Kamis, 08 Mei 2014

Ketika Ditimpa Musibah (2)

Bagi orang beragama, cara terbaik yang harus
dilakukan ialah kembali kepada Tuhan. Kita
harus yakin, sebesar apa pun sebuah problem
pasti masih di ambang batas kemampuan
hamba-Nya.

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih, tidak
mungkin membebani sesuatu di luar batas
kemampuan dan daya dukung hamba-Nya.
"Allah tidak akan membebani hamba-Nya
melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS
al-Baqarah [2]: 286).

Dalam perspektif tasawuf, musibah atau
kekecewaan hidup adalah salah satu wujud
"surat cinta" Tuhan kepada hamba-Nya.
Mungkin Tuhan merindukan hamba-Nya, tetapi
yang bersangkutan terkecoh dan tersesat
dengan kesenangan duniawi.

Akhirnya, Tuhan mengutus musibah atau
kekecewaan kepadanya dan ternyata ia secara
efektif kembali kepada Tuhannya.

Seseorang yang hidup di dalam kemewahanan
atau dalam kondisi berkecukupan sering kali
lebih sulit untuk melakukan pendakian (taraqqi)
kepada Tuhannya karena semua kebutuhannya
terpenuhi.

Kiat menyikapi musibah, kita harus tawakal,
menyerahkan diri secara total dan sepenuhnya
kepada Allah SWT. Allah SWT sedang mencintai
hamba-Nya dan ingin menyelamatkannya dari
siksaan lebih pedih dan lama.

Nabi pernah bersabda: "Tidaklah seorang
Muslim ditimpa musibah, kedukaan, penyakit,
kesulitan hidup, kesengsaraan, hingga semisal
duri yang menusuk kakinya, melainkan itu
semua berfungsi sebagai pencuci dosa masa
lampau." (Muttafaq Alaih).

Dalam kesempatan lain, Rasulullah menegaskan
dalam hadis dari Anas RA yang diriwayatkan
Turmudzi: "Jika Allah SWT menghendaki
kebaikan kepada hamba-Nya maka Ia
menyegerakan siksaan-Nya (di dunia) dan jika
Allah SWT menghendaki sebaliknya kepada
hamba-Nya maka Ia menunda siksaan-Nya di
hari kiamat."

Musibah dan kekecewaan tidak mesti diratapi
terlalu lama. Sering kali kita harus bersyukur
bahwa musibah memang membawa
kekecewaan hidup, tetapi pada saat bersamaan
kita bisa merasakan adanya kedekatan khusus
diri kita dengan Tuhan.

Sering kali justru rasa kedekatan itu lebih
menonjol ketimbang rasa kekecewaan itu. Ini
artinya, musibah membawa nikmat dan betul-betul musibah terasa sebagai "surat cinta"
Tuhan kepada kekasih-Nya.

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/14/05/08/n58gec-belajar-dari-suasana-batin-ketika-ditimpa-musibah-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar