Selasa, 30 Juli 2013

Puasa Bulan Pensucian


 

Dalam surat al-Rum ayat 30, Allah berfirman,

 

30:30

 

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (Q30:30).

 

Tahun boleh berganti, zaman boleh berubah, teknologi boleh semakin maju, tapi manusia tetap sama, selama-lamanya sesuai dengan disain Allah SWT. Manusia merupakan makhluk yang selalu merindukan kebenaran dan akan merasa tenteram apabila mendapatkan kebenaran itu. Sebaliknya, kalau dia tidak mendapatkannya, akan gelisah.

 

Jadi menurut firman Allah yang saya baca tadi, agama yang benar ialah agama yang hanif, agama yang lurus, yang berasal dari pokok atau pangkal. Termasuk kemanusiaan kita. Allah menciptakan manusia menurut fitrah. Tidak ada perubahan atas fitrah itu.

 

Inti puasa, yang masih kita jalani di minggu terakhir bulan Romadhon ini, adalah latihan menahan diri. Menahan diri dari godaan-godaan. Sebab salah satu kelemahan manusia adalah tidak bisa menahan diri.

 

Dalam al-Qur'an banyak disebutkan bahwa di antara kelemahan manusia itu ialah pandangannya yang pendek.

75:2175:20

 

"Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (wahai manusia) mencintai (kehidupan jangka pendek) dunia ini, dan meninggalkan (kehidupan jangka panjang), yakni akhirat." (Q75, al-Qiyamah: 20-21)

 

Karenanya kita gampang tergoda, menganggap sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik, kemudian kita ambil. Padahal nanti di belakang hari akan membawa malapetaka.

 

Dosa pun, demikian: sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenangan, tapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Ini dikarenakan kelemahan manusia yang tidak sanggup melihat akibatnya dalam jangka panjang, tetapi lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendeknya. Jadi kelemahan manusia ialah mudah tergoda.

 

Pelajaran amat berharga termaktub dalam al-Quran tentang kisah Adam. Diceritakan bahwa Adam dipersilahkan hidup di surga bersama istrinya dan menikmati apa yang ada di surga itu dengan bebas semau mereka, tetapi dipesan untuk tidak mendekati pohon tertentu. Namun Adam melanggar ketentuan Tuhan dengan mendekati  pohon dan memetik buahnya yang terlarang. Dia pun jatuh diusir dari surga secara tidak terhormat.

 

Ini adalah perlambang dari keadaan manusia. Karena kita adalah Bani Adam, anak cucu Adam, kita semua punya potensi untuk jatuh tidak terhormat kalau kita tidak tahu batas, tidak bisa menahan diri. Maka puasa disediakan untuk melatih menahan diri itu.

 

Kita lahir dalam keadaan fitrah, suci. Akan tetapi karena kelemahannya, kita itu mudah tergoda, sehingga sedikit demi sedikit, diri kita menumpuk debu-debu dosa, dan membuat hati kita menjadi gelap.Apabila kita mencapai suatu titik di mana kita tidak lagi menyadari bahwa perbuatan kita itu jahat, maka inilah yang disebut dengan kebangkrutan ruhani.

 

Dalam al-Qur'an banyak sekali dilukiskan bahwa setan telah menghiaskan segala macam keburukan kepada manusia sehingga tampak seperti baik. Termasuk dalam lingkup kelompok atau kemasyarakatan, problem terbesar dalam masyarakat adalah menghadapi orang yang menjalankan hal-hal yang sebetulnya tidak baik, akan tetapi justru merasa berbuat baik.

 

Sehingga al-Quran mengingatkan,

 

18:103

18:104

 

"Katakan, apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?  Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Q18, al-Kahfi: 103-104)

 

Kalau kita sampai kepada titik ini maka ini adalah suatu malapetaka, dalam kisah Adam digambarkan dengan diusir dari surga. Kita memasuki suatu kesulitan-kesulitan dan perjuangan yang berat, seperti di neraka.

Itulah sebabnya Allah menyediakan bulan puasa ---yang di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar, anjuran i'tikaf, tilawah Quran, tarawih, atau zakat--- supaya kita sempat mensucikan diri. Supaya kita suci kembali. Sehingga bulan puasa bukan saja bulan suci tetapi bulan pensucian.

 

Dan kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa ---dengan iman (penuh keyakinan kepada Allah) dan ihtisab (introspeksi diri dan bertanya jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini orang baik dan seterusnya)--- Nabi menjanjikan, bahwa seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah SWT.

 

Dan nanti, 1 Syawal, --insya Allah, bila Allah mengizinkan--  kita akan menemukan fitrah kita, kesucian kita, dan kita pun harus tampil sebagai manusia suci dan baik, baik kepada sesama manusia, juga kepada sesama makhluk Allah di muka bumi.

 

Barakallah … Bhayangkara, 2 Agustus 2013

Senin, 29 Juli 2013

Metafora Lailatul Qadar

Kita sudah memasuki sepuluh hari ketiga pada bulan ini. Mari kita mengingat sedikit renungan kita dalam khutbah yang lewat. Kita telah membicarakan bahwa menurut para ulama, puasa Ramadhan dibagi menjadi tiga jenjang yang mengikuti pembagian persepuluh hari. Sepuluh hari yang pertama, adalah jenjang fisik (jasmani). Dimana kita masih terlibat dalam usaha menyesuaikan diri secara jasmani kepada kebiasaan baru, menyangkut makan, minum dan lain-lain. Disinilah shiyam dalam arti menahan diri itu diwujudkan dlam tindakan-tindakan lahiriah yang menjadi bidang kajian fiqh yang meliputi persoalan batal atau tidak batalnya puasa.

Sementara jenjang yang kedua disebut sebagai jenjang nafsani (psikologis atau kejiwaan). Kalau ada jenjang yang pertama bersifat keragaan, maka disini shiyam menahan diri itu sudah sampai kepada sesuatu yang bersifat nafsani, yakni menahan diri dari hawa nafsu. Secara fiqh memang tidak membatalkan puasa, misalnya ketika kita marah-marah atau membicarakan kejelekan orang lain. Tetapi dalam puasa, batinnya perbuatan itu bisa membatalkan puasa. Disini kita diingatkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dengan sabda beliau: 

"Dari abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan kotor dan (tak bisa meninggalkan) perbuatan kotor maka Allah tidak punya kepentingan apa-apa meski orang itu meninggalkan makan dan minum"(HR, Bukhari)

Pada konteks puasa lahiriah, melakukan perbuatan tersebut, puasanya tetap dianggap sah. Tetapi dalam konteks nafsani, orang yang berpuasa itu tidak dapat mendapatkan hikmah apa-apa. Hal ini juga diingatkan oleh sahabat Umar:

"Banyak sekali orang puasa namun tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar".

Selanjutnya pada sepuluh hari yang ketiga, sebagaimana yang sudah kita bahas, kita harus meningkatkannya pada jenjang ruhani. Dalam ranah ini, kita sudah memasuki sesuatu yang susah sekali diterangkan, karena memang masalah ruhani tidak ada ilmunya. Kita mengetahuinya hanya dari berita atau yang dalam bahasa arab disebut naba'un. Dan pembawa berita itu adalah Nabi. Dari Nabi-lah kita mengetahui apa yang bisa kita proleh dari puasa jenjang ketiga ini, karena memang tidak bisa diterangkan. Oleh karena itu, kemudian diungkapkan melalui simbol-simbol, metafora-metafora, termasuk masalah Lailatul Qadar. Hal itu sebenarnya merupakan sebuah perlambang dari suatu capaian ruhani atau perolehan ruhani yang tidak bisa diterangkan.

Suatu saat, ketika Rasulullah SAW bersabda kepada umatnya yang tengah berkumpul dimesjid nunggu-nunggu Lailatul Qadar, karena Rasulullah memang tidak pernah menerangkan apa yang dimaksud Lailatul Qadar dan kapan terjadinya, maka beliau hanya mengatakan "Apa yang kamu tunggu-tunggu insya Allah malam ini datang, karena aku telah melihat dalam visi (ru'yah) bahwa akan ada hujan lebat kemudian aku belepotan lumpur dan basah kuyup oleh air". Kemudian umat yang berkumpul itupun membubarkan diri. Pada malam itu memang terjadi hujan lebat. Karena bangunan mesjid madinah pada zaman Nabi sangat sederhana, atapnya terbuat dari daun kurma, maka dengan sendirinya air hujan pun masuk ke lantai masjid yang terbuat dari tanah.

Umat yang ada pada saat kejadian tersebut melihat apa yang dikatakan Nabi. Karena beliau sembahyang dalam keadaan basah kuyub. Sementara muka dan sekujur badannya berlumur tanah liat. Lalu apa yang dimaksud dengan Lailatul Qadar itu oleh Nabi? Karena Nabi mengatakan "Itulah yang kau tunggu-tunggu."

Sekali lagi, karena memang persoalan ini adalah persoalan ruhani, maka tidak ada kata-kata yang cukup untuk bisa menjelaskannya. Hal itu adalah simbol atau perlambang. Kemudian di sinilah terkandung masalah tafsir atau takwil (semiotika). Bahwa belepotannya Nabi dengan lumpur dan basahnya Nabi dengan air sebenarnya adalah suatu peringatan kepada kita bahwa jenjang paling tinggi dari pengalaman ruhani itu ialah kita sudah kembali ke asal kita. Darimana kita berasal? Dari tanah dan dari air, sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur'an:

الَّذى أَحسَنَ كُلَّ شَيءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلقَ الإِنسٰنِ مِن طينٍ

ثُمَّ جَعَلَ نَسلَهُ مِن سُلٰلَةٍ مِن ماءٍ مَهينٍ

"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani) (Q32; 7-8).

Dalam surat Yasin juga diingatkan:

أَوَلَم يَرَ الإِنسٰنُ أَنّا خَلَقنٰهُ مِن نُطفَةٍ فَإِذا هُوَ خَصيمٌ مُبينٌ

"Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!" (Q36; 77)

Maka dengan belepotannya Nabi oleh lumpur dan basah kuyupnya oleh air itu, sebenarnya merupakan simbolisme bahwa kita harus kembali menyadari siapa diri kita. Dengan demikian, seperti menjadi makna yang tersimpul atau terkesan dari firman Allah dalam surat Yasin di atas, kita harus menjadi manusia-manusia yang rendah hati. Karena itu dalam al-Qur'an. Sifat pertama yang disebutkan hamba-hamba Allah yang Maha Kasih adalah:

وَعِبادُ الرَّحمٰنِ الَّذينَ يَمشونَ عَلَى الأَرضِ هَونًا وَإِذا خاطَبَهُمُ الجٰهِلونَ قالوا سَلٰمًا

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik" (Q 25;63)

Dengan sikap rendah hati, banyak sekali kebaikan yang akan diperoleh, bahkan hampir semua kebaikan itu muncul. Sebaliknya musuh dari rendah hati adalah takabbur (sombong), yang membuat pintu surga menjadi tertutup rapat dan tidak bisa masuk ke dalamnya.

"Tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya ada seberat atom dari perasaan sombong " (HR. Muslim)

Perbuatan takabur adalah dosa pertama yang dilakukan makhluk terhadap Allah, Yaitu ketika iblis menolak mengakui keunggulan Adam. Maka Allah kemudian memberikan kualifikasi tentang sikap iblis dengan firman-Nya:

 أَبىٰ وَاستَكبَرَ وَكانَ مِنَ الكٰفِرينَ

"dia ingkar dan dia menjadi sombong, (dengan begitu) maka dia termasuk mereka yang kafir." (Q 2; 34)

Jika kita menyadari diri sendiri, atau dalam bahasa yang biasa kita ucapkan sehari-sehari, dengan tahu diri, maka banyak banyak sekali kebahagiaan yang diperoleh. Dan karena merupakan suatu kebahagiaan yang sangat tinggi, maka sulit diterangkan. Dalam al-Qur'an, ada kata-kata seperti thuma'ninah, sakinah, dan qurratu a'yun. Kata tuma'ninah misalnya terdapat dalam firman Allah SWT yang menjelaskan bahwa kalau orang ingat kepada Allah dia akan merasakan ketenangan dalam hatinya.

أَلا بِذِكرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ القُلوبُ

"Ketahuilah bahwa dengan ingat kepada Allah, maka hati akan mengalami tuma'ninah (ketenangan)" (Q 13; 28)

Ketenangan itu juga disebut sakinah, karena orang itu bisa kembali kepada Allah SWT. Pada khutbah yang terdahulu, terdapat kata-kata pulang dalam bahasa Arab disebut ruju' atau inabah yang banyak sekali dipergunakan dalam al-Qur'an. Salah satunya adalah ucapan suci, inna li 'l-Lah-i wa inna ilayh-i raji'un, kita semuanya berasal dari Allah dan kita akan pulang kepada-Nya.

Dengan demikian, keberhasilan untuk pulang itu adalah suatu persyaratan mencapai kebahagiaan. Sebaliknya kalau orang tidak berhasil pulang ke asal, pulang dalam bahasa keseharian kita disebut dengan sesat, maka itu adalah pangkal kesengsaraan. Pulang kemana? Pulang kepada Allah SWT.

وَأَنيبوا إِلىٰ رَبِّكُم وَأَسلِموا لَهُ

"Kembalilah kamu semuanya kepada Tuhanmu, dan pasrahlah kepada-Nya." (Q 39;54).

Datang kepada Tuhan tanpa ada persoalan. Pada hari kiamat terjadi, misalnya digambarkan bahwa saat itu harta dan anak tidak lagi bermanfaat

يَومَ لا يَنفَعُ مالٌ وَلا بَنونَ 

إِلّا مَن أَتَى اللَّهَ بِقَلبٍ سَليم

"Pada saat itu harta dan anak tidak berguna,  kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang utuh (integral)" (Q 26;88-89)

Yang dimaksud dengan utuh adalah tidak ada persoalan dengan Tuhan (salim). Maka salamah itu pun adalah juga ketentraman sehingga agama ini pun disebut Islam. Hal ini tidak hanya kita diajari untuk pasrah kepada Allah, tapi juga untuk memperoleh salam dan salamah. Salam berarti aman. Maka orang yang percaya atau beriman kepada Allah adalah orang-orang yang bakal mendapatkan keamanan.

Ini semuanya mensyaratkan adanya kesadaran utnuk kembali kepada Allah SWT. Jadi harus tahu diri kembali kepada asal itu juga adalah juga kembali kepada Allah SWT, sesuai dengan firman Allah:

وَلا تَكونوا كَالَّذينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسىٰهُم أَنفُسَهُم ۚ أُولٰئِكَ هُمُ الفٰسِقونَ

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik" (Q59;19)

Lupa diri adalah lawan dari tahu diri. Lupa diri adalah suatu akibat dari orang yang tidak menyadari asal usul hidupnya. Lupa diri adalah orang yang bingung atau sesat. Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan ungkapan bahasa kita "lupa daratan", suatu ungkapan yang menyangkut orang-orang yang pergi ke laut, tapi setelah sampai di pelabuhan ia masih bersikap seperti dilaut, masih lupa bahwa dia sudah berada didaratan. Oleh karena itu, kembali kepada Allahini adalah persyaratan dari kebahagiaan. Hal itulah yang disebut dengan taqwa.

Semangat kembali pada Allah semestinya juga kita bawa kepada keaaan sehari-hari, misalnya tentang kematian, yang sekarang semakin tidak bisa diramal. Sekarang ini banyak kematian disebabkan oleh penyakit akibat kemakmuran semacam sakit jantung. Sehingga banyak orang yang meninggal dalam situasi yang tidak disangka-sangka seperti saat memberikan ceramah atau bermain badminton. Ini yang disebut dalam al-Qur'an: al-zumar 55

وَاتَّبِعوا أَحسَنَ ما أُنزِلَ إِلَيكُم مِن رَبِّكُم مِن قَبلِ أَن يَأتِيَكُمُ العَذابُ بَغتَةً وَأَنتُم لا تَشعُرونَ

"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya" (al-Zumar:55)

Maka untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan jalan kembali kepada Allah SWT. Dengan demikian apa yang ingin dikatakan Nabi dengan simbolisme belepotan lumpur dan basah kuyup oleh air adalah bahwa kita harus kembali ke asal. Pertanyaan yang mucul kemudian adalah, mengapa ada dorongan kita kembali kepada asal? Seperti yang telah disinggung pada khutbah yang lalu bahwa doronga itu ada karena memang sebenarnya kita sudah terikat perjanjian primordial dengan Allah SWT bahwa kita akan mengakui bahwa Dia (Allah) adalah sebagian Rabb-un, Pangeran, atau The Lord.

 أَلَستُ بِرَبِّكُم ۖ قالوا بَلىٰ ۛ شَهِدنا 

"Bukankah Aku ini Tuanmu?"" Mereka menjawab: ""Ya(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". ((Q7;172)

Perkataan tuan atau lord artinya adalah suatu dzat atau wujud yang dalam hal ini Allah SWT yang kita jadikan sandaran untuk hidup kita. Dengan demikian jika kita mengakui Allah sebagai Rabb, maka konsekuensinya adalah kita kemudian harus menyembah-Nya. Pada waktu kita dalam alam ruhani, dalam perjanjian tersebut, kita menjawab, "Ya, kami bersaksi."

Inilah yang mengendap dalam kedirian kita yang paling mendalam yang disebut sebagai lubb-un yang bentuk jamaknya albab. Oleh karena itu ulu'l-albab bisa diterjemahkan sebagai orang-orang yang mempunyai kesadaran yang mendalam; kesadaran tentang dirinya sendiri, yang meresap atau mengendap dalam lubb. Kita jauh jauh lebih dalam dari apa yang secara psikologis disebut sebagai alam bawah sadar.

Jika bawah sadar itu masih ada dalam bidang nafsani (psikologis), sehingga seorang ahli psikoanalisa, misalnya, masih bisa mengorek ruhani, atau dalam lubb-un itu tidak bisa lagi dikorek namun wujudnya amat nyata dalam kehidupan kita.

Karena itu kenapa kemudian kita rindu kepada Allah SWT dan ingin kembali pulang kepada-Nya. Pulang kepada Allah itu kemudian dimulai dengan pulang ke tanah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW menanam seseorang, menguburkan seseorang, maka beliau bersabda, Allah berfirman:

"Dari tanah Kami ciptakan engkau, kepada tanah Kami kembalikan engkau dan dari tanah pula nanti Kami akan keluarkan engkau pada waktu lain(hari kiamat)" (Hr Ahmad).

Jadi, yang dialami Nabi ialah sebuah simbolisasi bahwa kitapun akan kembali ke tanah, juga kembali menjadi air. Apalagi jika kita mempercayai kedokteran, yang menjelaskan bahwa 80 persen unsur dalam diri kita adalah cairan. Fakta ini paling tidak menyadarkan kita, bahwa kita akan menjadi air, dan kembali kepada Allah SWT. Hanya orang yang bisa kembali kepada Allah yang akan merasakan kebahagiaan atau yang disebutsakinah. Alam bahasa sehari-hari kata sakinah ini berarti tujuan dari kehidupan keluarga. Karena memang Allah berfirman:

وَمِن ءايٰتِهِ أَن خَلَقَ لَكُم مِن أَنفُسِكُم أَزوٰجًا لِتَسكُنوا إِلَيها وَجَعَلَ بَينَكُم مَوَدَّةً وَرَحمَةً ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِقَومٍ يَتَفَكَّرونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (Q30;21)

Mawaddah wa rahmah itu adalah suatu cinta dengan tingkatan cinta yang sangat tinggi dan lebih tinggi dari cinta fisik yang dalam bahsa Arab disebutmahabbah atau lebih tepatnya hubb al-syahawat. Sebagaimana firman Allah:

زُيِّنَ لِلنّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّساءِ وَالبَنينَ وَالقَنٰطيرِ المُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَالخَيلِ المُسَوَّمَةِ وَالأَنعٰمِ وَالحَرثِ ۗ ذٰلِكَ مَتٰعُ الحَيوٰةِ الدُّنيا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسنُ المَـٔابِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (Q3;14)

Syahwat adalah suatu hal yang sangat fitri, yang sangat alamiah, karena itu tidak perlu dilawan, bahkan harus disalurkan menurut agama kita melalui pernikahan. Akan tetapi kalau kita berhenti hanya kepada cinta fisik, maka kita akan lebih rendah dari binatang. Hubb-u'l-syahawat adalah suatu bekal yang diberikan Allah agar kita tetap survive dimuka bumi ini dengan adanya keturunan.

Sementara untuk mencapai kebahagiaan yang disbeut sakinah, syaratnya adalah mawaddah atau cinta pada level kejiwaan yaitu cinta kita kepada sesama manusia. Inilah yang disebut dengan philos, cinta kearifan dalam perkataan philosophis. Semntara hubb-u'l-syahawat adalah erros atau cinta erotik (erotic love) yang jasmani, menurut psikolog Freud disebut dengan libido.

Dorongan libido ini tidak akan membawa kita kepada kebahagiaan karena hanya akan menjadikan kita setingkat dengan binatang. Namun jika, kita ingin bahagia, maka harus naik kepada philos (mawaddah) atau cinta kepada sesama manusia atau dasar kemanusiaan itu sendiri.Dan hal itupun tidak cukup karena kita pun harus berusaha sampai kepada cinta Ilahi atau disebut Rahmah. Karena rahmah adalah sifat Allah yang paling banyak disbeut dalam al-Qur'an.

Rahmah tidak bisa dibayangkan dan diterangkan, seperti halnya perolehan dari adanya rahmah, yakni sakinah, dan pada tempat yang lain disebutqurrat-u'ayn, seperti dalam doa:

وَالَّذينَ يَقولونَ رَبَّنا هَب لَنا مِن أَزوٰجِنا وَذُرِّيّٰتِنا قُرَّةَ أَعيُنٍ وَاجعَلنا لِلمُتَّقينَ إِمامًا

"Dan orang-orang yang berkata: ""Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (Q25;74)

Lagi-lagi, qurrat-u'ayun ini pun adalah sebuah istilah yang sulit sekali diterjemahka. Tetapi paling tidak berarti sebagai esensi kebahagiaan seperti juga yang disebut dalam al-Qur'an sebagai kebahagiaan tertinggi ketika kita masuk dalam surga. Sebab yang kita cari dalam surga itu tidak lain adalah qurrat-u'ayun yang di dunia bisa kita rasakan melalui sakinah dan kehidupan keluarga yang benar. Didalam surat al-Sajdah disebutkan:

فَلا تَعلَمُ نَفسٌ ما أُخفِىَ لَهُم مِن قُرَّةِ أَعيُنٍ جَزاءً بِما كانوا يَعمَلونَ

"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Q32;17)

Tidak seorang pun yang tahu. Itulah surga. Surga tidk ada seorang pun yang tahu. Berdasarkan itu terdapat hadis kudsi:

"Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga serta tidak pernah terbetik dalam hati manusia."

Selanjutnya Nabi bersabda:

"Dan kalau kamu mau (kata Nabi), bacalah (ayat Qur'an itu), tidak seorang pun mengetahui esensi kebahagiaan yang dirahasiakan baginya sebagai balasan untuk amal perbuatan baiknya."

Itulah yang harus kita cari dalam tahap ruhani puasa ini, yang kita alami melalui suatu simbolisasi dari Lailatul Qadar. Tetapi semuanya memang harus dimulai dengan tanah dan air. Dengan kata lain, kesadaran tentang diri kita yang sesungguhnya. Sebab dengan rendah hati kita akan mencapai keikhlasan, dalam arti, tidak hanya melihat diri kita sendiri sebagai orang yang selalu berbuat baik, tetapi karena perbuatan baik itu digerakkan oleh Allah SWT.

Maka, seseorang yang sudah mencapai tingkat ini, seperti yang digambarkan al-Qur'an, adalah mereka yang bersedekah dan mendermakan sebagian dari rizki Allah yang dikaruniakan kepadanya, namun hatinya tetap malu bahwa mereka itu bakal bertemu Tuhan.

وَالَّذينَ يُؤتونَ ما ءاتَوا وَقُلوبُهُم وَجِلَةٌ أَنَّهُم إِلىٰ رَبِّهِم رٰجِعونَ

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka" (Q23;60)

Aisyah, isteri Nabi, pernah merasa heran dengan ayat ini, lalu bertanya kepada Nabi, "Hai Nabi, ayat itu aneh. Orang itu beriman, bahkan rajin bersedekah, tapi kenapa ia malu bertemu dengan Tuhan, bagaimana maksudnya, apakah dia selain bersedekah juga berbuat jahat seperti mencuri, berzina dan sebagainya?" Nabi kemudian menjawab, "Tidak Aisyah. Orang itu betul-betul baik, saleh, dan benar-benar ikhlas, tetapi justru keikhlasannya maka dia tetap malu kepada Allah, dan tidak melihat dirinya itu pernah berbuat baik."

Apabila kita telah mencapai fase itu, melalui puasa kita, melalui latihan selama tiga puluh hari, maka kebahagiaan akan menyebar ke seluruh masyarakat dan mampu mencapai cita-cita yang diletakkan oleh agama kita sebagai rahmat-an li'l-'alamin (rahmat bagi seluruh alam).

Dikutip dari buku Pesan-pesan Takwa Nurcholish Madjid

Makna Idul Fitri

Kini kita telah sampai pada hari-hari terakhir ibadah puasa. Kita segera menyongsong satu perayaan yang disebut Idul Fithri. Idul Fitri artinya hari raya fitrah. Hari raya kesucian manusia. Disebut juga sebagai hari kembalinya kesucian kepada kita. Inilah hari raya yang resmi diajarkan agama kita, selain Idul Adha. Sedangkan semua hari raya atau hari besar Islam yang lain lebih merupakan hasil budaya daripada ajaran agama. Seperti Maulid, Isra' Mi'raj, Nuzulul Qur'an, Muharam dan lain-lain.

Karena itu sudah sewajarnya kita merenungi makna hari raya ini yang merupakan hari raya keagamaan. Sehingga kita mengetahui hikmah dan makna dibalik itu. Sebagian merupakan hal yang sudah kita ketahui bersama. Bahwa fitrah atau kesucian asal manusia adalah sebutan untuk rancangan Tuhan mengenai kita. Bahwa kita diciptakan Allah dengan rancangan sebagai makhluk uci yang sakral.

Manusia pada dasarnya adalah suci. Oleh karenanya sikap-sikap manusia pun selayaknya menunjukkan sikap-sikap yang suci. Terutama terhadap sesama manusia. Maka kemudian ada ungkapan bahwa manusia itu suci dan berbuat suci kepada sesamanya dalam bentuk amal saleh.

Fitrah terkait dengan hanif. Artinya suatu sifat dalam diri kita yang cenderung memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah hadis disebutkan oleh Rasulullah saw:

"Kebajikan ialah sesuatu yang membuat hati dan jiwa tenang. Dan dosa ialah sesuatu yang terasa tak karuan dalam hati dan terasa bimbang di dada" (HR. Ahmad)

Maksud dosa dalam hadis tersebut adalah sesuatu yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu, ketika ada polemik mengenai Ibrahim as, di mana orang Yahudi mengatakan bahwa Ibrahim ialah orang Yahudi dan orang Nasrani mengatakan bahwa Ibrahim adalah seorang Nasrani, maka al-Qur'an mengatakan:

ما كانَ إِبرٰهيمُ يَهودِيًّا وَلا نَصرانِيًّا وَلٰكِن كانَ حَنيفًا مُسلِمًا وَما كانَ مِنَ المُشرِكينَ

"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (Q3:67)

Yaitu seorang yang hidupnya digunakan untuk mencari kebenaran dengan tulus dan ikhlas. Tanpa semangat golongan atau kelompok. Juga tanpa komunalisme. Diiringi dengan muslim-an, sambil pasrah kepada Allah swt. Dalam firman Allah yang lain disebutkan bahwa agama yang benar tidak lain adalah asal kesucian manusia yaitu fitrah. Dalam surat al-Rum ayat 30, Allah berfirman:

فَأَقِم وَجهَكَ لِلدّينِ حَنيفًا ۚ فِطرَتَ اللَّهِ الَّتى فَطَرَ النّاسَ عَلَيها ۚ لا تَبديلَ لِخَلقِ اللَّهِ ۚ ذٰلِكَ الدّينُ القَيِّمُ وَلٰكِنَّ أَكثَرَ النّاسِ لا يَعلَمونَ

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (Q30:30)

Tahun boleh berganti, zaman boleh berubah. Milenium boleh bertukar dari milenium kedua sampai ketiga. Tapi manusia tetap sama selama-lamanya sesuai dengan disain Allah swt. Manusia merupakan makhluk yang selalu merindukan kebenaran dan akan merasa tenteram apabila mendapatkan kebenaran itu. Sebaliknya, kalau dia tidak mendapatkannya, akan gelisah.

Jadi menurut firman Allah di atas, agama yang benar ialah kemanusiaan primordial. Primordial artinya sesuatu yang asli, yang berasal dari pokok atau pangkal. Idul Fitri adalah hari raya untuk merayakan kembalinya fitrah, setelah hilang dan diketemukan kembali atau berhasil diketemukan. Hal itu karena adanya ibadah puasa. Sebagaimana pernah kita bahas bahwa puasa adalah ibadah yang berintikan latihan menahan diri dari godaan-godaan. Seperti dilambangkan dengan makan, minum serta hubungan biologis.

Pahala puasa tidak tergantung seberapa jauh kita lapar atau haus. Melainkan tergantung pada apakah kita menjalankannya dengan iman dan ihtisab kepada Allah serta penuh introspeksi atau tidak. Karena itu kalau kita sedang puasa kemudian lupa, lantas makan dan minum, maka Rasulullah mengajarkan agar kita bersyukur kepada Allah yang telah memberi makan dan menyirami kita dengan air minum. Hal ini tidak membatalkan puasa kita.

Bukti lebih jauh bahwa pahala puasa tidak tergantung pada soal lapar dan dahaga adalah disunatkannya berbuka puasa sesegera mungkin yang disebut ta'jil. Jadi semakin cepat kita berbuka puasa, makin besar pahalanya. Sedangkan sahur disunatkan seakhir mungkin. Maka makin akhir sahur kita, makin besar pahala kita. Dan Nabi tetap menganjurkan kita sahur meskipun tidak nafsu makan dan merasa kenyang. Karena menurut beliau dalam sahur ada berkah.

Ini semua menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki kita tersiksa. Tetapi Allah menghendaki kita melatih menahan diri. Melatih menahan dari godaan-godaan. Maka pahala ibadah puasa tergantung kepada seberapa jauh kita bersungguh-sungguh melatih menahan diri, melatih untuk tidak tergoda, sebab kelemahan manusia memang tidak bisa menahan diri. Dalam al-Qur'an banyak disebutkan bahwa di antara kelemahan manusia itu ialah pandangannya yang pendek.

كَلّا بَل تُحِبّونَ العاجِلَةَ وَتَذَرونَ الءاخِرَةَ

"Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat." (Q75:20-21)

Karenanya kita gampang tergoda, menganggap sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik. Kemudian kita ambil, padahal nanti di belakang hari akan membawa malapetaka. Dosa tidak lain adalah demikian itu. Sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenangan, tapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Ini dikarenakan efek kelemahan manusia yang tidak  sanggup melihat akibat perbuatannya dalam jangka panjang, lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendeknya. Jadi kelemahan manusia ialah mudah tergoda.

Sebagaimana pernah dibicarakan dan dilambangkan dalam kisah Adam. Bagaimana dia dipersilahkan hidup di surga bersama istrinya dan menikmati apa yang berada di surga itu dengan bebas semau mereka, tetapi dipesan untuk tidak mendekati pohon tertentu. Namun Adam melanggar ketentuan Tuhan dengan mendekati  pohon dan memetik buahnya yang terlarang. Dia pun jatuh diusir dari surga secara tidak terhormat. Ini adalah simbolisasi dari keadaan kita semuanya. Karena kita ini adalah anak cucu Adam (Bani Adam). Kita semua punya potensi untuk jatuh tidak terhormat kalau kita tidak tahu batas, tidak bisa menahan diri. Maka puasa disediakan untuk melatih menahan diri itu.

Kita lahir dalam fitrah. Berarti kita hidup dalam kesucian. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bahagia. Ini bisa dilihat bagaimana agama kita mengajarkan bahwa kalau anak meninggal sebelum akil baligh, maka dia masuk surga, karena masih dalam kesucian. Karena itu juga, kita harus konsekuen menerapkan dalil bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik sebelum terbukti jahat.

Olehnya pergaulan manusia harus mendahulukan husn-u'l-zhann (prasangka baik). Tidak boleh mendahulukan syu'-u'l-zhann (prasangka buruk). Akan tetapi karena kelemahan kita itu mudah tergoda, sehingga sedikit demi sedikit, diri kita menumpuk debu-debu dosa, dan membuat hati kita menjadi gelap. Padahal semula terang yang disebut nurani dan berarti cahaya. Tapi lama-kelamaan menjadi gelap sehingga menjadi zhulmani, dari kata zhulm yang artinya gelap.

Dalam bahasa al-Qur'an dosa disebut zhulm. Sehingga orang yang berbuat dosa disebut Zhalim, artinya seseorang yang melakukan sesuatu dan membuat dirinya dan kesuciannya (fitrahnya) serta hati nuraninya menjadi gelap. Apabila kita mencapai suatu titik di mana kita tidak lagi menyadari bahwa perbuatan kita itu jahat, maka inilah yang disebut dengan kebangkrutan ruhani. Dalam al-Qur'an banyak sekali dilukiskan antara lain bahwa setan telah menghiaskan kepada manusia segala macam keburukannya sehingga tampak seperti baik.

أَفَمَن زُيِّنَ لَهُ سوءُ عَمَلِهِ فَرَءاهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشاءُ وَيَهدى مَن يَشاءُ ۖ فَلا تَذهَب نَفسُكَ عَلَيهِم حَسَرٰتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ بِما يَصنَعونَ

"Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."(Q35:8)

Problem terbesar dalam masyarakat adalah menghadapi orang yang menjalankan hal-hal yang sebetulnya tidak baik, akan tetapi justru merasa berbuat baik, maka dalam al-Qur'an diingatkan:

قُل هَل نُنَبِّئُكُم بِالأَخسَرينَ أَعمٰلًا الَّذينَ ضَلَّ سَعيُهُم فِى الحَيوٰةِ الدُّنيا وَهُم يَحسَبونَ أَنَّهُم يُحسِنونَ صُنعًا

"Katakanlah: ""Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Q18:103-104)

Kalau kita sampai kepada stadium seperti ini maka ini adalah suatu malapetaka dan kita sebetulnya sudah keluar dari surga. Ibarat Adam yang sudah diusir, kita memasuki suatu kesulitan, yaitu kesulitan adzab neraka, sekalipun hanya secara spritual, sebab belum menjadi kenyataan seperti di hari kemudian sesudah mati.

Itulah sebabnya Allah menyediakan bulan puasa supaya kita sempat mensucikan diri. Membuat diri kita kembali suci. Sehingga bulan puasa bukan saja bulan suci tetapi bulan pensucian. Dan kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa dengan iman, yaitu dengan penuh percaya kepada Allah swt dan ihtisab, yang berarti mawas diri, menghitung diri sendiri atau introspeksi, yaitu kesempatan bertanya dengan jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini orang baik dan seterusnya.

Nabi menjanjikan kalau kita berhasil, maka seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah swt. Dan konsekuensinya pada waktu kita selesai berpuasa, yaitu pada tanggal satu syawal, kita ibarat dilahirkan kembali (born again). Itulah yang kita rayakan dengan idul fitri. Kembalinya fitrah kepada kita, dan kita pun harus tampil sebagai manusia suci dan baik in optima forma, sebaik-baiknya kepada sesama manusia, juga kepada sesama makhluk.

Itulah sebetulnya semangat idul fitri. Kemudian kita ucapkan min-a'l-'a'idin-a wa'l-faizin, semoga kita semuanya termasuk orang yang kembali ke fitrahnya dan sukses serta memperoleh bahagia. Maka Allah berfirman di dalam kaitannya dengan idul fitri itu.

وَلِتُكمِلُوا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلىٰ ما هَدىٰكُم وَلَعَلَّكُم تَشكُرونَ

"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Q2:185)

Karena sebetulnya kita semua tidak sanggup berbuat baik, maka kita harus cukup rendah hati bahwa kita berbuat baik inipun adalah sebagai rahmat Allah dan dengan rendah hati mengucapkan La hawla wala quwwata illa bi 'l-Lah, tidak ada daya dan tenaga kecuali dengan Allah. Karena kita berhasil menjalani puasa selama satu bulan, maka kita harus bersyukur kepada Allah. Oleh karena itu bacaan yang paling dianjurkan dalam hari raya ialah takbir, tahmid dan tahlil, yaitu ucapan Allahu akbar, ucapan al-hamd-u li 'l-Lah dan ucapan la ilaha illa'l-Lah.

Dikutip dari buku Pesan-pesan Takwa Nurcholish Madjid

Kamis, 18 Juli 2013

HIKMAH DI BALIK PUASA RAMADHAN


Segala puji bagi Allah. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rosulullah Muhammad Saw.

 

Marilah kita baca lagi Firman Allah yang sering kita dengar di bulan Ramadhan ini.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS 2.183)

 

Di ujung ayat terdapat kalimat, LAALLA, yang artinya agar, semoga, atau mudah-mudahan. Ini dimaksudkan bahwa pelaksanaan ibadah puasa mampu membawa seseorang untuk memiliki sifat takwa.

 

Di dalam dunia fisik atau materi ada istilah antivirus. Beragam penyakit yang seperti AIDS, flu burung, flu unggas, dan seterusnya dapat berujung pada kematian bila tidak diberi antivirus.

 

Begitu pula dengan iman dan islam kita. Tanpa adanya antivirus takwa, keimanan dan keislaman kita bisa mati, Kematian itu bisa menimpa pada anak-anak, remaja, dewasa, atau orang tua.

 

Tanpa antivirus takwa, manusia hari ini jadi gelap tanpa pedoman, hidup sering diwarnai kepura-puraan.

 

Anak berpura-pura baik di hadapan ibu-bapaknya. Murid berpura-pura baik di hadapan guru-gurunya. Para guru dan orang tua berpura-pura baik di hadapan anak didiknya. Para muballig berpura-pura baik di hadapan pendengarnya. Isteri berpura-pura baik di hadapan suami. Suami berpura baik di hadapan isteri. Dan seterusnya, dan seterunya. Semua akibat ketiadaan antivirus dosa, yaitu TAKWA.

 

Tanpa adanya antivirus takwa itu, segala aktifitas dan amal yang setiap hari kita lakukan hanya berujung pada pujian dan penghargaan manusia lain.

 

Saat itulah Romadhan hadir. Allah sediakan peluang bagi manusia yang tengah asyik berdosa dan berpura-pura agar kembali membetulkan segala kekeliruan.

 

Antivirus takwa inilah yang diwasiatkan Allah di awal-awal kepada Nabi Adam,

 

يا بنى آدم قد أنزلنا عليكم لباسًا يوارى سوآتكم وريشًا، ولباس التقوى ذلك خير

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian TAKWA itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." ( Al-A'raf : 26)

 

Takwa adalah tujuan puasa. Secara bahasa, takwa itu takut, senantiasa jauh, dan berhati-hati. Sedangkan menurut istilah, takwa tidak hanya bermakna takut dan menjauh, tetapi juga membawa maksud cinta dan mendekat.

 

Takwa tidak berbentuk fisik. Tidak segi enam, bujur sangkar, bulat, atau persegi. Tidak juga bertablet atau berkapsul. Ia adalah siraman keimanan dalam bentuk ruhani. Tidak terlihat mata, tidak tercium hidung, dan tidak terdengar telinga.

 

"Takwa itu tempatnya di dalam hati, bukan hati dalam bentuk fisik, melainkan hati nurani di dalam diri," begitu kata Rasulullah.

 

Umar pernah ditanya sahabatnya mengenai takwa. Katanya, bahwa takwa itu seperti melewati jalan berduri. Butuh kesiagaan, usaha, dan kehati-hatian, agar tidak terjatuh dan menginjak duri itu.

 

Dengan perumpamaan takwa dari Umar itu, semoga kita bisa mengambil pelajaran,  untuk terus berhati-hati dalam setiap tingkah laku, percakapan, tulisan, ibadah, niat, kerja, pergaulan, dan semua aspek kehidupan kita.

 

Barakallah … Bhayangkara, 19 Juli 2013.

Memaknai Isra' Mi'raj Sebagai Perjalanan Keilmuan

a

Link Internal

Prof.Dr.H.Imam
Prof. Dr. H. Mudjia
PKPBI
PKPBA
Sertifikasi Dosen
Perpustakaan
Ma'had
EL ZAWA
Penjaminan Mutu
UIN-MALIKI PRESS
LEMLITBANG
LPM
Self Access Center (SAC)
Infopub
UIN Blogger
Slide by Rector
Rector Article Files
PR 1 Article Files
Kemahasiswaan UIN

Link Eksternal

Kementerian Agama
SPMB-PTAIN
Ditjen Pendis Kemenag
PKES Interaktif

Pohon Ilmu UIN Maliki

Kolom PR 1

Runtuhnya Karakter
Bangsa dan Urgensi
Pendidikan Pancasila (1)

Metode Pengumpulan
Data Penelitian Kualitatif

Fungsi Teori dan State of
the Arts dalam Penelitian

More Articles

Kolom PR 2

Dinamisasi Hukum dalam
Realitas Sosial

Memperluas Cakrawala
Ajaran

Paradigma Metodologi
Penelitian Hukum

More Articles

Tentang Situs

Bagaimana Pendapat
Anda Tentang Website
Kami?
Menarik

Bagus

Bermanfaat

Biasa-biasa saja

Pilih Hasil

Sekilas Info

Kalender Akademik UIN
MALIKI Malang 2011/2012
dapat di download di_sini

Pengunjung

Kami memiliki 273
Tamu online

Hari ini 19281
Kemarin 42396
Minggu ini 19281
Bulan ini 19281
Total 29506770

© UIN Maliki Malang
Jalan Gajayana 50 Malang 65144
+62 341 551354

Memaknai Isra' Mi'raj
Sebagai Perjalanan
Keilmuan

RABU, 29 MEI 2013 23:14

Banyak orang memahami, bahwa
isro' mi'raj adalah sebagai
peristiwa spiritual. Pemahaman
seperti itu kiranya tepat. Sebab
kegiatan itu, selain tidak bisa
dirasionalkan, juga hanya dialami
oleh Nabi sendiri. Orang lain,
walaupun shahabatnya sendiri
misalnya, tidak akan bisa diajak
serta. Perjalanan di malam hari
itu, hanya bisa dipahami lewat
keimanan, sebagaimana
ditunjukkan oleh Abu Bakar.

Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan peristiwa yang
menakjubkan itu sebenarnya
dapat dipahami dari perspektif
lain, misalnya tentang betapa
seharusnya umat manusia
memahami ilmu pengetahuan.
Selain itu juga menggambarkan,
betapa luas ilmu pengetahuan itu
menurut pandangan Islam, dan
bagaimana seharusnya mencari
dan mengembangkan. Sementara
itu, yang banyak kita saksikan
tatkala menyebut ilmu yang
bernuansa Islam selalu terbatas,
yaitu ilmu-ilmu yang terkait
dengan syari'ah, dasar-dasar
pemahaman agama atau
ushuluddin, dan sejenisnya.

Cara pandang tersebut tentu tidak
salah. Akan tetapi, dari kisah isra'
dan mi'raj kiranya justru
seharusnya direnungkan kembali,
bahwa wilayah keilmuan yang
ditunjukkan Dzat Pemilik Ilmu
lewat peristiwa yang
menakjubkan itu sedemikian
luas. Dari isra' dan mi'raj, Nabi
dengan didampingi oleh Malaikat
Jibril, ditunjukkan oleh Allah di
antara ilmu-Nya yang amat luas.
Dikatakan "linuriyaahu min
ayaatina". Nabi dipanggil untuk
menjelajah ke tempat yang hingga
tidak mungkin orang lain,
siapapun mereka, bisa
menjalaninya.

Lewat kisah isra' mi'raj itu,
sekembali dari sidratul
muntaha,nabi kemudian
menceritakan kepada para
sahabatnya tentang apa saja
yang dilihat dari perjalanan yang
hanya semalam itu. Berbagai hal
dan peristiwa dilihat,yang
semuanya adalah merupakan
ayat-ayat Allah. Lewat peristiwa
itu, Nabi diperjalankan pada jarak
yang sedemikian jauh, yang tidak
mungkin diukur dengan ukuran
yang bisa dihitung oleh manusia
melalui teknologi supra modern
sekalipun. Jarak yang
sedemikian jauh dan juga
pengetahuan yang sedemikian
banyak dan luas hanya
memerlukan waktu dalam satu
malam.

Nabi juga diperlihatkan tentang
langit yang berlapis-lapis,
disebutkan hingga berlapis tujuh.
Sementara ini, para ilmuwan
hingga kini belum mengenal
tentang konsep itu. Bahwa langit
adalah berlapis tujuh adalah
informasi yang kita dapatkan dari
al Qur'an, dan juga lewat kisah
yang dibawa oleh Nabi
Muhammad ketika mi'raj. Selama
ini, belum pernah ada informasi
tentang adanya lapis-lapis pada
langit itu. Mungkin suatu saat,
informasi itu dibenarkan oleh
hasil kajian ilmu pengetahuan.

Hal seperti tersebut itu adalah
sama dengan informasi dari nabi
tentang betapa besar jumlah
bintang di jagad raya ini. Suatu
ketika, nabi pernah ditanya oleh
sahabatnya tentang jumlah
berbagai jenis bintang di jagad
raya. Nabi menjawab, bahwa
jumlah bintang itu lebih banyak
dari pasir di laut. Kiranya belum
juga ada temuan tentang jumlah
pasir, apalagi di laut yang
sedemikian luas. Akan tetapi,
Nabi menggambarkan tentang
jumlah bintang itu jauh lebih
banyak dibanding jumlah pasir di
laut. Sekarang ini, sudah mulai
ada ilmuwan yang memberi
informasi tentang benda-benda
langit, dan dikatakan bahwa
memang milyaran jumlahnya.

Utusan Allah ini juga
dipertemukan dengan nama-nama orang yang sebelumnya
hanya dikenali dari namanya,
yaitu Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan
lain-lain. Semua nabi itu
sebenarnya sudah wafat jauh
sebelum masa kehidupan Nabi
Muhammad diutus ke muka bumi.
Akan tetapi, lewat isra' dan mi'raj,
ternyata dalam kisahnya, ditemui
oleh utusan Allah yang terakhir
ini. Maka wahyu yang mengataan
bahwa, telah ada di masa dahulu
para kekasih Allah dan mereka
sudah wafat tetapi dapat hidup
kembali, ternyata benar-benar
disaksikan sendiri oleh
Rasulullah. Ayat-ayat Allah itu
berhasil diketahui oleh Nabi
melalui isra' dan mi'raj.

Lewat kisah itu, saya
merenungkan bahwa ternyata
Nabi diperlihatkan dan diajari oleh
Allah ilmu pengetahuan yang
sedemikian luas. Ciptaan Allah
yang maha luas itu berhasil
dikenali oleh Nabi Muhammad
melalui mi'raj. Atas dasar
pemahaman itu, saya
berimajinasi, bahwa anak-anak di
sekolah atau mahasiswa di
kampus, --------sebagaimana
nabi, diajak oleh gurunya
mehamai alam semesta melalui
pelajaran biologi, fisika, sejarah,
antropologi, kimia, sosiologi,
matematika, psikologi, bahasa,
sastra dan lain-lain. Oleh karena
itu, para guru yang sehari-hari
mengajarkan ilmu-ilmu
dimaksud, melakukan peran-peran sebagaimana Malaikat
Jibril, mendampingi para siswa, --------sekalipun terbatas,
mempelajari ayat-ayat Allah
untuk keperluan mengenal-Nya.

Manakala pemaknaan tersebut
yang kita kembangkan, maka
sebenarnya lewat peristiwa isra'
dan mi'raj yang dahsyad ini akan
membuka mata kepala kita
semua, bahwa agar seseorang
yakin, ainul yakin, dan bahkan
haqqul yakin terhadap kebenaran
yang dibawa oleh utusan-Nya,
yaitu Muhammd saw., maka
semua jenis pelajaran di sekolah
adalah bagian dari upaya untuk
mengantarkan peserta didik
mengenali dirinya sendiri dan
selanjutnya agar mampu
mengenal Tuhannya. Oleh karena
itu, sementara ilmu yang selama
ini diangap tidak ada kaitannya
dengan al Qur'an dan hadits, --------yaitu ilmu alam, ilmu sosial,
dan humaniora, maka justru
menjadi bukti untuk mengenal
Tuhan. Atas dasar pandangan itu,
maka sebenarnya peristiwa isra'
mi'raj bukan saja merupakan
perjalanan spiritual, melainkan
juga perjalanan keilmuan.
Wallahu a'lam.

http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3853:memaknai-isra-miraj-sebagai-perjalanan-keilmuan&catid=25:artikel-imam-suprayogo

Home

Idul Fitri, BIkin Hidup Lebih Bermakna

الخطبة الأولى

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ

 ) الْحَمدُ لله كَثيْرًا واللهُ أكْبَرُ كَبِيْراً ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً ، لَهُ الْحَمْدُ جَلَّ وَعَلاَ عَلىَ نَعْمَائِهِ ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلىَ سَرَّائِهِ ، وَلَهُ الصَّبْرُ عَلىَ مَا قَضَى مِنْ بَلاَئِهِ ، وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، نَبِيُّهُ الْمُصْطَفَى ، وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلهِ وَأصَحَابِهِ أجْمَعِيْنَ ، أمَّا بَعْدُ ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ ، وَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى . قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT Marilah kita senantiasa tingkatkan iman dan taqwa pada Allah swt, terutama setelah kita ditempa oleh Ramadhan selama sebulan penuh secara intensif, semoga Allah senantiasa menjaga ketakwaan kita hingga ajal menjemput kelak dan menerima seluruh amal baik kita, amin. Syukur alhamdulillah, baru saja kegiatan ibadah selama Ramadhan telah tuntas kita jalankan. Kita berharap semoga semua amal kita diterima Allah, dan semoga semuanya menjadi media refresing yang mampu mengurangi kegundahan dan kepenatan hidup selama ini dan bisa mengurai berbagai masalah hidup yang mendera kita.

Semua kita punya masalah hidup, baik itu masalah diri kita sendiri, masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah dengan masyarakat. Terlebih kita hidup sekarang ini di zaman modern yang banyak tantangan dan godaan, di mana budaya korupsi, narkoba, seks bebas, penjajahan budaya, lunturnya jati diri bangsa, bobroknya moral. Syeikh Ali Al-khawwas, dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, menawarkan lima solusi dari persoalan di atas:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلاَءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ الَّليْلِ؛ وَالتَّضَرُّعِ عِنْدَ السَحْرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْن.

Obat hati ada lima; membaca al-Quran dan menghayatinya, mengosongkan perut, bangun malam, dzikir khusyu' tengah malam, berteman dengan orang-orang baik.

Dzikir, munajat dan baca al-Quran pun telah selesai kita panjatkan kehadirat Allah. Itulah sumber mata air ilahiyah yang mengalirkan keteduhan dan meneteskan embun kesejukan dalam sanubari kita. Ini sesuai firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ . الرعد 28

Hati orang-orang mukmin itu menjadi tenang dengan mengingat Allah, Ingatlah hanya dengan mengingat Allah jua lah hati menjadi tenang.

Allah telah mentakdirkan kita, manusia ini, sebagai makhluk sosial, yakni makhluk yang selalu membutuhkan bantuan orang lain sekaligus dibutuhkan orang lain. Sehingga Islam mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat. Untuk itu, Islam mengajak kita untuk pandai-pandai memilih teman dan tetangga yang baik-baik agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang justru menjauhkan kita dari Allah. Islam mengajak kita untuk berbagi kasih dengan sesama melalui zakat, infaq maupun sedekah. Dengan demikian, hubungan kita dengan sesama yang selama ini cenderung nafsi-nafsi, egois dan tak ramah, kembali terjalin hubungan yang harmonis. Rasulullah bersabda:

السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللهِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنَ الْجَنَّةِ وبَعِيدٌ مِنَ النَّارِ . رواه البيهقي

Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, akrab dengan manusia, dekat dengan surga dan dijauhkan dari neraka.

Qiyamullaili yang telah kita jalankan, shalat tarawih, witir, tahajjud dll, juga ikut berperan mempertajam kepekaan spiritualitas kita, dan mampu menghadirkan kefitrahan kita sebagai makhluk Allah. Tugas utama manusia adalah menjadi hamba dan abdi dari sang pencipta. Sekecil apapun perbuatan kalau itu diperintahkan Allah atau mendatangkan ridlo Allah, maka itulah prioritas hidup yang kita jalani. Misi seorang muslim, tujuan hidupnya adalah ibadah dan cita-cita hidupnya ridlo Allah.

Ramadhan juga telah mengistirahatkan kerja organ biologis kita untuk sementara waktu dengan berpuasa mulai fajar sampai maghrib, agar nafsu kita terbiasa dalam mengendalikan makanan, minuman, hubungan biologis yang tidak halal. Keserakahan hidup biasanya diawali dari keserakahan dalam mengkosumsi tiga hal di atas, kemudian akan menjelma menjadi keserakahan jabatan, politik, eksploitasi lingkungan.

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT.  Berkurangnya beban hidup dan tekanan batin, pasca menjalani terapi puasa dan qiyamullail sebulan penuh, akan menjadi semakin sempurna dengan kehadiran hari raya Idul Fitri seperti pada hari ini. Perayaan Idul fitri/lebaran ini sungguh merupakan hiburan murah dan obat gratis untuk menyembuhkan segala derita kita selama ini. Lebaran mampu menyatukan anggota keluarga yang sebelumnya bercerai-berai. Lebaran dapat mengobati kerinduan orang tua pada anak-anaknya. Lebaran memberi kesempatan bagi anak untuk mencurahkan baktinya yang terbaik pada orangtua, baik saat beliau masih hidup maupun setelah meninggal.

Lebaran mengingatkan kita semua pada masa lalu yang indah bersama keluarga di kampung kelahiran yang sederhana dan bersahaja, sekaligus mengingat kembali pengorbanan dan jasa-jasa keluarga yang mengantarkan kita menjadi sukses seperti sekarang ini. Semua itu pasti mendatangkan keberkahan umur dan kemudahan rizki, sebagaimana sabda Rasulullah:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ ، أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه . رواه البخاري

Barang siapa yang ingin rizkinya diluaskan dan umurnya dipanjangkan maka bersilaturrahimlah. Demi mengejar kemuliaan lebaran tersebut, sebagian saudara kita rela berdesak-desakan di dalam kendaraan yang bising dan pengap, sambil membawa tentengan tas yang berat. Bagi mereka, kondisi semacam itu tidak jadi soal, bahkan resiko perjalanan pun telah siap mereka terima. Harta bisa dikejar kapan saja, tapi momen untuk memadu kasih bersama keluarga di hari lebaran adalah sebuah dambaan yang tidak mungkin ditunda ataupun diganti.

Dengan kehadiran Ramadhan dan dikuti oleh hari raya Idul Fitri, kekeringan jiwa sudah mulai tersegarkan oleh tetesan embun ilahiyah, ruang-ruang hampa dalam tubuh kita, juga sudah mulai terisi, yaitu ruang sosial, ruang historis, ruang spiritual, ruang psikis dan biologis.

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT Mari kita bertekad untuk menciptakan nuansa Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari kita, mari kita tradisikan qiyamullaili karena ia adalah senjata pamungkas kita guna menghadapi kegalauan hidup. Melalui Ramadhan kita telah dilatih untuk berperilaku takwa secara permanen dan istiqamah, bukan dilatih untuk meninggalkannya setelah bulan berganti. Allah adalah tuhan kita di siang dan malam, disini dan disana, dulu dan sekarang, di dalam dan di luar Ramadhan.

Karenanya kita harus beristiqamah dalam ibadah, dalam al-Quran Allah berjanji:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ . فصلت :30

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan tuhanku adalah Allah, kemudian mereka beristiqamah, maka para malaikat akan turun pada mereka seraya mengatatakan, janganlah kalian taku dan sedih, bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan untuk kalian.

Itulah inti hidup yang harus kita pertahankan, agar ketenangan dan kualitas hidup menjadi milik kita. Amin. Terakhir, kita semua berharap semoga Allah, dengan agungnya ampunan-Nya, menjadikan ruh dan jiwa kita kembali fitrah, kembali suci dari segala dosa seperti saat kita terlahir di dunia ini, Ya Allah kalau engkau menghadirkan kami di dunia dalam kondisi fitrah, kami mohon ketika suatu saat kami berpulang juga pulangkan kami dalam keadaan fitrah.

Ya Allah beri kami kesempatan lagi untuk berjumpa dengan Ramadhan pada tahun-tahun mendatang, agar kami menikmati indahnya Ramadhan.

أعوذُ باللهِ مِنَ الشيْطانِ الرَّجِيْمِ قَدْ أفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىْ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى ، جَعَلَنَا اللهُ وَإيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَأدْخَلَنَا وَإيَّاكُمْ فِيْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

الخطبة الثانية

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ

 الْحَمدُ للهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَاركَاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ التَّقْوَى. وَاعْلَمُوْا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالى إنَّ اللهَ وَمَلائِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يَا أيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ، الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ سَيِّدِنَا أبي بَكْرِ نِ الصِّدِّيْقِ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ كُلِّ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، الَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الحْاَجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.


http://cahayaqurani.wordpress.com/2012/08/12/materi-khutbah-idul-fitri-2012-m-1433-h/

Rabu, 17 Juli 2013

Khutbah Idul Fitri 1433H: Jadikan Lebaran Ini “Milestone” Silaturrahmi


بسم الله كلمة المعتصمين ومقالة المتحرزين ونعوذ بالله تعالي من جور الجائرين وكيد الحاسدين وبغي الظالمين ونحمده فوق حمد الحامدين . أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له المالك ألحق المبين وأشهد أن محمد عبده ورسوله أرسله الله تعالي رحمة للعالمين و نصلي ونسلم علي حبيب إله العالمين سيدنا محمد واله الطيبين الطاهرين و اصحابه الميامين المنتجبين

قال الله تعالي في كتابه الكريم::

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


Marilah kita mulai dengan menyampaikan rasa syukur kita kepada Yang Mahakasih. Dengan anugrahNya juga, Dia telah mengantarkan kita pada  Lebaran tahun ini, pada 'Idul Fitri 1433H.  Marilah kita tengok sejenak ...orang-orang di sekitar kita pagi ini.  Mari kita kenang orang-orang di sekitar kita pada Idul Fithri yang lalu.  Sebagian di antara mereka tidak lagi bersama kita. Mereka tidak lagi tertawa ria menjelang buka terakhir kemarin;  mereka juga tidak  berangkat ke tanah lapang pagi ini; mereka juga tidak akan mengulurkan tangannya untuk saling memaafkan sebentar lagi hari ini.  Mereka telah  dipanggil,  insya Allah, untuk berlabuh di pangkuan kasih sayang Ilahi.

Lebaran sering kita jadikan tonggak-tonggak utama, "milestones" dalam sejarah kita, sejarah keluarga kita,  sejarah bangsa kita, bahkan   sejarah  agama kita, sejarah umat Islam.  1431 tahun yang lalu, Nabi saw memimpin salat 'Id yang pertama.  Ia mengungkapkan rasa syukurnya karena Allah swt telah menganugrahkan kemenangan  kepada kaum mukminin dalam Perang Badar.  1321 tahun setelah itu, bangsa Indonesia memperingati Idul Fitri setelah melepaskan belenggu penjajahan dan menyatakan kemerdekaannya. 

Hari ini, kita melakukan salat Idul Fitri tiga hari setelah memperingati  kemerdekaan kita.   Mari kita jadikan Idul Fitri tahun ini sebagai "milestone" dalam sejarah umat Islam di Indonesia.  Prasasti apakah yang akan kita ukirkan pada  tonggak  sejarah tahun ini?  Mungkin kita bangga karena membludaknya jemaah tarawih di masjid-masjid pada awal Ramadhan,  atau  miliran uang yang terkumpul dari zakat fitrah saja, atau   pengajian yang  ramai di kantor-kantor  dan gema Ramadhan pada berbagai media elektronik ? Sekiranya Rasulullah saw bertanya kepada kita apa yang kita torehkan pada  tonggak sejarah Idul Fitri tahun ini, apa yang harus kita ceritakan kepada beliau.

Lima belas abad yang lalu, Nabi saw bersabda[1]: 

سيأتي زمان على أمتي لا يبقي من القران إلا رسمه ولا من الاسلام إلا إسمه يسمون به وهم أبعد الناس منه مسا جدهم عامرة وهي خراب من الهدي فقهاء ذلك الزمان شر فقهاء تحت ظل السماء منهم خرجت الفتنة واليهم تعود 

Akan datang kepada umatku satu zaman, ketika tidak tersisa dari Al-Quran kecuali aksaranya; tidak tersisa dari Islam kecuali namanya. Mereka menamakan dirinya dengan nama Islam, tetapi mereka orang yang paling jauh dari Islam. Masjid-masjidnya ramai, tetapi kosong dari petunjuk. Para ulama di zaman itu adalah seburuk-buruknya ulama di bawah lindungan langit. Dari mereka keluar fitnah  (kekacauan, bencana) dan kepada mereka fitnah itu kembali. 

Saudara-saudara:  apakah sabda Nabi saw ini harus kita pahatkan pada "milestone" Lebaran tahun ini di negeri kita.  Kita menyaksikan orang-orang yang menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk  membenarkan kesesatannya, untuk memperoleh keuntungan-keuntungan duniawi, untuk menghakimi sesama Muslim. Nabi saw pernah meramalkan bakal muncul satu kaum yang ibadahnya memukau kalian tetapi Al-Quran hanya sampai tenggorokannya.  Mulut-mulut yang melantunkan kalimah-kalimah suci adalah mulut-mulut yang juga menghamun maki.  Inilah  Al-Quran yang sudah kehilangan ruhnya. 

Kita juga melihat orang yang menamakan dirinya umat Islam, tetapi perilakunya menyimpang jauh dari missi Rasulullah saw. Bukankah beliau diutus untuk menyebarkan kasih  ke seluruh alam, rahmatan lil 'Alamiin

Seorang Muslim disebut Muslim, karena muslim (dalam bahasa Arab) berarti menyelamatkan, membahagiakan, dan mensejahterakan. "Tahukah kamu siapakah orang Islam?" tanya Rasulullah saw pada haji wada'. "Orang Islam ialah orang yang menyelamatkan orang lain dari gangguan lidah dan tangannya." 

Seorang muslim disebut juga  mu'min,  karena mu'min (dalam bahasa Arab) artinya  menyebarkan rasa aman, damai, dan tentram.  "Tahukah kamu siapakah orang beriman? Orang beriman ialah orang yang sesamanya merasa terlindungi (karena kehadirannya)  dalam kehormatannya, jiwa nya dan hartanya,"  kata Nabiyur Rahmah masih di padang Arafah pada haji terakhirnya.  Pada kesempatan lain, Nabi saw bersabda, "Orang beriman itu  ditandai dengan empat hal:  muka yang ramah, lidah yang lembut, hati yang penuh kasih, dan tangan yang suka memberi."[2] 

Di manakah Muslim yang missi hidupnya membahagiakan orang-orang di sekitarnya? Di manakah Mukmin yang  melindungi kehormatan, jiwa, dan harta sesamanya?  

"Masjid-masjidnya ramai tetapi kosong dari petunjuk"  Itulah masjid yang  jemaahnya bukan terdiri dari kaum muslimin dan kaum mukminin seperti yang dijelaskan Nabi saw.  Mereka menyebut dirinya Muslim, tetapi merekalah manusia yang paling jauh dari Islam.  Ke masjid-masjid itu berdatanganlah para ulama, bukan untuk menyebarkan petunjuk, tetapi untuk  menebar fitnah –kerusuhan, kekacauan, dan perpecahan.  "Dari mereka berasal fitnah dan kepada mereka fitnah itu kembali" sabda Nabi saw. 

Apakah yang hilang dari bacaan Al-Quran, apa yang hilang dari keislaman, apa yang hilang dari keimanan, apa yang hilang dari masjid-masjid dan para ulama?  Esensi, roh, spirit dari seluruh ajaran yang dibawa Nabi saw. Apa roh al-Quran, Islam, Iman, masjid dan ulama?  Cinta kasih.    Jika seluruh ajaran Islam disimpulkan dalam dua kalimat: Islam mengajarkan kepada kita untuk bertakwa kepada Allah yang Mahaesa dan  menyebarkan kasih sayang kepada seluruh makhlukNya:
 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta tolong satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kasih sayang di antara kalian. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (Al-Nisa /4:1).  

Khothbah II

Saudara-saudara:

Segera  setelah salat 'Id, pancangkanlah tonggak silaturahmi  dlam perjalanan sejarah kita.   Selama ini, kita telah menanam pohon penuh duri di tengah jalan raya kehidupan. Semua orang yang  melewati kita, kita tusuk mereka dengan duri-duri tajam kita, kita sakiti hati mereka. Kita cabik-cabik  perasaan mereka dengan keangkuhan kita.  Makin sering orang-orang itu hadir di depan kita, makin banyak  luka-luka dalam jantungnya, makin banyak rintihan dan tangisannya.  

Di antara mereka itu adalah orang tua kita.  Temuilah mereka,  kalau mereka masih hidup.  Kita  boleh jadi kecewa karena perilaku mereka. Marilah kita maafkan mereka dengan sepenuh hati. Kenanglah beban yang mereka tanggung untuk  melahirkan kita dan membesarkan kita.   Bersimpuhlah di hadapan mereka,  bahagiakan mereka, sehingga kamu melihat lagi di wajah-wajah mereka senyuman tulus yang menyejukkan hatimu.  Mohonkan maaf  kepada mereka karena selama ini ucapan dan perilakumu telah melukai mereka. 

Setelah itu,  pusatkan perhatianmu kepada orang-orang di sekitarmu yang selama ini kamu  sakiti karena ambisimu, yang kamu campakkan karena arogansimu,  yang kamu sia-siakan karena  kerakusanmu,  atau yang "sekedar" kamu abaikan karena kesibukanmu. Mereka itu pasanganmu, anak-anakmu, tetanggamu,  sahabatmu, seluruh umat manusia dan seluruh alam. Mereka adalah anggota dari keluarga besar Tuhan. Mereka  bukanlah orang  yang bisa kamu manfaatkan sekehendak hati kamu. Mereka adalah orang yang dihadirkan Tuhan  untuk kamu cintai dengan sepenuh hatimu. 

Di antara mereka, yang secara khusus Allah swt titipkankepada kita, adalah  orang-orang yang menderita, orang lemah, kaum fuqara dan masakin.  "Temui Aku di tengah-tengah orang yang hancur hatinya" firmah Tuhan yang Mahakasih. "Cari aku di tengah-tengah kaum dhu'afa kalian," sabda Nabiyur Rahmah.    

Buka hatimu,  pancarkan kasihmu,  sirami  semuanya dengan cintamu, bagikan kebahagianmu  kepada mereka.   Sambungkan pita-pita cintamu dengan pita-pita cinta semua orang, sehingga seluruh alam semesta didekap dalam belitan cinta!     "Sayangi semua orang yang di bumi, akan sayang kepadamu Dia yang di Langit, " Sabda Nabi saw. 

Marilah kita masukkan kasih sayang dalam keberagamaan kita, dalam keislaman kita. Karena itulah roh keislaman kita.  Itulah roh keimanan kita. Jadikan Lebaran ini  kembalinya lagi Islam setelah tinggal namanya, masuknya lagi al-Quran setelah tersisa  aksaranya,  bersinarnya lagi petunjuk Tuhan di masjid-masjid dan  tegaknya lagi wibawa para ulama setelah kehilangan ketauladannya.  

Doa

Ya Allah,
Aku mohon ampun  kepada-Mu
Di hadapanku ada orang yang dizalimi
Aku tidak menolongnya
Kepadaku ada orang berbuat baik
Aku tidak berterima kasih kepadanya
Orang bersalah meminta maaf kepadaku
Aku tidak memaafkannya
Orang susah memohon bantuan kepadaku
Aku tidak menghiraukannya
Ada hak orang mukmin dalam diriku
Aku tidak memenuhinya
Tampak di depanku aib Mukmin
Aku tidak menyembunyikannya
Dihadapkan kepadaku dosa
Aku tidak menghindarinya

Ilahi…
Aku mohon ampun dari semua kejelekan itu
Dan yang sejenis dengan itu
Aku sungguh menyesal
Biarlah itu menjadi peringatan
Agar aku tidak berbuat yang sama sesudahnya
Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya
Penyesalan atas segala kemaksiatan
Tekadku untuk meninggalkan kedurhakaan 
Jadikan itu semua taubat yang menarik kecintaan-Mu
Wahai Dzat yang Mencintai
Orang-orang yang bertaubat

[Disusun oleh KH DR Jalaluddin Rakhmat, Ketua Dewan Syura IJABI, untuk Khutbah 'Idul Fitri 1433 H/2012 M para khatib IJABI se-Indonesia]