Selasa, 30 Juli 2013

Puasa Bulan Pensucian


 

Dalam surat al-Rum ayat 30, Allah berfirman,

 

30:30

 

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (Q30:30).

 

Tahun boleh berganti, zaman boleh berubah, teknologi boleh semakin maju, tapi manusia tetap sama, selama-lamanya sesuai dengan disain Allah SWT. Manusia merupakan makhluk yang selalu merindukan kebenaran dan akan merasa tenteram apabila mendapatkan kebenaran itu. Sebaliknya, kalau dia tidak mendapatkannya, akan gelisah.

 

Jadi menurut firman Allah yang saya baca tadi, agama yang benar ialah agama yang hanif, agama yang lurus, yang berasal dari pokok atau pangkal. Termasuk kemanusiaan kita. Allah menciptakan manusia menurut fitrah. Tidak ada perubahan atas fitrah itu.

 

Inti puasa, yang masih kita jalani di minggu terakhir bulan Romadhon ini, adalah latihan menahan diri. Menahan diri dari godaan-godaan. Sebab salah satu kelemahan manusia adalah tidak bisa menahan diri.

 

Dalam al-Qur'an banyak disebutkan bahwa di antara kelemahan manusia itu ialah pandangannya yang pendek.

75:2175:20

 

"Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (wahai manusia) mencintai (kehidupan jangka pendek) dunia ini, dan meninggalkan (kehidupan jangka panjang), yakni akhirat." (Q75, al-Qiyamah: 20-21)

 

Karenanya kita gampang tergoda, menganggap sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik, kemudian kita ambil. Padahal nanti di belakang hari akan membawa malapetaka.

 

Dosa pun, demikian: sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenangan, tapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Ini dikarenakan kelemahan manusia yang tidak sanggup melihat akibatnya dalam jangka panjang, tetapi lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendeknya. Jadi kelemahan manusia ialah mudah tergoda.

 

Pelajaran amat berharga termaktub dalam al-Quran tentang kisah Adam. Diceritakan bahwa Adam dipersilahkan hidup di surga bersama istrinya dan menikmati apa yang ada di surga itu dengan bebas semau mereka, tetapi dipesan untuk tidak mendekati pohon tertentu. Namun Adam melanggar ketentuan Tuhan dengan mendekati  pohon dan memetik buahnya yang terlarang. Dia pun jatuh diusir dari surga secara tidak terhormat.

 

Ini adalah perlambang dari keadaan manusia. Karena kita adalah Bani Adam, anak cucu Adam, kita semua punya potensi untuk jatuh tidak terhormat kalau kita tidak tahu batas, tidak bisa menahan diri. Maka puasa disediakan untuk melatih menahan diri itu.

 

Kita lahir dalam keadaan fitrah, suci. Akan tetapi karena kelemahannya, kita itu mudah tergoda, sehingga sedikit demi sedikit, diri kita menumpuk debu-debu dosa, dan membuat hati kita menjadi gelap.Apabila kita mencapai suatu titik di mana kita tidak lagi menyadari bahwa perbuatan kita itu jahat, maka inilah yang disebut dengan kebangkrutan ruhani.

 

Dalam al-Qur'an banyak sekali dilukiskan bahwa setan telah menghiaskan segala macam keburukan kepada manusia sehingga tampak seperti baik. Termasuk dalam lingkup kelompok atau kemasyarakatan, problem terbesar dalam masyarakat adalah menghadapi orang yang menjalankan hal-hal yang sebetulnya tidak baik, akan tetapi justru merasa berbuat baik.

 

Sehingga al-Quran mengingatkan,

 

18:103

18:104

 

"Katakan, apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?  Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Q18, al-Kahfi: 103-104)

 

Kalau kita sampai kepada titik ini maka ini adalah suatu malapetaka, dalam kisah Adam digambarkan dengan diusir dari surga. Kita memasuki suatu kesulitan-kesulitan dan perjuangan yang berat, seperti di neraka.

Itulah sebabnya Allah menyediakan bulan puasa ---yang di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar, anjuran i'tikaf, tilawah Quran, tarawih, atau zakat--- supaya kita sempat mensucikan diri. Supaya kita suci kembali. Sehingga bulan puasa bukan saja bulan suci tetapi bulan pensucian.

 

Dan kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa ---dengan iman (penuh keyakinan kepada Allah) dan ihtisab (introspeksi diri dan bertanya jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini orang baik dan seterusnya)--- Nabi menjanjikan, bahwa seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah SWT.

 

Dan nanti, 1 Syawal, --insya Allah, bila Allah mengizinkan--  kita akan menemukan fitrah kita, kesucian kita, dan kita pun harus tampil sebagai manusia suci dan baik, baik kepada sesama manusia, juga kepada sesama makhluk Allah di muka bumi.

 

Barakallah … Bhayangkara, 2 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar