Jumat, 31 Mei 2013

Memaknai Isra' Mi'raj Sebagai Perjalanan Keilmuan

Memaknai Isra' Mi'raj
Sebagai Perjalanan
Keilmuan

RABU, 29 MEI 2013 23:14

Banyak orang memahami, bahwa
isro' mi'raj adalah sebagai
peristiwa spiritual. Pemahaman
seperti itu kiranya tepat. Sebab
kegiatan itu, selain tidak bisa
dirasionalkan, juga hanya dialami
oleh Nabi sendiri. Orang lain,
walaupun shahabatnya sendiri
misalnya, tidak akan bisa diajak
serta. Perjalanan di malam hari
itu, hanya bisa dipahami lewat
keimanan, sebagaimana
ditunjukkan oleh Abu Bakar.

Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan peristiwa yang
menakjubkan itu sebenarnya
dapat dipahami dari perspektif
lain, misalnya tentang betapa
seharusnya umat manusia
memahami ilmu pengetahuan.
Selain itu juga menggambarkan,
betapa luas ilmu pengetahuan itu
menurut pandangan Islam, dan
bagaimana seharusnya mencari
dan mengembangkan. Sementara
itu, yang banyak kita saksikan
tatkala menyebut ilmu yang
bernuansa Islam selalu terbatas,
yaitu ilmu-ilmu yang terkait
dengan syari'ah, dasar-dasar
pemahaman agama atau
ushuluddin, dan sejenisnya.

Cara pandang tersebut tentu tidak
salah. Akan tetapi, dari kisah isra'
dan mi'raj kiranya justru
seharusnya direnungkan kembali,
bahwa wilayah keilmuan yang
ditunjukkan Dzat Pemilik Ilmu
lewat peristiwa yang
menakjubkan itu sedemikian
luas. Dari isra' dan mi'raj, Nabi
dengan didampingi oleh Malaikat
Jibril, ditunjukkan oleh Allah di
antara ilmu-Nya yang amat luas.
Dikatakan "linuriyaahu min
ayaatina". Nabi dipanggil untuk
menjelajah ke tempat yang hingga
tidak mungkin orang lain,
siapapun mereka, bisa
menjalaninya.

Lewat kisah isra' mi'raj itu,
sekembali dari sidratul
muntaha,nabi kemudian
menceritakan kepada para
sahabatnya tentang apa saja
yang dilihat dari perjalanan yang
hanya semalam itu. Berbagai hal
dan peristiwa dilihat,yang
semuanya adalah merupakan
ayat-ayat Allah. Lewat peristiwa
itu, Nabi diperjalankan pada jarak
yang sedemikian jauh, yang tidak
mungkin diukur dengan ukuran
yang bisa dihitung oleh manusia
melalui teknologi supra modern
sekalipun. Jarak yang
sedemikian jauh dan juga
pengetahuan yang sedemikian
banyak dan luas hanya
memerlukan waktu dalam satu
malam.

Nabi juga diperlihatkan tentang
langit yang berlapis-lapis,
disebutkan hingga berlapis tujuh.
Sementara ini, para ilmuwan
hingga kini belum mengenal
tentang konsep itu. Bahwa langit
adalah berlapis tujuh adalah
informasi yang kita dapatkan dari
al Qur'an, dan juga lewat kisah
yang dibawa oleh Nabi
Muhammad ketika mi'raj. Selama
ini, belum pernah ada informasi
tentang adanya lapis-lapis pada
langit itu. Mungkin suatu saat,
informasi itu dibenarkan oleh
hasil kajian ilmu pengetahuan.

Hal seperti tersebut itu adalah
sama dengan informasi dari nabi
tentang betapa besar jumlah
bintang di jagad raya ini. Suatu
ketika, nabi pernah ditanya oleh
sahabatnya tentang jumlah
berbagai jenis bintang di jagad
raya. Nabi menjawab, bahwa
jumlah bintang itu lebih banyak
dari pasir di laut. Kiranya belum
juga ada temuan tentang jumlah
pasir, apalagi di laut yang
sedemikian luas. Akan tetapi,
Nabi menggambarkan tentang
jumlah bintang itu jauh lebih
banyak dibanding jumlah pasir di
laut. Sekarang ini, sudah mulai
ada ilmuwan yang memberi
informasi tentang benda-benda
langit, dan dikatakan bahwa
memang milyaran jumlahnya.

Utusan Allah ini juga
dipertemukan dengan nama-nama orang yang sebelumnya
hanya dikenali dari namanya,
yaitu Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan
lain-lain. Semua nabi itu
sebenarnya sudah wafat jauh
sebelum masa kehidupan Nabi
Muhammad diutus ke muka bumi.
Akan tetapi, lewat isra' dan mi'raj,
ternyata dalam kisahnya, ditemui
oleh utusan Allah yang terakhir
ini. Maka wahyu yang mengataan
bahwa, telah ada di masa dahulu
para kekasih Allah dan mereka
sudah wafat tetapi dapat hidup
kembali, ternyata benar-benar
disaksikan sendiri oleh
Rasulullah. Ayat-ayat Allah itu
berhasil diketahui oleh Nabi
melalui isra' dan mi'raj.

Lewat kisah itu, saya
merenungkan bahwa ternyata
Nabi diperlihatkan dan diajari oleh
Allah ilmu pengetahuan yang
sedemikian luas. Ciptaan Allah
yang maha luas itu berhasil
dikenali oleh Nabi Muhammad
melalui mi'raj. Atas dasar
pemahaman itu, saya
berimajinasi, bahwa anak-anak di
sekolah atau mahasiswa di
kampus, --------sebagaimana
nabi, diajak oleh gurunya
mehamai alam semesta melalui
pelajaran biologi, fisika, sejarah,
antropologi, kimia, sosiologi,
matematika, psikologi, bahasa,
sastra dan lain-lain. Oleh karena
itu, para guru yang sehari-hari
mengajarkan ilmu-ilmu
dimaksud, melakukan peran-peran sebagaimana Malaikat
Jibril, mendampingi para siswa, --------sekalipun terbatas,
mempelajari ayat-ayat Allah
untuk keperluan mengenal-Nya.

Manakala pemaknaan tersebut
yang kita kembangkan, maka
sebenarnya lewat peristiwa isra'
dan mi'raj yang dahsyad ini akan
membuka mata kepala kita
semua, bahwa agar seseorang
yakin, ainul yakin, dan bahkan
haqqul yakin terhadap kebenaran
yang dibawa oleh utusan-Nya,
yaitu Muhammd saw., maka
semua jenis pelajaran di sekolah
adalah bagian dari upaya untuk
mengantarkan peserta didik
mengenali dirinya sendiri dan
selanjutnya agar mampu
mengenal Tuhannya. Oleh karena
itu, sementara ilmu yang selama
ini diangap tidak ada kaitannya
dengan al Qur'an dan hadits, --------yaitu ilmu alam, ilmu sosial,
dan humaniora, maka justru
menjadi bukti untuk mengenal
Tuhan. Atas dasar pandangan itu,
maka sebenarnya peristiwa isra'
mi'raj bukan saja merupakan
perjalanan spiritual, melainkan
juga perjalanan keilmuan.
Wallahu a'lam.

http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3853:memaknai-isra-miraj-sebagai-perjalanan-keilmuan&catid=25:artikel-imam-suprayogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar