Minggu, 27 April 2014

Cermin

rmin?

Dalam masyarakat kita terkenal dengan
pepatah, "Rupa buruk cermin dibelah" yang
bermakna sudah menjadi kebiasaan setiap
kesalahan atau kekurangan diri, kita
cenderung mencari alasan dengan
menyalahkan orang lain disekitar kita. Kita
cenderung menyalahkan lingkungan yang
tidak lain adalah cermin bagi diri kita sendri.

Apabila engkau melihat aib (kesalahan) pada
diri orang lain, maka ucapkanlah dalam diri,
"Sungguh, aib itu ada pada diriku. Karena
seorang muslim adalah cermin bagi muslim
yang lainnya. Yang dilihat seseorang pada
cermin hanyalah bayangan dirinya sendiri"
demikian nasehat dari Syekh Muhammad
Amin Al-Kurdi yang layak untuk direnungi.

Kalau lingkungan, teman-teman, orang yang
kita kenal dan alam ini adalah cermin bagi diri
sendiri, maka apapun yang kita lihat adalah
diri kita sendiri. Kalau kita mengatakan orang
lain sombong maka seharusnya kita
menyadari bahwa itulah cermin diri kita yang
masih menyimpan perasaan sombong. Kalau
kita mengatakan orang lain penipu, pencuri
dan sekian banyak kesalahan tidakkah kita
sadari kalau itu adalah cermin dari diri kita
sendiri? Bukanlah itu adalah diri kita sendiri
yang terlihat pada sebuah cermin?

Sudah menjadi hukum alam bahwa segala
sesuatu di dunia ini tersusun dengan
demikian rapi. Ada hukum yang tidak tertulis
di alam ini yaitu hukum Ketertarikan (Law
Attraction) di mana benda yang sejenis dan
segelombang akan menarik benda yang sama
pula. Tidak mungkin kambing berkawan
dengan harimau atau ayam berkawan dengan
musang, masing-masing akan bersahabat
dan dekat dengan yang sejenis. Penipu akan
berkawan dengan penipu dan orang jahat
akan dekat dan menarik orang jahat yang
sejenis untuk dekat dengannya.

Kalau suatu saat anda diperlakukan tidak adil,
ditipu misalnya, biasanya kita lebih senang
menyalahkan orang yang menipu kita
daripada kita merenung dan menanyakan
dalam diri kita, magnet apa yang
menyebabkan kita menarik si penipu tersebut
sehingga bisa bersentuhan dengan kita?

Di dalam Terekat, Zikir adalah benteng yang
melindungi pengamalnya dari godaan-godaan atau serangan-serangan yang
membuat diri menjadi kacau dan mengikuti
gelombang yang sesat tersebut. Ketika ada
yang berani "menyerang" kita, apakah dalam
bentuk penipuan, mendapat kata-kata kasar
atau perlakukan tidak menyenangkan lainnya
berarti pertahanan kita telah bobol dan pos-pos yang seharusnya di isi dengan Dzikir
telah kosong sehingga bisa ditembus oleh
musuh.

"Hanya Wali yang Kenal dengan Wali"
demikian prinsip yang pernah kita ketahui
dalam dunia tasawuf. Artinya seorang
Kekasih Allah hanya bisa dikenali oleh orang
yang segelombang. Ketika dalam diri kita
masih membawa gelombang yang berbeda
maka sampai kapan pun kita tidak akan
pernah bisa berkenalan apalagi berdekatan
dengan Wali Allah.

Jadi, cara terbaik untuk memperbaiki hidup
agar lebih berkualitas adalah dengan banyak
bercermin dan merenungi diri sendiri.
Menumpahkan kesalahan kepada orang lain
hanya akan membuat kita senang sesaat
akan tetapi dalam jangka panjang akan
mendatangkan masalah yang jauh lebih besar
karena sudah menjadi hukum di alam ketika
kita mengeluarkan energi negatif maka energi
tersebut akan berlipat ganda dan akan
kembali kepada kita. Kalau anda mencaci
maki dan membuka aib (kesalahan) orang lain
maka tunggulah sudah menjadi hukum pasti
caci maki akan kembali kepada anda dan aib
anda akan diketahui oleh orang lain dalam
skala yang lebih luas.

Mari kita banyak bercermin kepada
lingkungan sekitar untuk memperbaiki diri
sendiri. Menutup tulisan ini saya mengutip
sebuah syair dari seorang penyair sufi
Hamzah Fanshuri, "Kembalilah menjadi diri
agar engkau lebih berarti". Wallahu'alam
Bishawab.

http://sufimuda.net/2012/10/07/cermin/?relatedposts_hit=1&relatedposts_origin=1922&relatedposts_position=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar