tuhan kamu bermaksud
untuk mengantarkan keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan
perbendaharaan itu bagi keduanya sebagai kasih saying Tuhanmu. (QS.
Al-Kahf; 82). Menurut hadis, "Sesungguhnya Allah memelihara anak
mukmin sampai seribu tahun. Kedua anak yatim itu mempunyai jarak waktu
dengan kedua orangtuanya itu tujuh ratus tahun." (Bihâr Al-Anwâr
71:236).

Di dalam riwayat lain dikisahkan tentang kemarau panjang pada zaman
Bani Israil. Seorang perempuan bermaksud untuk memasukkan sesuap
makanan ke mulutnya, ketika ia melihat seseorang berteriak: "Saya
lapar, wahai hamba Allah." Perempuan itu segera menyerahkan roti yang
akan dimakannya kepadanya. Ia mengeluarkan roti itu dari mulutnya.
Pada tempat lain, anak perempuan itu sedang mencari kayu bakar di
padang pasir. Seekor serigala menerkamnya dan membawanya pergi. Ibunya
berusaha mengikuti jejaknya. Allah swt mengutus Jibril untuk
mengeluarkan anak itu dari mulut serigala dalam keadaan selamat.
Jibril berkata kepadanya: "Wahai hamba Allah. Bahagiakah kamu ketika
satu suapan yang engkau berikan dibalas dengan satu suapan lagi.
Luqmah billuqmah." (Bihâr Al-Anwâr 73:96).

Jadi, jagalah anak-anakmu dengan amal salihmu. Jangan celakan mereka
dengan perbuatan burukmu. Sampai di sini, mungkin ada yang merenung
apakah yang kita perbincangkan hari ini bertentangan dengan prinsip
keadilan ilahi. Seseorang berbuat salah, tetapi orang lain menanggung
akibatnya. Bukankah Tuhan berkata, "Tidaklah seseorang akan menanggung
dosa yang lain." Jawaban kita singkat saja. Yang tidak akan ditanggung
adalah dosa. Dampak atau akibat akan mengenai bukan hanya yang berbuat
dosa. Tuhan berfirman, "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak
khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah
bahwa Allah amat keras siksaannya." (QS. Al-Anfal; 25). Seperti
seorang bapak yang membakar rumahnya. Di rumah itu ada anaknya yang
sedang tidur pulas, Anak itu mati terbakar. Bapak yang membakar tentu
saja masih hidup. Anak itu dikenai dampak dosa bapaknya, tetapi ia
tidak menanggung dosa apa pun. Ia bahkan mendapat pahala mati syahid,
karena menjadi korban kekejaman bapaknya. Si bapak menanggung doa
berlipat ganda sesuai dengan jumlah korban yang menderita karena
dampak dosanya.

Penderitaan mereka semua adalah perwujudan amal dari si bapak itu.
Itulah tajassum 'amal dalam makna yang ketiga.

KHUTBAH KEDUA

Maasyiral Muslimin, jama`ah shalat jum`at, yang sama-sama mengharap ridha Allah
Dalam Khutbah kedua ini sekali lagi Khatib mengingatkan pada diri
sendiri, bahwa Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat
kepada Nabi Muhammad a, dan Dia perintahkan kepada kita agar
bershalawat dan memohonkan salam untuknya, seraya berfirman,


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

"Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan
sampaikanlah salam atasnya." (Al-Ahzab: 56).

Maka sering-seringlah memohonkan shalawat dan salam kepada Allah untuk
Nabi kita, Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya, serta segenap
umatnya yang setia kepada ajaran dan sunnahnya.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ
وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ
رَبِّ اْلعَالمَِينَ.


Dikutip tanpa izin dari : tulisan KH. Jalaluddin Rakhmat dalam
Al-Tanwir No. 180 - Edisi: 28 Januari 2001/ 3 Dzulkaidah 1421 H