Sabtu, 26 April 2014

Makna Sosial As-Shirath Al-Mustaqim

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Jalan hidup lurus penuh kenikmatan.

"Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat." (QS al-Fatihah [1]: 6-7)

Doa yang paling sering terucap setiap hari ialah
doa memohon petunjuk agar kita menemukan
jalan luas lagi lurus, as-shirath al-mustaqim,
sebagaimana diungkapkan dalam surah al-Fatihah ayat 6-7 seperti tersebut di atas.

Tiada rakaat shalat tanpa terucap doa itu.
Bayangkan jika kita shalat berkali-kali dalam
sehari, maka sebanyak itu kita melafalkan doa
tersebut.

Kata as-shirath al-mustaqim sesungguhnya
tidak lain ialah jalan lurus dan lapang, jalan
kebenaran sebagaimana dituntunkan di dalam
ajaran dalam Islam.

Jalannya orang-orang yang sukses di dalam
menjalani kehidupan, seperti yang dijalani para
nabi, para kekasih, dan hamba pilihan Tuhan
lainnya. Jalan hidup seperti itulah yang disebut
dengan jalan penuh kenikmatan.

Jalan kehidupan yang penuh kenikmatan ialah
jalan lurus dan datar yang sudah barang tentu
menjanjikan ketenangan bagi para
penempuhnya. Dalam kondisi apa pun ia tetap
stabil.

Jika dikaruniai rezeki yang lapang, dianugerahi
jabatan penting, atau sedang berada di dalam
puncak karier, ia tetap seperti apa adanya
dirinya, seolah tidak ada yang berubah, baik
dalam sikap maupun sifat.

Sebaliknya, jika diuji dengan kekecewaan,
penderitaan, musibah, dan penyakit, ia tetap
seperti apa adanya, tidak menunjukkan
kekecewaan dan perubahan berarti di dalam
hidupnya. Mereka ini dapat disebut penempuh
kenikmatan jalan hidup (an'amta 'alaihim).

Kebalikannya ialah jalan yang tidak stabil,
fluktuatif, turun-naik, dan berkelok-kelok, yang
sudah barang tentu sarat dengan guncangan.
Jalan hidup yang fluktuatif itu disimbolkan
dengan orang-orang yang tidak memiliki
konsistensi (istiqamah) di dalam menjalani
kehidupan.

Jika memperoleh kelapangan rezeki,
dipromosikan menduduki jabatan penting, atau
sedang berada di dalam puncak popularitas,
maka ia lupa diri, mabuk, angkuh, dan sombong.
Sifat-sifat ini tentu sangat tercela, bukan hanya
di mata manusia tetapi juga di mata Allah SWT.
Karena itu, penempuh jalan seperti ini disebut
orang-orang dimurkai (al-maghdhub).

Jalan hidup fluktuatif juga bisa di dalam bentuk
seseorang menjatuhkan diri ke dalam
keputusasaan, bahkan dengan membinasakan
dirinya sendiri pada saat dilanda kekecewaan.

Misalnya ketika ia kecewa dengan
pengangguran yang dialaminya, dibakar oleh api
cemburu, atau merasa tersiksa dengan penyakit
kronis yang dideritanya. Orang-orang seperti ini
seperti tidak lagi menemukan cahaya kehidupan.
Ia menatap jalan hidupnya dengan penuh
kegelapan. Orang-orang seperti ini bisa disebut
penempuh jalan sesat (ad-dhallin).

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/14/04/26/n4mtoa-makna-sosial-asshirath-almustaqim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar