Kamis, 08 Mei 2014

Cermin

Dalam masyarakat, terkenal dengan
pepatah, "Rupa buruk cermin dibelah"
yang bermakna sudah menjadi kebiasaan setiap kesalahan atau kekurangan diri, kita cenderung mencari alasan dengan menyalahkan orang lain disekitar kita. Kita cenderung menyalahkan lingkungan yang
tidak lain adalah cermin bagi diri kita
sendri.

Apabila engkau melihat aib (kesalahan)
pada diri orang lain, maka ucapkanlah dalam diri, "Sungguh, aib itu ada pada diriku. Karena seorang muslim adalah cermin bagi muslim yang lainnya. Yang dilihat seseorang pada cermin hanyalah bayangan dirinya sendiri" demikian nasehat dari Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi yang layak untuk direnungi.

Kalau lingkungan, teman-teman, orang
yang kita kenal dan alam ini adalah cermin bagi diri sendiri, maka apapun yang kita lihat adalah diri kita sendiri. Kalau kita mengatakan orang lain sombong maka seharusnya kita
menyadari bahwa itulah cermin diri kita
yang masih menyimpan perasaan sombong. Kalau kita mengatakan orang lain penipu, pencuri, dan sekian banyak kesalahan tidakkah kita sadari kalau itu adalah cermin dari diri kita sendiri? Bukanlah itu adalah diri kita sendiri
yang terlihat pada sebuah cermin?

Sudah menjadi hukum alam bahwa
segala sesuatu di dunia ini tersusun dengan demikian rapi. Ada hukum yang tidak tertulis di alam ini yaitu hukum Ketertarikan (Law Attraction) di mana benda yang sejenis dan segelombang akan menarik benda yang sama pula. Tidak mungkin kambing berkawan
dengan harimau atau ayam berkawan
dengan musang, masing-masing akan
bersahabat dan dekat dengan yang sejenis. Penipu akan berkawan dengan penipu dan orang jahat akan dekat dan menarik orang jahat yang sejenis untuk dekat dengannya.

Kalau suatu saat anda diperlakukan tidak
adil, ditipu misalnya, biasanya kita lebih
senang menyalahkan orang yang menipu kita daripada kita merenung dan menanyakan dalam diri kita, magnet apa yang menyebabkan kita menarik si penipu tersebut sehingga bisa bersentuhan dengan kita?

Di dalam Terekat, Zikir adalah benteng
yang melindungi pengamalnya dari godaan-godaan atau serangan-serangan yang membuat diri menjadi kacau dan
mengikuti gelombang yang sesat tersebut. Ketika ada yang berani "menyerang" kita, apakah dalam
bentuk penipuan, mendapat kata-kata
kasar atau perlakukan tidak menyenangkan lainnya berarti pertahanan kita telah bobol dan pos-pos yang seharusnya di isi dengan Dzikir
telah kosong sehingga bisa ditembus
oleh musuh.

"Hanya Wali yang Kenal dengan Wali"
demikian prinsip yang pernah kita ketahui dalam dunia tasawuf. Artinya seorang Kekasih Allah hanya bisa dikenali oleh orang yang segelombang. Ketika dalam diri kita masih membawa gelombang yang berbeda maka sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa berkenalan apalagi berdekatan
dengan Wali Allah.

Jadi, cara terbaik untuk memperbaiki
hidup agar lebih berkualitas adalah dengan banyak bercermin dan merenungi diri sendiri. Menumpahkan kesalahan kepada orang lain hanya akan membuat kita senang sesaat akan tetapi dalam jangka panjang akan mendatangkan masalah yang jauh lebih
besar karena sudah menjadi hukum di alam ketika kita mengeluarkan energi negatif maka energi tersebut akan berlipat ganda dan akan kembali kepada kita. Kalau anda mencaci maki dan membuka aib (kesalahan) orang lain
maka tunggulah sudah menjadi hukum
pasti caci maki akan kembali kepada anda dan aib anda akan diketahui oleh orang lain dalam skala yang lebih luas.

Mari kita banyak bercermin kepada
lingkungan sekitar untuk memperbaiki
diri sendiri. Menutup tulisan ini saya
mengutip sebuah syair dari seorang penyair sufi Hamzah Fanshuri, "Kembalilah menjadi diri agar engkau lebih berarti". Wallahu'alam Bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar