Senin, 30 April 2012

Sufi - SALEH DAN MALU

Beruntung, saya pernah mengenal tiga orang saleh. Ketiganya
tinggal di daerah yang berbeda, sikap dan pandangan agamis
mereka berbeda, dan jenis kesalehan mereka pun berbeda.

Saleh pertama di Klender, orang Betawi campuran Arab. Ia
saleh, semata karena namanya. Orang menyukainya karena ia
aktif siskamling meskipun bukan pada malam-malam gilirannya.

Orang kedua, Haji Saleh Habib Farisi, orang Jawa. Agak aneh
memang, Habib Farisi sebuah nama Jawa. Tapi ia saleh dalam
arti sebenarnya. Minimal kata para anggota jamaah masjid
kampung itu.

Jenggotnya panjang. Pici putihnya tak pernah lepas. Begitu
juga sarung plekat abu-abu itu. Tutur katanya lembut,
seperti Mas Danarto. Ia cekatan memberi senyum kepada orang
lain. Alasannya: "senyum itu sedekah".

Kepada anak kecil, ia sayang. Hobinya mengusap kepala
bocah-bocah yang selalu berisik pada saat salat jamaah
berlangsung. Usapan itu dimaksudkan agar anak-anak tak lagi
bikin gaduh. Tapi bocah tetap bocah. Biar seribu kali kepala
diusap, ribut tetap jalan. Seolah mereka khusus dilahirkan
buat bikin ribut di masjid.

"Ramai itu baik saja," katanya sabar, (ketika orang-orang
lain pada marah), "karena ramai tanda kehidupan," katanya
lagi. "Lagi pula, kita harus bisa salat khusyuk dalam
keramaian itu."

Mungkin ia benar. Buktinya ia betah berjam-jam zikir di
masjid. Sering salatnya sambung-menyambung tanpa terputus
kegiatan lain. Selesai magrib, ia tetap berzikir sambil
kepalanya terangguk-angguk hingga isya tiba.

Jauh malam, ketika semua orang masih lelap dalam mimpi
masing-masing, ia sudah mulai salat malam. Kemudian zikir
panjang sampai subuh tiba.

Selesai subuh, ia zikir lagi, mengulang-ulang asmaul husna
dan beberapa ayat pilihan sampai terbit matahari, ketika
salat duha kemudian ia lakukan. Pendeknya, ia penghuni
masjid.

Tidurnya cuma sedikit. Sehabis isya, ia tidur sekitar dua
jam. Kemudian, selesai salat duha, tidur lagi satu jam.
Selebihnya zikir, zikir, zikir.... Pas betul dengan
nama-nama yang disandangnya. Dasar sudah saleh, plus Habib
(nama sufi besar), ditambah Farisi (salah seorang sahabat
Nabi).

Kalau kita sulit menemui pejabat karena banyak acara, kita
sulit menemui orang Jawa ini karena ibadahnya di masjid
begitu padat.

Para tetangga menaruh hormat padanya. Banyak pula yang
menjadikannya semacam idola. Namun, ia pun punya kekurangan.
Ada dua macam cacat utamanya. Pertama, kalau dalam salat
jamaah tak ditunjuk jadi imam, ia tersinggung. Kedua, kalau
orang tak sering "sowan" ke rumahnya, ia tidak suka karena
ia menganggap orang itu telah mengingkari eksistensinya
sebagai orang yang ada di "depan".

"Apakah ia dengan demikian aktif di masjid karena ingin
menjadi tokoh?" Hanya Tuhan dan ia yang tahu.

Pernah saya berdialog dengannya, setelah begitu gigih
menanti zikirnya yang panjang itu selesai. Saya katakan
bahwa kelak bila punya waktu banyak, saya ingin selalu zikir
di masjid seperti dia. Saya tahu, kalau sudah pensiun, saya
akan punya waktu macam itu.

"Ya kalau sempat pensiun," komentarnya.

"Maksud Pak Haji?"

"Memangnya kita tahu berapa panjang usia kita? Memangnya
kita tahu kita bakal mencapai usia pensiun?"

"Ya, ya. Benar, Pak Haji," saya merasa terpojok

"Untuk mendapat sedikit bagian dunia, kita rela menghabiskan
seluruh waktu kita. Mengapa kita keberatan menggunakan
beberapa jam sehari buat hidup kekal abadi di surga?"

"Benar, Pak Haji. Orang memang sibuk mengejar dunia."

"Itulah. Cari neraka saja mereka. Maka, tak bosan-bosan saya
ulang nasihat bahwa orang harus salat sebelum disalatkan."

Mungkin tak ada yang salah dalam sikap Pak Haji Saleh. Tapi
kalau saya takut, sebabnya kira-kira karena ia terlalu
menggarisbawahi "ancaman".

Saya membandingkannya dengan orang saleh ketiga. Ia juga
haji, pedagang kecil, petani kecil, dan imam di sebuah
masjid kecil. Namanya bukan Saleh melainkan Sanip. Haji
Sanip, orang Betawi asli.

Meskipun ibadahnya (di masjid) tak seperti Haji Saleh, kita
bisa merasakan kehangatan imannya. Waktu saya tanya, mengapa
salatnya sebentar, dan doanya begitu pendek, cuma melulu
istighfar (mohon ampun), ia bilang bahwa ia tak ingin minta
aneh-aneh. Ia malu kepada Allah.

"Bukankah Allah sendiri menyuruh kita meminta dan bukankah
Ia berjanji akan mengabulkannya?"

"Itu betul. Tapi minta atau tidak, kondisi kita sudah dengan
sendirinya memalukan. Kita ini cuma sekeping jiwa telanjang,
dari hari ke hari nyadong berkah-Nya, tanpa pernah memberi.
Allah memang mahapemberi, termasuk memberi kita rasa malu.
Kalau rezeki-Nya kita makan, mengapa rasa malu-Nya tak kita
gunakan?" katanya lagi.

Bergetar saya. Untuk pertama kalinya saya merasa malu hari
itu. Seribu malaikat, nabi-nabi, para wali, dan orang-orang
suci --langsung di bawah komando Allah-- seperti serentak
mengamini ucapan orang Betawi ini.

"Perhatikan di masjid-masjid, jamaah yang minta kepada Allah
kekayaan, tambahan rezeki, naik gaji, naik pangkat. Mereka
pikir Allah itu kepala bagian kepegawaian di kantor kita.
Allah kita puji-puji karena akan kita mintai sesuatu. Ini
bukan ibadah, tapi dagang. Mungkin bahkan pemerasan yang tak
tahu malu. Allah kita sembah, lalu kita perah rezeki dan
berkah-Nya, bukannya kita sembah karena kita memang harus
menyembah, seperti tekad Al Adawiah itu," katanya lagi.

Napas saya sesak. Saya tatap wajah orang ini baik-baik.
Selain keluhuran batin, di wajah yang mulai menampakkan
tanda ketuaan itu terpancar ketulusan iman. Kepada saya,
Kong Haji itu jadinya menyodorkan sebuah cermin. Tampak di
sana, wajah saya retak-retak. Saya malu melihat diri
sendiri. Betapa banyak saya telah meminta selama ini, tapi
betapa sedikit saya memberi. Mental korup dalam ibadah itu,
ternyata, bagian hangat dari hidup pribadi saya juga.

---------------
Mohammad Sobary, Tempo 16 Maret 1991

http://media.isnet.org/sufi/Sejo/SalehMalu.html





DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.

ENAM PERTANYAAN ALGHAZALI

Dalam kesempatan yang singkat ini, khatib ingin menyampaikan beberapa pesan hikmah. Yakni dialog antara Imam Ghazali (IG), seorang ulama dan penulis buku Ihya Ulumuddin, dengan para muridnya.


Pertama, “Wahai murid-muridku, apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab, "Orang tua, guru, saudara, dan para sahabat."

IG membenarkan jawaban mereka. Lalu beliau menambahkan, “Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah MATI.”

ole0.bmp ole1.bmp

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. (Ali Imran 185)

IG meneruskan pertanyaan kedua, "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab, "Negeri Cina, bulan, bintang, dan matahari."

IG pun membenarkan. Tapi beliau menambahkan, “Yang paling benar adalah MASA LALU".

Dengan cara apa pun, kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Pepatah bilang, “kita bisa membeli jam, tapi kita tidak bisa membeli waktu.” Lagi, “Emas dan harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tidak bisa diputar kembali.”

IG meneruskan pertanyaan
ketiga, "Apa yang paling besar di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab, "gunung, bumi, dan matahari".

“Semua jawaban itu benar,” kata Imam Ghozali. “Tapi yang paling besar di dunia ini adalah NAFSU.”

Nafsu ibarat pedang bermata dua, bisa mencelakakan, bisa juga membahagiakan. Bisa menjatuhkan, bisa juga menyelamatkan. Dengan menuruti nafsu banyak orang celaka. Dengan mengendalikan nafsu banyak orang meraih kebahagiaan.

IG meneruskan pertanyaan keempat, "Apa yang paling berat di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab, "besi dan gajah."

Dengan dua jawaban itu, IG membenarkan. Beliau lalu menambahkan, “Tapi, yang paling berat di dunia ini adalah MEMEGANG AMANAH."

ole2.bmp

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Semuanya enggan memikul amanat itu. Mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. (QS 33:72)

Pertanyaan al-Ghazali yang
kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"

Di antara murid-murid beliau ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan.

IG membenarkan. Tapi, menurut beliau, yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan sholat.

Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara pergaulan kita meninggalkan shalat, gara-gara urusan dunia kita lalai dengan sholat. Begitu ringan kita meninggalkannya. Padahal pesan Nabi, shalat adalah ibadah yang pertama kali dihisab di hari Kiamat. Shalat adalah tiang dari agama kita.

Pertanyaan
terakhir IG, "Apa yang paling tajam di dunia ini?"

Murid-muridnya menjawab serentak, “PEDANG.”

Benar, kata IG. Tapi yang paling tajam adalah LIDAH MANUSIA.

Sebuah hadis Bukhari menerangkan, almuslimu, man salimal muslimuuna min lisaanihii wa yadihii. Seorang muslim adalah orang bisa menjaga lidah dan tangannya terhadap orang muslim lainnya.

Demikianlah pesan khutbah ini, semoga kita bisa memetik hikmah, karena hikmah, kata imam ALI, adalah ZHALATUL MU’MININ, mutiara yang hilang milik kaum beriman, yang apabila ditemukan, pungutlah!

Barakallah … Bhayangkara, 4 Mei 2012

DyStar Confidentiality Notice: This message and any attachments are confidential and intended only for use by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying of this communication and the information contained in it is strictly prohibited. If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the message and any attachments. Thank you.

Rabu, 25 April 2012

Khutbah - PENGORBANAN

DALAM kitab Suci al-Qur'an, Nabi Ibrahim pernah berdo'a:

"Ya Tuhan, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang akan termasuk orang-orang yang saleh."

Maka Allah menyampaikan kabar gembira dengan seorang anak yang santun yang diberi nama Ismail. Dan ketika Ismail telah mencapai usia untuk bekerja bersamanya, Ibrahim meminta pendapat kepada puteranya:

"Wahai anakku, sesungguhnya aku telah melihat dalam tidurku bahwa aku mengorbankan engkau. Maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?"

Ismail menjawab:
"Wahai bapakku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu itu, dan engkau akan mendapati diriku, insya Allah termasuk mereka yang tabah."

Maka, ketika mereka berdua, Ibrahim dan Ismail, itu telah pasrah, dan tatkala Ibrahim merebahkan Ismail pada wajahnya (untuk dikorbankan), Allah berseru kepada Ibrahim:

"Wahai Ibrahim, engkau sungguh telah membenarkan mimpimu!"

Begitulah rekaman dalam Kitab Allah (Q. al-Shaffat/37: 102-111) tentang kisah dua insan, ayah anak yang amat mengaharukan; tentang dua hamba-Nya yang saleh, dua orang Rasul yang kelak menjadi contoh bagi umat manusia tentang bagaimana mentaati perintah Allah. Dalam Firman itu Ibrahim dan Ismail menemukan Tuhan dalam perintahnya untuk berkurban. Mereka mencari ridla dalam semangat berkurban, dan dalam ayat itu pula tercatat dengan jelas bahwa Ibrahim telah melaksanakan korban, dan Ismail, sang anak yang menjadi korban, telah memperlihatkan dengan sebaik-baiknya bahwa mereka memiliki semangat berkorban yang tinggi.

Marilah kita renungi lebih mendalam, apakah arti korban itu? Mengapa kita dituntut untuk memiliki semangat berkorban yang setinggi-tingginya? Mengapa kita diperintahkan untuk mencontoh Nabi Ibrahim dan puteranya, Ismail, dan mempelajari semangat pengorbanan mereka?

"Qurban" adalah kata-kata Arab, yang artinya ialah "pendekatan," yaitu pendekatan kepada Tuhan. Maka, melakukan qurban adalah melakukan sesuatu yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan, yakni mendekatkan diri kita kepada tujuan hidup kita. Sebab, kita memang "berasal dari Allah, dan kembali kepada-Nya."

Oleh karena itu, dalam praktik, dalam bentuknya yang nyata, tindakan berkorban adalah tindakan yang disertai pandangan jauh ke depan, yang menunjukkan bahwa kita tidak mudah tertipu oleh kesenangan sesaat, kesenangan sementara, kemudian melupakan kebahagiaan abadi, kebahagiaan selama-lamanya. Maka Ibrahim tidak mau tertipu oleh kesenangan mempunyai seorang anak kesayangan, yaitu Ismail, dan dia tidak ingin lupa akan tujuan hidupnya yang hakiki, yaitu Allah Swt.

Maka Ibrahim pun bersedia mengorbankan anaknya, lambang kesenangan dan kebahagiaan sesaat dan sementara itu, yaitu kesenangan duniawi. Sebab Ibrahim tahu dan yakin akan adanya kebahagiaan abadi dalam ridla dan perkenan Allah Swt. Ismail pun tidak mau terkecoh oleh bayangan hendak hidup senang di dunia ini, tapi kemudian melupakan hidup yang lebih abadi di Akhirat kelak. Maka ia pun bersedia mengakhiri hidupnya yang toh tidak akan terlalu panjang itu, dan pasrah kepada Allah, dikorbankan oleh ayahnya.

Oleh karena itu, makna berkorban ialah bahwa dalam hidup, kita melihat jauh ke masa depan dan tidak boleh terkecoh oleh masa kini yang sedang kita alami; bahwa kita tabah dan sabar menanggung segala beban yang berat dalam hidup kita saat sekarang. Sebab, kita tahu dan yakin bahwa di belakang hari kita akan memperoleh hasil dari usaha, perjuangan, dan jerih payah kita.

Makna berkorban ialah bahwa kita sanggup menunda kenikmatan kecil dan sesaat, demi mencapai kebahagiaan lebih besar dan kekal. Kita bersedia bersusah payah, karena hanya dengan susah payah dan kesungguhan itu, suatu tujuan tercapai, dan cita-cita terlaksana.

Allah berfirman, "Sesunggunya beserta setiap kesulitan itu akan ada kemudahan; (sekali lagi), sesunggunya beserta setiap kesulitan itu akan ada kemudahan. Maka, bila engkau telah bebas (dari suatu beban), tetaplah engkau bekerja keras, dan berusahalah mendekat terus kepada Tuhanmu" Al-Insyirah/94: 5-8.

Semangat berkorban adalah cermin takwa kepada Allah. Sebab takwa itu jika dijalankan dengan ketulusan dan kesungguhan, akan membuat kita mampu melihat jauh ke depan; mampu menginsafi akibat-akibat perbuatan saat ini di kemudian hari, kemudian menyongsong masa mendatang dengan penuh harapan. Marilah kita renungkan firman Allah dalam kitab suci al-Quran mengenai hal ini:

"Wahai sekalian orang yang beriman! Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang ia perbuat untuk hari esok! Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan.
Q al-Hasyr/ 59:18.

Firman itu mengandung perintah Ilahi untuk bertakwa. Dan dalam perintah takwa itu sekaligus diingatkan agar kita membiasakan diri menyiapkan masa depan. Maka kuranglah takwa seseorang jika ia kurang mampu melihat masa depan hidupnya yang jauh, jika ia hidup hanya untuk di sini dan kini, di tempat ini dan sekarang ini. Atau, dalam ukurannya yang besar, di dunia ini dan dalam hidup ini saja! Tetapi justru inilah yang sulit kita sadari. Sebab manusia mempunyai kelemahan berpandangan pendek, tidak jauh ke depan.

"Sesungguhnya mereka (manusia) itu mencintai hal-hal yang segera, dan melalaikan di belakang mereka masa yang berat." Al-insan/ 76: 27.

Maka manusia pun tidak tahan menderita dan menerima cobaan. Tidak tabah memikul beban. Dan, selanjutnya, tidak tahan melakukan jerih payah sementara, karena mengira bahwa jerih payah itu kesengsaraan, dan menyangka bahwa kerja keras itu kesusahan! Padahal, justru di balik jerih payahnya itu akan terdapat manis dan nikmatnya keberhasilan dan sukses. Justru di balik pengorbanan itulah akan terasa nikmatnya hidup karunia Tuhan yang amat berharga ini.

Apa sebenarnya yang membuat orang enggan berkorban dan berjerih payah, serta tidak bersedia menempuh kesulitan sementara, menunda kesenangan sesaat? Memang, biasanya orang ingin hidup egois, hidup untuk diri sendiri dan kesenangan sendiri. Akibatnya, ketika ia menerima kesulitan, kesusahan, percobaan dan persoalan, ia mengira bahwa hanya ia sendirilah yang sedang dirundung kemalangan itu.

Lalu ia pun mengeluh dalam hati, memprotes dalam batin, mengapa ia dibuat sengsara, ditimpa berbagai persoalan? Mengapa ia dirundung kesulitan? Mengapa? Dan mengapa? Padahal tidaklah demikian keadaan dan hakikat hidup yang sebenarnya. Kesulitan adalah bagian dari hidup. Justru jika diterima dengan sabar dan tabah, kesulitan akan menjadi 'bumbu' hidup.

Dan di kala kita sedang menderita atau kurang mujur, kita harus tahu serta sadar, bahwa sebenarnya tidak hanya kita saja yang mengalami kesulitan, menerima kesusahan, dan ditimpa penderitaan. Tentang ini, Allah memperingatkan kita:

"... Jika kamu merasakan penderitaan, maka sesungguhnya mereka (orang-orang lain) pun menderita seperti kamu; namun kamu mengharap dari Allah sesuatu yang mereka (orang-orang lain itu) tidak mengaharap ..." al-Nisa/4: 104.

Jadi memang, kita dan mereka --kita orang-orang yang percaya kepada Allah, yang beriman, dan mereka yang tidak percaya, yang kafir-- adalah sama-sama menderita. Tetapi, justru dalam penderitaan itu kita berbeda dengan mereka. Sebab dalam penderitaan itu, kita tetap berpengharapan dan optimis kepada Tuhan.

Maka sungguh pantang bagi orang yang beriman kepada Allah, jika sedang menderita, lalu "ngenes," meratapi nasib dan menyesali perjalan hidup itu, kemudian kehilangan gairah kepada hidup itu sendiri. Sebab tidak seorang pun di antara manusia ini yang pernah benar-benar lepas dari pengalaman yang pahit. Justru kita harus menerima penderitaan itu dan sabar menanggungnya. Kemudian jadikan cambuk, malah modal, untuk berjuang, berusaha sungguh-sungguh dan ber-mujahadah dengan menanamkan semangat berkorban.

Semangat berkorban itulah yang akan melepaskan diri kita dari kungkungan penderitaan. Dan Allah tidak menyia-nyiakan atau membiarkan kita sendirian. Sebab di balik setiap penderitaan itu, seperti janji Allah sendiri, terdapat kenikmatan dan kebahagiaan. Tidak ada seruas dari perjalanan hidup kita yang berlalu dengan percuma. Kita hendaknya selalu mengingat gugatan Allah dalam Kitab Suci:

"Apakah kamu menyangka kamu bakal masuk surga, padahal belum disaksikan oleh Allah siapa di antara kamu yang berjuang, bersusah payah, menempuh kesulitan, dan (belum disaksikan pula) siapa yang sabar, tabah, dan tahan menderita?" Q. Alu-Imran/ 3:142

Berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras adalah hakikat hidup yang bermakna. Sementara itu pengorbanan adalah tuntutan perjuangan yang tak terelakkan. Keduanya harus diiringi dengan sikap lapang dada, sabar, dan tahan menderita. Hanya pandangan serupa itulah yang akan memberi kenikmatan hakiki dan kebahagaiaan sejati.

Itulah semangat pengorbanan Ibrahim yang pasrah hendak mengorbankan anaknya, Ismail. Dan itulah pula semangat Ismail, yang pasrah menyerahkan dirinya untuk dikorbankan. Kedua insan, ayah dan anak itu menjadi contoh bagi kita semua, umat manusia, tentang bagaimana ketulusan berkorban, serta melawan godaan hidup senang sesaat, karena hendak mencapai hidup bahagia abadi. Itulah ruh yang terkandung dalam ajaran berkorban. Dengan semangat pengorbanan yang tinggi kita mendekatkan diri kepada Allah, dan dengan ridha Allah kita akan mendapatkan kebahagiaan abadi dan sejati. Amin ya Robbal alamin.

Barakallah... , Selasa 10 januari 2006
Madjid, Nurcholish, "Masyarakat Religius: Membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat," Jakarta: Paramadina, cet. II, April 2000. hal. 54 - 60.

Khutbah -- KELEMAHAN MANUSIA

Segala puji bagi Allah. Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad Saw.

Allah berfirman dalam surat al-Hadid ayat 22 dan 23, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya hal itu amat mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu, supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang hilang darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Manusia, sejak dalam rahim sampai kematiannya, tidak pernah lepas  dari kesulitan demi kesulitan, ujian demi ujian. Bagai seorang yang mengarungi samudera, bila selamat dari ombak yang mengganas, dia tetap cemas dan diliputi rasa takut oleh ikan yang ganas atau bahaya yang lain.
Manusia bila bebas dari lapar, dia boleh jadi tak bebas dari penyakit. Kalau dari keduanya dia bebas, boleh jadi anaknya yang menderita. Atau tangis pilu kelaparan dan penyakit para tetangga kita, hingga saudara-saudari kita dimanapun mereka berada. Dan kalaupun dia terhindar dari semua itu, dia tidak dapat mengelak dari penyakit tua yang kadang tidak dirasakannya.

Al-Quran menyimpulkan, “Sesungguhnya, semua manusia berada dalam kesulitan dan susah payah.” (Q. al-Balad 90: 4).

Bukan saja dalam memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga dalam memelihara dan melindungi diri dan keluarga mereka. Bahkan, dalam mewujudkan hal-hal yang baik pun, manusia harus berjuang menghadapi dirinya sendiri, sebelum menghadapi musuh-musuhnya yang lain.

Lantas, apakah kita tidak boleh mengeluh? Apakah kita tidak boleh mengadu kepada Allah Swt, Yang Maha Sempurna dalam segala hal?

Agama tidak melarang kita mengeluh. Sebab, para Nabi pun mengeluh. Ayyub menyeru Tuhannya, “sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Q. Shaad 38: 41). Dengarkan juga keluhan Nabi Ya’kub yang ucapannya diabadikan dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (Q. Yusuf 12: 86). Nabi Muhammad juga demikian. Beliau mengeluh, ketika di Mekah ditolak, dan di Thaif pun diganggu. Beliau mengeluh, “Wahai Tuhanku! Kepada siapa Engkau serahkan aku? … selama Engkau tidak murka kepadaku, aku sama sekali tidak perduli.”

Dengan bercermin dari keluhan para nabi itu, sebagai manusia yang lemah, tidak pantas bila menjauh dari Allah Swt. Seruan azan adalah sebentuk kasih sayang Allah untuk mencurahkan rahmat dan hidayahnya. Sajadah yang kita gelar di bumi mana pun, itu juga pertanda bahwa kita hanya mengadukan semua permasalahan hidup hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Sebab Allah adalah tempat bergantung bagi segala sesuatu. Allahush Shomad.

Barakallah ….
Bhayangkara, 13 Januari 2012

Khutbah - JAHAT ITU GELAP

Allah berfirman dalam surat 18, al-Kahfi, ayat 110. “ … Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia berbuat baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”

Berkaitan dengan berbuat baik, kiranya sudah jelas. Beberapa contoh sederhana disebutkan dalam hadis Nabi. Menjaga lidah dan tangan untuk tidak menyakiti tetangga adalah perbuatan baik. Membuang duri di jalan, juga perbuatan baik. Menuntut ilmu, juga perbuatan baik. Bahkan, senyum kita pun termasuk sedekah, dan itu termasuk perbuatan baik.

Lantas, bagaimana dengan lawannya, yakni perbuatan jahat, dosa, atau zalim? Ini pun untuk kebanyakan kita juga sudah jelas. Namun dalam kesempatan singkat ini khatib ingin menyampaikan salah satu segi pengertian tentang dosa itu.

Di dalam al-Quran, perkataan yang banyak digunakan untuk arti “kejahatan” atau “dosa” ialah “dzulmun,” dan pelakunya, yakni orang yang berbuat kejahatan atau dosa, disebut dzaalim (melalui deformasi menjadi lalim). Dari sudut makna kebahasaan atau etimologi, dhulm itu artinya “gelap,” karena memang kejahatan itu menimbulkan kegelapan hati. Dan dzaalim berarti “orang yang melakukan kegelapan.”

Makna bahasa ini berhimpitan dengan konsep lain dalam agama tentang hati. Dalam khazanah agama, kita sering menyebut hati kita ini secara lengkapnya “hati nurani” (yakni, hati yang bercahaya). Hal itu ialah karena hati kita bersifat menerangi jalan hidup kita, dan merupakan “hidayah bawaan” dari Sang Khaaliq kepada kita.

Dalam kitab suci al-Quran ditegaskan bahwa kalau seseorang melakukan kejahatan, dia tidaklah berbuat jahat terhadap Allah (dalam arti merugikan-Nya), melainkan dia berbuat terhadap dirinya sendiri; sebagaimana juga kalau dia berbuat baik, maka tidaklah dia berbuat untuk kebaikan Allah, melainkan untuk kebaikan diri sendiri.

" … Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (2:57)

Maka sesungguhnya, seperti yang ditegaskan dalam Kalamullah bahwa, azab yang diderita seseorang yang berbuat kejahatan tidak hanya bakal dirasakan di akhirat kelak saja, sekarang pun secara kontan, orang itu sudah mulai merasakannya, yaitu berwujud kegelapan dan kekotoran hatinya.

Dan ada azab Allah yang lebih-lebih lagi pedihnya dari semua ini adalah, jika yang bersangkutan malah tidak merasakannya. Sebab hal itu pertanda hatinya telah mati, telah benar-benar gelap, tidak lagi bersifat nurani, tapi sudah menjadi dhulmani (penuh dengan kotoran).

Dalam kitab hadis Bulughul Maram no 1511 Nabi memberi nasehat, “Jauhilah dosa, sebab dosa itu adalah kegelapan di hari kiamat.”

Dan dalam Kitab Suci al-Quran ditegaskan, “Barangsiapa di dunia ini buta (gelap), maka di akhirat kelak juga buta, dan akan lebih sesat jalan lagi.” (17 [al-Isra]:72)
Semoga Allah selalu membimbing kita kepada jalan-Nya yang lurus.

Barakallah … Dystar, 25 Maret 2011

Khutbah Idul Fitri -- Memaafkan Dan Mendoakan

By Kang Jalal

Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Ketika fajar menyingsing pada dini hari Idhul Fitri, kita mendengar bukan hanya gemuruh suara takbir yang membesarkan Allah. Jauh dalam lubuk hati, kita mendengar gemuruh perasaan yang mengharu-biru, gemuruh suara kepedihan dan kegembiraan, gemuruh tangis dan tawa. Kita menangis karena mengenang Ramadhan, yang tiba-tiba meninggalkan kita, pada akhir waktunya, pada ujung jangkanya, pada kesempurnaan bilangannya. Kita tertawa karena tiba pada hari bersyukur, yang mengantarkan kita pada curahan hujan kasih sayang Allah, yang tidak ada batasnya, tidak ada hingganya dan tidak ada henti-hentinya.

Baru saja kita meninggalkan rumah kita dengan iringan takbir. Baru saja kita melanjutkan takbir di mesjid ini. Baru saja kita bersama-sama mengangkat tangan berulang kali mengucapkan Allahu Akbar. Baru saja kita meratakan dahi kita diatas sajadah sambil mengumamkan Subhana Rabbiyal 'Ala wa bi hamdih. Sekarang kita duduk bersimpuh di halaman kebesaran Allah SWT. Marilah kita rasakan semilir angin pagi mengusap muka kita. Marilah kita rasakan hangatnya matahari pagi merambat pada setiap pori-pori kulit kita. Marilah kita hirup wewangian surgawi yang memancar dari keberkahan Idul Fitri.

Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Perlahan-lahan, sedikit demi sedikit marilah kita kosongkan pikiran kita sejenak. Marilah kita ingat orang-orang yang kita cintai dalam hidup ini. Kenanglah ayah-ibu kita, kakek-nenek, suami-istri, kakak-adik, tetangga, kekasih, atau siapa pun mereka yang pada hari ini tidak dapat berbagi bahagia bersama.
Ada diantara mereka yang sekarang lagi diperantauan, lagi terbaring sakit atau ada yang sudah dipanggil Allah untuk menghadapnya.

Kemanakah ayah atau ibu yang pada lebaran lalu memeluk dan menyambut uluran tangan kita dengan kasih sayangnya? Kemanakah kakek atau nenek, yang pada lebaran lalu masih mencium kita? Kemanakah suami ibu atau istri bapak yang pada lebaran lalu masih bersama-sama dengan keluarga? Kemanakah kakak atau adik kita yang pada lebaran lalu gelak tertawa berbagi bahagia bersama kita? Kemanakah, tetangga, kekasih, sahabat yang lebaran lalu masih sempat menyalami kita dan mengirimkan kartu lebaran, mengucapkan selamat hari raya idhul fitri.

Ya Allah hari ini mereka tidak dapat berlebaran bersama kami, tidak bisa kami ulurkan tangan kami untuk meminta maaf atas dosa-dosa kami kepada mereka. Tidak bisa kami undang mereka untuk berkumpul di rumah kami. Tetapi kami mohon Ya Allah masukkanlah rasa bahagai kepada mereka. Harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa-doa kami. Sampaikanlah salam kami yang tulus kepada mereka. Ringankan beban yang menimpa mereka di alam kubur.

Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Ada doa-doa yang sangat menyentuh dan dianjurkan dibaca pada malam-malam ramadhan. Ramadhan sudah berlalu, tapi berguna bagi kita merenungkan kembali doa itu.

"Tuhanku para pengemis tengah berhenti dipintu-Mu. Orang-orang fakir tengah berlindung dihadapan-Mu. Perahu orang-orang miskin tengah berlabuh pada tepian lautan kemurahan Mu dan keluasan-Mu, berharap dapat singgah dihalaman kasih-Mu dan anugerah-Mu."

"Tuhanku jika di bulan yang mulia ini, Engkau hanya menyayangi orang yang menjalankan puasa dan shalat malamnya dengan penuh keikhlasan; maka siapa lagi yang akan menyayangi pendosa yang kurang beribadah, yang tenggelam dalam lautan dosa dan kemaksiatan."

"Tuhanku jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang taat, maka siapa lagi yang akan mengasihi orang yang durhaka. Sekiranya Engkau hanya akan menerima orang-orang yang banyak amalnya saja, maka siapa lagi yang akan menerima orang sedikit amalnya."

"Ilahi beruntunglah orang-orang yang berpuasa. Berbahagialah orang-orang yang shalat malam. Selamat sejahteralah orang-orang yang ikhlas. Sedangkan kami hanyalah hamba-hamba-Mu yang berlumuran dosa. Sayangilah kami dengan kasih sayang-Mu. Bebaskan kami dari api neraka dengan maaf Mu. Ampuni dosa-dosa kami dengan kasih-Mu, wahai yang paling Pengasih dari segala yang mengasihi."

Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Doa diatas menunjukan bukan hanya kerendahan hati pendoa, tetapi juga pengakuan pendosa. Kita merasakan segala kelemahan diri kita dan menggantungkan segala amal kita kepada kasih sayang Dia.
Memang, kita telah berusaha mengisi Ramadhan dengan amal-amal kita. Tetapi, kita tahu banyak sekali kekurangan kita. Kemalasan kita lebih banyak dari ketaatan kita. Kealpaan kita lebih besar dari zikir kita. Lidah-lidah kita lebih banyak bergunjing, memaki atau mengeluarkan kata-kata yang tidak patut ketimbang membaca Al-Quran, menyebut asma Allah, atau menghibur hamba-hamba-Nya. Seluruh anggota badan kita lebih cepat memenuhi perintah hawa nafsu daripada menjemput panggilan Tuhan.

Apa akibat dari semuanya ini? Kita terus menerus dirundung musibah. Kegelisahan lama bersambung dengan kegelisahan baru. Kecemasan kita bertambah setiap hari. Kita kejar kebahagian tapi kita sering menemukan penderitaan. Kita tak pernah tenang.

Allah Swt berfirman, "Tidaklah menimpa kalian musibah kecuali karena perbuatan tangan-tangan kalian juga. Tetapi Allah mengampuni banyak sekali," ( QS. Al-Syura; 30).

Imam Ali bin Abu Thalib a.s bersabda, "Tidaklah urat terkilir, batu tergelincir, tongkat tertusuk, kecuali karena dosa. Dan apa yang diampuni Allah sungguh banyak. Barang siapa yang Allah dahulukan siksanya atas dosa-dosanya didunia ini, maka sesungguhnya Allah terlalu mulia dan terlalu agung untuk mengulangi siksanya lagi pada hari akhirat." ( Ushul Al-Kafi, 2:445)

Jadi apa pun yang menimpa kita berasal dari dosa-dosa yang kita lakukan. Tubuh yang sakit, rezeki yang sempit, musuh yang menyerang, bencana yang menimpa, hati yang terluka, semuanya adalah akibat dosa. Tetapi Allah yang Maha Pengasih tidak selalu menghukum dosa-dosa kita.

Dengan sabar Dia membiarkan kita dan menunggu kita untuk kembali pada-Nya. Allah selalu menanti hamba-hamba-Nya yang mau melabuhkan perahunya pada tepian lautan kasih sayang-Nya.

Allah berfirman, "Sekiranya Allah menyiksa manusia karena apa yang mereka lakukan, tentu tidak akan tinggal dipunggung bumi ini satu makhluk pun ( yang hidup); tetapi Allah menangguhkan mereka sampai ke waktu yang ditentukan. Maka apabila datang waktunya maka sesungguhnya Allah selalu mengawasi hamba-hamba-Nya," (QS. Al Fatir; 45).

Allah Swt masih memberikan tempo kepada kita untuk bertaubat. Bersihkan dosa-dosa kita dengan meninggalkan dosa-dosa itu sekarang juga. Datanglah kepada Allah dengan penuh penyesalan. Akui segala kesalahan dan kemaksiatan kita. Segera setelah Dia yang maha kasih menerima taubat kita, semua akibat buruk dosa itu akan dihapuskan. Bukan itu saja Allah juga akan mengganti seluruh keburukan kita dengan kebaikan. Allah akan mengganti ketakutan kita dengan rasa damai, kefakiran kita dengan kecukupan, kebodohan dengan pengetahuan, kesesatan dengan petujuk.

Allah Swt berfirman, "Kecuali orang yang bertaubat dan beramal shalih, maka mereka akan Allah gantikan keburukannya dengan kebaikan. Adalah Allah maha Pengampun dan maha Penyanyang." ( Al-Furqan; 70)

Hadirin hadirat yang berbahagia.
Dengarkanlah juga bagaimana Allah yang maha Pengasih memanggil hamba-hamba-Nya yang berdoa dengan sapaan yang sangat mesra.

Ya 'Ibadi. Hai hamba-hambaku, "Katakanlah; Hai hamba-hambaku yang telah melewati batas dalam berbuat dosa. Janganlah kalian berputus asa dari kasih sayang Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya. Seungguhnya Dia maha Pengampun dan maha Penyanyang. Kembalilah kalian kepada Tuhanmu, berserah dirilah kepada-Nya, sebelum datang kepada kalian azab kemudian kalian tidak lagi dapat membela diri (QS Al-Zumar; 53-54)

Siapakah yang dipanggil Allah dalam ayat ini?
Allah tidak memanggil; Ya 'Ibadiyalladzina aqamush shalat- "Wahai hamba-hambaku yang mendirikan shalat" atau Ya 'Ibadiyalladzina 'amilush shalihat- wahai hamba-hambaku yang melakukan amal shaleh".
Yang dipanggil Allah untuk kembali kepangkuan-Nya adalah Ya 'Ibadiyalladzina asrafu 'ala anfusihim- wahai hamba-hamba-Ku yang sudah melewati batas'. Yang dipanggil Allah adalah kita semua, yang sudah menghabiskan usia kita dalam kemaksiatan. Yang disapa Allah adalah dengan penuh kasih adalah kita semua, yang sudah membebani punggung kita dengan kedurhakaan. Yang dipinta Allah tidak banyak. Janganlah berputus asa. Dosa-dosa kalian besar, tetapi lebih besar lagi ampunan Allah. Kalian tidak layak menggapai kasih sayang Allah, tetapi kasih sayang Allah sangat layak untuk mencapai kalian karena kasih sayang Tuhan meliputi langit dan bumi.

Hadirin hadirat yang berbahagia
Rasulullah Saw bersabda; " Ada tiga dosa yang akan disegerakan siksanya di dunia ini juga tidak akan ditangguhkan pada hari akhirat; durhaka kepada orang tua, berbuat zalim kepada manusia, dan tidak berterimakasih kepada kebaikan orang lain.

Jika kita merasa kurang berkhidmat kepada orang tua, jika kita selama ini mengabaikan mereka, jika kita tidak segan-segan menyakiti hati mereka, segeralah datang kepada keduanya. Bersimpuhlah di kaki mereka, cium tangan mereka, dan basahi tangan yang pernah menimang kita dengan air matanya, mintakan maaf atas kekurangan pengkhidmatan kita kepada mereka. Jika diantara keduanya sudah meninggalkan dunia, kirimkan doa yang tulus kepada mereka. Antarkan doa itu dengan amal shalih dan hadiahkan amal shalih itu kepada mereka. Ziarahilah kuburan mereka. Lalu bertaubatlah kepada Allah. Mohonkan Rahmat-Nya agar Dia tidak menurunkan azab-Nya kepada kita. Mohonkan kepada Allah agar Dia mengasihi kedua orangtua kita sebagaimana mereka mengasihi kita diwaktu kecil.

Marilah ditempat ini kita bacakan doa untuk mereka; Ya Allah balaslah kebaikan mereka karena telah mendidik kami. Berikanlah ganjaran kepada mereka karena telah memuliakan kami. Jagalah mereka sebagaimana mereka telah memelihara kami pada masa kecil kami.

Ya Allah, untuk setiap derita yang menimpa mereka karena kami, untuk setiap hal yang tidak enak mengenai mereka karena kami, untuk setiap hak mereka yang kami abaikan, jadikanlah itu semua sebagia penghapus terhadap dosa-dosa mereka, ketinggian dalam derajat mereka, kelebihan dalam kebaikan mereka. Wahai yang mengubah keburukan dengan kebaikan secara berlipat ganda.

Jika kita pernah merampas hak orang lain atau menggunjing dan memfitnah mereka atau memeras tenaga mereka untuk keuntungan kita sendiri, atau menyakiti hati mereka dengan penghinaan atau makian, atau mendengki mereka dan berusaha menjatuhkan kehormatan mereka dengan tuduhan keji, atau menyiksa mereka dengan lisan atau tindakan, atau kita mengabaikan mereka ketika mereka meminta pertolongan, atau tidak memaafkan mereka ketika mereka meminta maaf, kita sesungguhnya telah berbuat zalim kepada mereka.

Allah Swt berfirman: Dan orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat bukan karena apa yang mereka lakukan, sungguh mereka telah memikul fitnah besar dan dosa yang nyata ( Al-Ahzab 58).

Kita telah mengundang azab Allah. Kembalikanlah segala hak mereka yang telah kita rampas. Muliakanlah kehormatan mereka yang telah kita rendahkan. Berbuat baiklah kepada mereka setelah kita berbuat jahat kepada mereka. Mintalah maaf dengan tulus. Jika mereka sudah meninggal dunia, ucapkan doa buat mereka. Hadiahkan amal shaleh kepada mereka. Lalu bertaubatlah kepada Allah. Mohonkan Rahmat-Nya agar Dia tidak menurunkan azabnya kepada kita.

Jika kita pernah menerima kebaikan dari makhluk Allah, yang lewat mereka Allah mengalirkan nikmatnya kepada kita, lalu kita tidak membalas kebaikan itu dengan kebaikan, atau kita tidak sedikitpun menampakkan terima kasih kita kepada mereka, kita telah mengundang azab Allah.

Mereka yang berbuat baik kepada kita tidak terhitung jumlahnya. Disitu ada orangtua yang membesarkan kita, guru yang mengajarkan ilmu kepada kita, kawan yang menolong kita, istri atau suami yang berkhidmat kepada kita, pegawai yang melaksanakan perintah kita, atau orang-orang kecil yang secara tidak langsung membesarkan kita. Berbuat baiklah kepada mereka sekarang juga. Ungkapkan terimakasih kita kepada mereka, paling tidak dengan penghormatan yang kita berikan kepada mereka. Berbuat baiklah kita kepada mereka setelah kita berbuat jahat kepada mereka. Mintakan maaf yang tulus. Sebutkan nama-nama mereka dalam doa-doa kita. Jika mereka sudah meninggal dunia, hadiahkan amal shaleh kita kepada mereka. Lalu bertaubatlah kepada Allah. Mohonkan rahmat-Nya agar Dia tidak menurunkan azab-Nya kepada kita, karena kita tidak berterimakasih kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita.

Hadirin-hadirat yang berbahagia
Mari kita isi sisa hidup kita di dunia ini dengan sedapat mungkin meninggalkan upaya untuk menyakiti hati orang lain. Tinggalkanlah gerakan-gerakan lidah yang mempergunjingkan dan menjatuhkan kehormatan orang lain. Hindarkanlah segala perbuatan tangan dan kaki kita dari berbuat sesuatu yang dapat menganiaya mereka. Karena kezaliman yang kita lakukan akan menghapus seluruh amal shalih kita. Marilah kita mulai hidup kita ini sekarang dengan berusaha untuk membahagiakan orang lain, membahagiakan orang-orang disekitar kita. Maafkanlah segala kesalahan yang pernah mereka lakukan.

Setelah shalat Id nanti, berkunjunglah kita kekuburan, kita ziarahi kuburan orang-orang terdekat kita atau kepada orang-orang yang pernah kita sakiti. Merenunglah di sana, di atas pusara ayah-ibu, kakek-nenek, atau orang-orang yang kita cintai. Kenanglah bahwa kita juga akan berbaring di bawah tanah seperti mereka dibungkus dengan kain kafan, tergolek seperti seonggok tubuh yang tak berguna dan terlupakan. Tengoklah kekiri dan kekanan. Bukankah lebaran lalu mereka masih bersama kita, ikut pergi ke mesjid ini, ikut menggemakan takbir disamping kita? Tetapi hari ini Allah memanggil mereka terlebih dahulu. Kirimkanlah doa yang tulus kepada mereka. Mohonkan kepada Allah supaya Dia memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Kita juga tidak tahu, mungkin saja setelah shalat Id nanti atau besok kita yang akan dipanggil Allah untuk menghadap-Nya. Kita juga akan diantarkan oleh kaum kerabat kita kekuburan. Untuk itu mulai saat ini marilah kita mengingat akan kematian, dengan selalu meninggalkan apa yang dilarang Allah dan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya, serta dengan selalu membahagiakan hamba-hamba Allah dimuka bumi ini. Amin Ya Rabbil 'Alamin.

<http://rasniardhi.blogspot.com/2007/12/khotbah-idhul-fitri-2.html>

Khutbah - Esensi Silaturahmi

by Kang Jalal

Hadirin dan hadirat, 'Aidin dan 'Aidat, Faizin dan Faizat
Baru saja kita rebahkan diri kita, bersimpuh di depan pintu kebesaran Allah yang Mahakasih Mahasayang. Baru saja kita mengakhiri salat kita dengan menyebarkan salam sejahtera kepada semua makhluk di sekitar kita. Sejak tadi malam sampai pagi ini, kita memenuhi langit dengan suara takbir kita. Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamd!

Jauh dari kedalaman hati kita yang paling bening, terbersit rasa syukur yang tidak terhingga. Rasa syukur yang mengisi setiap pembuluh darah kita, mengalirkan kesejukan ke dalam pori-pori kulit kita, urat-urat syaraf kita, jaringan-jaringan daging kita, butir-butir darah kita, dan sampai ke dalam tulang sumsum kita. Seperti tetes-tetes embun di pagi hari, air mata kita perlahan-lahan menggenangi pipi kita. Air mata terima kasih kita kepada Dia Yang Mahasayang. Air mata kepuasan karena kita bisa berhari-raya lagi. Air mata kebahagiaan karena kita mendapat peluang untuk menyelesaikan puasa dan salat malam kita di bulan Ramadhan.

Dan inilah kita sekarang: Para aidin dan aidat, faizin dan faizat! Orang-orang yang berhari raya! Orang-orang yang merayakan kemenangan! Kenanglah kesibukan kita di bulan Ramadhan: Menahan lapar dan haus, mengendalikan hawa nafsu, membaca Al-Quran, menghadiri tadarusan, melakukan salat malam atau berbagi makanan kepada fuqara dan masakin. Kenanglah malam-malam qadar ketika kita melantunkan doa-doa kita dalam kesepian atau dalam kerumunan, di rumah sendiri atau di rumah Tuhan.

Kenanglah sabda Nabi saw di tengah-tengah sahabatnya, lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu. "Pada malam Qadar Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk turun ke dunia bersama rombongan para malaikat...Ketika fajar terbit, Jibril berseru: Wahai para malaikat, kembalilah, kembalilah. Para malaikat pun menyahut: Ya Jibril, apa yang telah dilakukan Allah dalam memenuhi hajat-hajat kaum mukmin umat Muhammad? Jibril berkata: Allah swt telah memenuhi keperluan mereka - membahagiakan dan mengampuni mereka semua kecuali empat orang! Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, man hum? Siapakah mereka yang tidak diterima ibadatnya, yang ditolak doanya, yang tidak diampuni dosa-dosanya?

Dengarkan Nabi saw bersabda: Semua orang dipenuhi keinginannya kecuali empat orang: orang yang terus menerus minum khamar, orang yang durhaka kepada orangtuanya, orang yang memutuskan silaturahmi, dan orang yang sedang bermusuhan (Al-Baihaqi, Syu'b al-Iman 3:336 hadis 3695; Rawdhat al-Wa'izhin 380, dari Imam Ali a.s).

Hadirin dan hadirat, Faizin dan Faizat:
Kita tahu, minum khamar adalah dosa besar. Alhamdulillah, kita semua berhasil menghindarinya. Yang tidak kita sadari adalah kenyataan bahwa seperti minum khamar, durhaka pada orang tua, memutuskan silaturahmi, dan meneruskan permusuhan adalah dosa-dosa besar. Karena dosa-dosa besar itu, pintu-pintu langit ditutupkan, ibadah-ibadah dicampakkan, doa-doa dilemparkan, dan permohonan ampunan ditolakkan.

Marilah kita kenang ibadah-ibadah kita di bulan Ramadhan. Ketika kita menadahkan tangan kita di atas sajadah kita, kenanglah apakah sebelumnya kita membuat orang tua kita murka atau sakit hati? Apakah kita menyakiti pasangan kita, saudara kita, sahabat kita, tetangga kita, atau pegawai kita? Apakah kita tidak mau meminta maaf dan tidak mau memaafkan? Apakah kita menyimpan dendam dan memelihara permusuhan? Dalam taman kehidupan, apakah kita menjadikan diri kita seperti rumpun berduri yang tumbuh di tengah jalan. Semua orang yang lewat pasti terluka karena duri-duri kita yang tajam. Bila kita menjawab ya, kita keluar dari bulan Ramadhan dengan tangan hampa. Tanpa ijabah doa. Tanpa ampunan Tuhan. Tanpa anugrah Ramadhan.

Tanyalah dirimu! Ketika lidah kita membacakan ayat-ayat suci, ingatlah apakah lidah yang sama telah menghamun maki orang lain hanya karena fahamnya berbeda dengan kita, atau karena pendapatnya tidak kita setujui, atau karena kelakuannya tidak seperti yang kita inginkan? Apakah lidah kita telah menjadi ular yang menyemburkan bisa kepada semua orang. Bisa fitnah yang menjatuhkan kehormatan orang. Bisa namimah yang mengadu domba orang-orang yang saling mencinta. Bisa membongkar aib yang mempermalukan orang. Hitung berapa banyak hamba Allah yang merintih pilu, menderita karena bisa-bisa menyengat yang keluar dari mulut kita.

Sambil memegang tirai Ka'bah, Nabi saw mengagumi rumah Tuhan: Betapa agungnya kamu. Betapa besarnya kamu. Tapi, demi Allah, yang jiwaku ada di tanganNya, jika ada orang yang meruntuhkan kamu, wahai Ka'bah, bata demi bata, kemudian menghancurkannya dan membakarnya, dosanya jauh lebih rendah daripada orang yang meruntuhkan kehormatan kaum mukmin." (Dengan redaksi yang lebih singkat, hadis ini diriwayatkan dalam Sunan Ibn Majah 3932; Syu'b al-Iman 6706; Bihar al-Anwar 67:71; Tanbih al-Khawathir 1:52)

Jika lidah kamu masih juga menghancurkan kehormatan orang, menyebarkan aib, fitnah, dan makian, kamu keluar dari bulan Ramadhan dengan tangan hampa. Tanpa ijabah doa. Tanpa ampunan Tuhan. Tanpa anugrah Ramadhan.

Marilah kita bermuhasabah! Hari ini adalah hari yang paling layak untuk bermuhasabah! Ketika kita rukuk dan sujud di hadapan Tuhan, ketika kita merebahkan kepala kita di atas sajadah, apakah kepala kita itu di luar tempat salat kita dongakkan untuk menunjukkan kebesaran kita dan merendahkan orang lain?

Nabi saw bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada perasaan sombong walaupun hanya sebesar debu saja!" (Bihar al-Anwar 73:235; Mizan al-Hikmah 8:304)

Orang-orang yang sombong keluar dari bulan Ramadhan dengan tangan hampa. Tanpa ijabah doa. Tanpa ampunan Tuhan. Tanpa anugrah Ramadhan. Orang-orang yang menyakiti sesama makhluk Tuhan, orang yang menyebarkan kebencian dengan fitnah, hasutan dan makian, orang-orang yang meruntuhkan kehormatan orang lain, orang yang sombong dan merasa diri paling benar dan paling soleh, adalah orang-orang yang memutus-mutuskan silaturahmi. Mereka dilaknat Allah di dunia dan akhirat.

Allah swt berfirman (Al-Quran, Surat Muhammad saw 22-23): "Bukankah apabila kalian berpaling dari ajaran Al-Quran, kalian akan berbuat kerusakan di bumi dan memutus-mutuskan silaturahmi. Mereka itulah orang-orang yang Allah laknat mereka. Allah butakan dan tulikan mereka."

Marilah kita memohon perlindungan kepada Allah yang Mahakasih dari perbuatan yang memutuskan silaturahmi. Pada hari Id ini, mari kita bukakan gerbang-gerbang langit, mari kita luaskan pintu-pintu ijabah, dengan menyebarkan kasih sayang ke tengah-tengah manusia. Mintakan maaf kepada semua orang yang pernah kita lukai hatinya: orangtua, pasangan hidup, karib-kerabat, tetangga dan sahabat-sahabat kita. Mintakan maaf dengan tulus, karena maaf mereka adalah kunci untuk mendapatkan ampunan Tuhan; karena maaf mereka adalah wasilah untuk mengembalikan kepada kita pahala amal-amal saleh kita, keberkahan dan keselamatan, kemuliaan dan kebahagiaan.

Bertekadlah, mulai hari ini, demi kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat, kita hanya akan menyebarkan senyuman Sang Nabi saw, memaafkan orang yang berbuat salah, mengenyangkan orang yang lapar, menyembuhkan orang yang sakit, menghibur orang yang menderita, membantu orang yang kekurangan. Sekali lagi, marilah kita buka pintu-pintu ijabah, tirai-tirai kegaiban, dengan doa yang kita peroleh dari manusia-manusia suci:

(Naskah ini ditulis oleh Prof DR KH Jalaluddin Rakhmat [Ketua Dewan Syura IJABI] yang dibacakan oleh beberapa Khatib IJABI dalam pelaksanaan Idul Fitri di beberapa daerah di Indonesia).

<http://ahmadsahidin.wordpress.com/2011/09/05/khutbah-idul-fitri-1432-h-silaturahmi-esensi-ajaran-islam/#more-2048>

Khutbah Idul Adha - Meneladani Para Kekasih Allah

oleh Muhammad Shobirin Saerodji

Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Alhamdulillah, mari kita bersyukur kepada Allah Swt. pada pagi hari ini kita dikaruniai Allah Swt. kesempatan untuk menyambut hari raya idul Adha. Setelah kaum muslimin sedunia melakukan wukuf di Padang Arafah dan setelah umat Islam melaksanakan puasa sunah hari tarwiyah dan Arafah.
Walau dalam keadaan bagaimanapun, setiap Idul Adha datang, kita menyambutnya dengan rasa syukur. Kita sambut dengan menyerukan satu jalinan kalimat-kalimat suci dan mengumandangkan rajutan benang-benang tauhid.

Kalimat takbir (ALLAHU AKBAR), mengagungkan Allah Yang Maha Besar. Kalimat tauhid (LAILAHAILLALLAH), mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Kalimat tahmid (ALHAMDULILLAH), mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Pengasih dan pemurah. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Marilah kita selalu meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt. Dengan iman dan taqwa yang sebenar-benarnya. Kita berharap Allah Swt meridhai kita menjadi hambanya yang shalih. dengan ridha tersebut kita berharap lagi Allah akan memuliakan kita diantara hamba-hambanya yang lain. Karena sesungguhnya kemuliaan manusia di sisi Allah bukanlah karena kepandaiannya, hartanya, ketampanannya, atau yang lainnya melainkan karena ketaqwaannya. Inna Akromakum 'indallahi atqo qum.

Kalau memang kemuliaan yang kita harapkan adalah kemuliaan dari Allah Swt. Bukan kemuliaan pemberian dari sesama manusia. Maka, bukanlah bertambahnya ketampanan, kepandaian, atau bertambahnya harta yang kita selidiki setiap hari. Tetapi, yang perlu kita curigai adalah apakah melalui harta, ketampanan, dan kepandaian itu menjadi penambah ketaqwaan kita kepada Allah Swt, ataukah malah dengan harta, ketampanan, dan kepandaian itu menjadi sumber ketakaburan, kesombongan atau pembanggaan diri kita kita. Semoga semua karunia Allah Swt. Senantiasa menambah nilai ketakwaan kita terhadap Allah Swt. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Hari ini takbir berkumandang di seluruh dunia, membesarkan nama Allah. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu seperempat milyar manusia di muka bumi ini, menyeruak disetiap sudut. Di lapangan, di surau-surau, di desa-desa, di gunung-gunung, di kampung-kampung, dan -kita- halaman Pondok tercinta ini.
Gema takbir ini menggetarkan qalbu setiap mu'min, membisikkan lantunan-lantunan dzikrullah penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja' harap-harap cemas akan hari perjumpaan dengan Sang Khaliq, Pencipta dan Sang Tercinta Allah SWT.

Pekik suara itu juga kita bangkitkan di sini, di bumi tempat kita bersujud, di halaman pondok kita tercinta ini. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara Malaikat nan tengah khusyu' dalam penghambaan diri mereka kepada Allah Swt. Sambutan-sambutan malaikat itu adalah lantunan doa-doa yang dihaturkan kepada Allah Swt agar kita semua di sini memperoleh kekuatan untuk terus menegakkan kalimat-kalimat Allah melalui perjuangan lembaga keilmuan Pondok Pesantren Modern Ar Rahmat ini.

Kita harus yakin bahwa langkah yang kita pijakkan di pondok ini adalah langkah yang tepat, langkah yang benar. Langkah yang sesuai dengan perintah Allah. Sebuah langkah perwujudan usaha kita. Usaha agar kehidupan kita mendatang lebih berarti. Lebih memberi manfaat kepada sesama. Karena di sini kita menuntut semua ilmu. Semua ilmu, karena yang kita pelajari di sini tidak hanya bagaimana matematika, bagaimana Fisika, bagaimana geografi, biologi dan lain-lain, tetapi juga bagaimana berwudhu, bagaimana sholat yang benar, bagaimana berakhlak yang karimah. Dan, sebuah kondisi yang sulit kita temui di tempat yang lain adalah nuansa belajar bagaimana berinteraksi dengan teman-teman kita selama 24 jam. Sebuah praktek/aplikasi langsung dari keilmuan yang kita tuntut setiap hari.

Maka kita harus yakin, bahwa langkah kita menuju pondok ini dan berada di pondok ini adalah usaha untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Maka, mari kita teguh dan kuatkan lagi niat kita berada pondok ini. Yaitu, untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kita sudah sering membaca dan mendengar bahwa "tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan". Maka kalau kita berharap sebuah perjuangan yang sesungguhnya, pertanyaan yang kita sampaikan pada diri kita masing-masing adalah "pengorbanan apa yang akan kita persembahkan untuk keberlangsungan perjuangan li i'lai kalimatillah di sini, di pondok yang tercinta ini?"

Mari kita belajar dari kisah Teladan penuh hikmah cinta dan kasih sayang yang terselip diantara getir, sakit, bimbang, dan kerasnya cobaan yang menghiasi langkah perjuangan seorang kekasih Allah, Nabi Ibrahim As.
Semangat pengorbanan sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim as. Semangat rela berkorban dalam menegakkan kebenaran, li i'lai kalimatillah.

Pada masa mudanya beliau rela dibakar hidup-hidup, setelah menghancurkan patung berhala Raja Namrud. Allah menyelamatkan Ibrahim as. Dengan Kasih Sayang-Nya berfirman: "Wahai api jadilah dingin, dan Kami selamatkan Ibrahim".

Ujian dari Kekasih terhadap kekasih, tidak cukup sampai disitu. Seperti di kisahkan dalam Alqur-an surat As Shaffat ayat 107-109. Ketika Allah Swt. memerintahkan untuk mengantarkan si buah hati Ismail ke sebuah lembah yang bernama Makkah. Berdua dengan Siti Hajar, ibunda Ismail, mereka ditinggalkan di sebuah lembah yang tak ada seorangpun dan tidak ada sesuatu apapun disana.

Lama tak berjumpa, kerinduan akan bersua. Setelah sang anak beranjak remaja, masa-masa kebanggaan seorang ayah terhadap seorang putra, kemudian Allah memerintahkan untuk menyembelih buah hati tercinta.
Dan seperti yang telah kita ketahui kisahnya, mereka berdua mempunyai ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah SWT. Sesudah malaikat menyampaikan wahyu itu, maka keduanya bergembira dan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang menganugerahkan kenikmatan dan kekuatan jiwa untuk menghadapi ujian yang berat itu. Kita bisa melihat di sini bahwa rasa cinta kepada Allah telah mampu meleburkan sebuah egoisme. mereka dapat mengatasi perasaan cinta bapak ke anak dan cinta anak ke bapak melebur bersama rasa cinta mereka kepada Allah Swt.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (QS: As Shaffat 103)

Tindakan Ibrahim As itu merupakan ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah SWT. Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, tidak akan membiarkan pancaran kasih sayang seorang ayah dan anak tersebut terputus. Maka balasan bagi orang yang tulus ihlas melaksanakan perintah Allah Swt, adalah Kasih Sayang Allah. Kasih sayang Allah berupa seekor domba besar yang putih bersih yang tidak ada cacatnya. Ujian serta pengorbanan yang sangat berat telah dilalui oleh seorang nabi, Khalilullah, kekasih Allah tersebut dengan tanpa rasa emosional dan amarah penuh nuansa cinta dan keihlasan. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Jika kita membuat sesuatu karya seni, misalnya lukisan, puisi, patung atau apa saja. Maka kita akan dapat membaca suasana emosional karya seni tersebut, bagaimana setting emosional si pembuat karya pada saat menorehkan kuas di kanvas, bagaimana curahan diksi yang terluap pada deretan kata-kata puisi seorang penyair, atau seberapa lembut detail lekukan di tiap sudut patung yang dihasilkan.oleh seorang pemahat. apakah dia sedang jatuh cinta, ataukah dia sedang frustasi hidup, ataukah dia sedang protes terhadap penguasa, sedang marah karena ketidakpuasan. Semua emosi tersebut akan dapat kita saksikan pada karya yang dihasilkannya. Emosi si pencipta karya tersebut akan menjadi karakter/soul/jiwa dari karya yang dia ciptakan. Karakter/soul/jiwa itulah yang kita tangkap, yang akan mempengaruhi pikiran kita ketika kita menikmati sebuah karya seni.

Hal tersebut akan berlaku sama dengan apa yang kita lakukan selama berjuang di pondok kita yang tercinta ini. Ketika Emosi yang kita tuangkan pada saat mendengarkan guru, mengerjakan tugas, membuat PR, adalah emosi kejengkelan, emosi kemarahan, emosi ketidakpuasan. Misalnya: mau mengerjakan PR dengan hati yang marah, mau mengerjakan tugas dengan mulut ngomel akhirnya ketakaburan yang muncul. Maka ilmu yang terbentuk - tertanam - yang kita panen adalah ilmu yang berkarakter/soul/jiwa/ kejengkelan, ketidakihlasan, kemarahan dan ketakaburan. Jika hal itu yang menjadi karakter ilmu yang kita dapatkan, maka Barakah ilmu yang bagaimanakah yang kita harapkan?

Begitu juga ketika kita, para orangtua dalam mendidik anak-anak kita. Ketika aliran kasih sayang kita, telah berubah wujud menjadi emosional berupa amarah. Maka segala ilmu yang kita tebarkan kepada anak-anak kita akan memancarkan karakter amarah dan emosional yang biasanya bergandeng dengan ketakaburan, kesombongan. Jika itu yang terjadi Maka barakah ilmu yang bagaimanakah yang kita harapkan dari sebuah ilmu yang penuh dengan amarah-ketakaburan?

Ketaqwaan yang tulus, pengorbanan yang penuh kasih sayang telah di tauladankan oleh Nabiyullah Ibrahim As dan Ismail As. Ketulusan mereka sampai saat ini masih menebarkan bau wangi kesturi, mengajarkan hikmah yang mendalam yang tidak habis di kaji dalam setiap khutbah idul adha.

Allah berfirman, "Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian" (Qs: As Shaffat 108)

Kisah Ibrahim adalah sebuah karya sejarah yang masih memancarkan kebaikan, inspirasi bagi siapa saja. Bahkan dalam sebuah tafsir dinyatakan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim as. Sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani dan Islam semuanya menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrikin Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim). Sampai saat ini setiap kita shalat kita masih selalu bershalawat salam kepada Nabi Ibrahim As.

Kenapa hal itu terjadi? Hal itu karena Ibrahim dan Ismail menjalankan perintah tanpa di biasi oleh amarah, emosional, ketakaburan, atau bahkan dendam. Melainkan nuansa kasih kepada Allah, dan sayang kepada anak. Sehingga kita tidak menemukan dalam kisah penyembelihan ini -yang biasanya- dalam sebuiah penyembelihan, adalah nuansa kesadisan, emosional, kemarahan nuansa kebiadaban. Tetapi nuansa yang kita temukan pada kisah ini adalah nuansa cinta dan kasih sayang. Karakter/soul/jiwa yang tertangkap pada Epic ini adalah nuansa cinta dan kasih sayang-. Kasih sayang seorang ayah kepada Anaknya, Kasih sayang seorang anak kepada ayahnya, kasih sayang seorang hamba kepada Rabb nya dan Kasih sayang Rabb - Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Allah Akbar...3x Allahu Akbar walillahil Hamd.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Mari kita teladani ruh perayaan Iedul Qurban yang bersejarah ini dengan menata hati kita masing-masing. Agar nuansa cinta dan kasih sayang selalu mewarnai kehidupan kita di medan perjuangan kita, di Pondok yang kita cintai ini. Sehingga Karakter yang yang terbentuk dalam diri kita adalah karakter Cinta- dan Kasih Sayang. Sehingga dalam keadaan sesadis-seemosional-semarah apapun diri kita dalam menapaki perjuangan ini. bukan nuansa sadis, nuansa emosi, amarah. Melainkan, nuansa cinta dan kasih sayang yang selalu tertoreh dalam kanvas perjuangan ini, yang tertulis dalam bait-bait dan rima syair perjuangan kita di sini, dan yang terpahat pada dinding-dinding ghirah-semangat di dada kita semua. Amin-amin ya rabbal alamin.

Khutbah - KUDA TERBANG SULAIMAN

Marilah kita saling berwasiat untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah, karena godaan dunia setiap saat bisa mengancam iman dan takwa kita kepada Allah Swt.

Jangankan kita manusia biasa, Nabi Sulaiman pun hampir tergoda oleh dunia. Karena itulah, setiap khatib diwajibkan berwasiat tentang takwa. Ushikum binasfi bitaqwallah …, ittaqullah haqqa tuqatih… dan kalimat lain, dengan maksud supaya selalu berupaya meningkatkan taqwa, takut kepada Allah, bukan kepada yang lain.

Dalam al-Quran terdapat kisah-kisah. Surat 38, Shaad ayat 30-33 menceritakan tentang Nabi Sulaiman dan kuda-kudanya yang hebat dan menakjubkan.

30. Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman (maksudnya, Sulaiman adalah putra Nabi Daud). Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat.
31. Ditunjukkan kepada Sulaiman kuda-kuda terbang yang tenang di waktu berhenti dan cepat berlari.
32. Sulaiman berkata: "Sungguh, kecintaanku terhadap kuda-kuda itu telah melalaikan aku mengingat Tuhan, hingga  kuda-kuda itu hilang."
33. "Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku." Seru Sulaiman. Lalu ia memotong kaki dan leher kuda itu.

Banyak uraian dari kalangan ahli Quran mengenai ayat itu. Namun dasar ceritanya sama, bahwa Nabi Sulaiman diuji oleh Allah dengan apa yang dia miliki.
Yaitu, kuda-kuda yang gagah dan cepat larinya. Berkali-kali kuda-kuda itu diandalkan sebagai balatentara di medan perang.

Suatu hari, ketika Sulaiman sibuk mengurusi kuda-kuda itu, Sulaiman lupa, bukan disengaja, meninggalkan shalat Asar --karena saking asyiknya.
Maka, ketika Sulaiman sadar bahwa kuda-kuda itu yang membuat dia lalai, ia pun bersumpah, "Tidak, demi Allah, jangan sampai kuda-kuda ini melalaikan aku dari menyembah Allah."
Lalu beliau menitahkan agar kuda-kuda itu disembelih. Kemudian dia memotong kaki dan leher kuda-kuda itu dengan pedang.

Ketika Allah mengetahui apa yang dilakukan Sulaiman, maka Allah segera menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik, yakni angin yang bisa berhembus dengan perintahnya, sehingga menjadi subur setiap daerah yang dilewatinya.

Kini, tidak ada lagi kuda-kuda bersayap yang gagah dan bisa terbang seperti di zaman Sulaiman itu. Kuda bersayap itu kini hanya ada dalam dunia dongeng. Namun, meskipun secara fisik kuda-kuda hebat itu telah tiada, tapi ibrah, hikmah, atau pesan dari kuda-kuda itu masih ada.
Kini, kuda-kuda Sulaiman itu hadir dalam bentuk lain. Digantikan oleh berbagai teknologi, transportasi, dan informasi, yang kecanggihannya mampu melipat waktu dan melintasi ruang.
Inilah ‘kuda-kuda terbang’ yang kita miliki, di zaman kita. Ini pun jadi ujian dan godaan. Bisa mengasyikkan, menghibur, dan juga --tidak mustahil-- melalaikan dan membuat lupa kepada Allah Swt.

Dari kisah Sulaiman itu kita diingatkan, bahwa perhiasan dunia yang kita miliki janganlah sampai melalaikan kita untuk ingat kepada Allah Sang Pencipta.
Akhirnya, mari kita resapi hadis Sahih dari Imam Ahmad dan al-Baihaqi. "Sungguh bila Engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari padanya."

Sulaiman telah meninggalkan kuda-kuda hebat itu, kemudian Allah menggantinya dengan angin berhembus yang membawa kemakmuran. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita. Amin.

Barakallah … Dystar, 30 Maret 2012


Khutbah - Mencontoh Sahabat Ali

Hidup, mati, jodoh, dan rezeki ada di tangan Allah, manusia hanya punya hak berikhtiar. Segala keputusan ada di tangan-Nya.

Dari keempat hal tersebut (hidup, mati, jodoh, dan rezeki) manusia seringkali lebih disibukkan dengan urusan rezeki. Maklum, hidup masih dinikmati. Mati terasa berada jauh sekali, tidak ada yang tahu kapan akan datang. Sedangkan jodoh tinggal menjalani.

Oleh karena itu, kebanyakan manusia akan merasa sedih jika dijauhi rezeki dan merasa senang jika dihibur dengan rezeki.

Banyak orang yang berubah menjadi taat ketika berada dalam kesusahan. Rajin berdo’a, ibadah, tawakal ataupun bersedekah. Sebaliknya, ketika dalam keterbatasan harta, ia mengurangi komunikasi dengan Allah, bahkan, tidak jarang lupa dengan doa-doa yang pernah dipanjatkan selagi susah.

Dengan demikian, benarkah dunia itu harus selalu dikejar? Padahal dunia semakin dikejar semakin menjauhi kita.

Seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore. Fatimah, sang isteri menyambutnya dengan penuh sukacita. Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."

Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Karunia Allah tidak hanya di pasar, bukan?”

"Terima kasih Fatimah," jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali.

Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah. Sepulang dari sholat, ia dihentikan oleh seorang lelaki tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh sakunya seraya berkata, "Dulu, sebelum ayahmu meninggal, aku pernah menyuruh dia menyamak kulit. Aku belum sempat bayar ongkosnya. Terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya." Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.

Petikan kisah sahabat di atas mengandung pesan bahwa rezeki bisa datang tanpa diundang juga dapat pergi tanpa diusir.

Ketulusan dan kesungguhan ikhtiar, itulah yang bermakna dan dianjurkan. Sedangkan jatah yang diterima, adalah kehendak Allah. Ada yang Allah jadikan kaya dengan melimpahnya rezeki. Ada pula yang dijadikan miskin.

Allah Ta’ala berfirman, "Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki." (An Nahl:71)

Dalam ayat lain Allah berfirman, "Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. Al-Isra:30)

Berkaitan dengan rezeki, Ibnu Katsir menerangkan, “Seandainya Allah memberi hamba rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku sewenang-wenang, serta akan bertingkah sombong. Akan tetapi Allah memberi rizki dengan melihat apa yang bermanfaat untuk hamba-hamba-Nya. Allah tentu lebih mengetahui siapa orang yang pantas menerima rezeki-Nya.”

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya ada di antara hamba-Ku, yang imannya semakin baik jika dianugerahi kekayaan. Dan sesungguhnya, ada di antara hamba-Ku yang imannya semakin baik bila diberi keterbatasan, dahalm hal harta.”  Wallahu a’lam bish showaab.
Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Barakallah …, Dystar, 16 Maret 2012

Doa -- JENAZAH

??????????? ??????? ???? ??????????? ????????? ??????? ???????
?????????? ????????? ????????? ??????????? ??????????? ??????????
??????????? ???????????? ????????? ???? ??????????? ????? ?????????
????????? ??????????? ???? ?????????? ???????????? ?????? ??????? ????
???????? ????????? ??????? ???? ????????? ????????? ??????? ????
????????? ???????????? ??????????? ?????????? ???? ??????? ?????????
[????????? ????????]



[Alloohummaghfir lahu Warhamhu Wa 'Aafihi Wa'fu 'ahu, Wa Akrim
Nuzulahu, Wa Wassi' Madkholahu, Waghsilhu Bil Maa'i WatsTsalji Wal
Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa Naqqaitats Tsaubal Abyadho
Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi, Wa Ahlan Khoiron
Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul Jannata, Wa
A'idhu Min 'Adzaabil Qabri]

Ya Allah, Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai),
maafkanlah dia dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan
kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia
dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih
dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia),
berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada
keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada
istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari
siksa kubur dan Neraka." (HR. Muslim 2/663)



??????????? ??????? ?????????? ???????????? ???????????? ????????????
????????????? ????????????? ??????????? ????????????. ??????????? ????
???????????? ?????? ?????????? ????? ????????????? ??????
????????????? ?????? ??????????? ????? ????????????? ??????????? ???
??????????? ???????? ????? ?????????? ????????.



[Alloohumaghfir Lihayyinaa Wa Mayyitinaa Wa Syaahidinaa Wa Ghoo'ibinaa
Wa Shoghiirinaa Wa Kabiirinaa Wa Dzakarinaa Wa Untsaanaa. Alloohumma
Man Ahyaitahu Minnaa Fa Ahyihi 'Alal Islaam, Wa Man Tawaffaitahu
Minnaa Fatawaffahu 'Alal Iimaan. Alloohumma Laa Tahrimna Ajrahu Wa Laa
Tudhillanaa Ba'dahu]

"Ya Allah! Ampunilah kepada orang yang hidup di antara kami dan yang
mati, orang yang hadir di antara kami dan yang tidak hadir ,laki-laki
maupun perempuan. Ya Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara kami,
hidupkan dengan memegang ajaran Islam, dan orang yang Engkau matikan
di antara kami, maka matikan dengan memegang keimanan. Ya Allah!
Jangan menghalangi kami untuk tidak memper-oleh pahalanya dan jangan
sesatkan kami sepeninggalnya." ( HR. Ibnu Majah 1/480, Ahmad 2/368,
dan lihat Shahih Ibnu Majah 1/251)



??????????? ????? ??????? ???? ??????? ???? ?????????? ????????
?????????? ?????? ???? ???????? ????????? ????????? ????????? ????????
?????? ?????????? ??????????. ????????? ???? ??????????? ???????
?????? ??????????? ???????????.



[Alloohumma Inna Fulaanabna Fulaanin Fii Dzimmatika, Wa Habli
Jiwaarika, Fa Qihi Min Fitnatil Qobri Wa 'Adzaabin Naari, Wa Anta
Ahlal Wafaa'i Wal Haqqi. Faghfirlahu Warhamhu, Innaka Antal Ghofuurur
Rohiim]

"Ya, Allah! Sesungguhnya Fulan bin Fulan dalam tanggunganMu dan tali
perlindunganMu. Peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksa Neraka.
Engkau adalah Maha Setia dan Maha Benar. Ampunilah dan belas
kasihanilah dia. Sesungguhnya Engkau, Tuhan Yang Maha Pengampun lagi
Penyayang." (HR. Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 1/251 dan Abu
Dawud 3/21)



??????????? ???????? ??????? ???????? ???????? ????? ???????????
???????? ??????? ???? ?????????? ???? ????? ????????? ?????? ????
???????????? ?????? ????? ????????? ??????????? ??????.



[Alloohumma 'Abduka Wabnu Amatikahtaaja Ilaa Rohmatika, Wa Anta
Ghoniyyun 'An 'Adzaabihi, In Kaana Muhsinan, Fa Zid Fii Hasanaatihi,
Wa In Kaana Musii'an Fa Tajaawaz 'Anhu]

Ya, Allah, ini hambaMu, anak ham-baMu perempuan (Hawa), membutuh-kan
rahmatMu, sedang Engkau tidak membutuhkan untuk menyiksanya, jika ia
berbuat baik tambahkanlah dalam amalan baiknya, dan jika dia orang
yang salah, lewatkanlah dari kesalahan-nya. (HR. Al-Hakim. Menurut
pendapatnya: Hadits ter-sebut adalah shahih. Adz-Dzahabi menyetujuinya
1/359, dan lihat Ahkamul Jana'iz oleh Al-Albani, halaman 125) .

alsofwah.or.id

DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.

Artikel - Sayembara Jumat

HARI Jumat bagi umat Islam merupakan hari yang istimewa. Pada hari itu umat Islam mengunjungi rumah Allah dengan berbondong-bondong. Jual beli ditinggalkan, jam kerja diistirahatkan, para pelajar dipulangkan lebih awal, bahkan rapat-rapat ditangguhkan sementara.

Namun, sudahkah aktivitas di hari istimewa itu benar-benar telah mengantarkan kita pada keagungan dan keistimewaannya? Atau, apakah pesan agung di balik hari Jumat itu sudah diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh semua umat Islam, atau hanya lewat sesaat saja tanpa bekas?

Meski sudah ada yang mengamalkan, namun tidak sedikit pula yang acuh dan menganggap biasa, mengingat hal ini sudah menjadi agenda mingguan yang diterapkan di tengah-tengah kesibukan kita. Padahal di dalamnya ada sebuah sayembara atau "pengumuman penting" yang akan mengantarkan kita pada pangkuan Ilahi dalam keadaan suci. Yakni mendapat ampunan dari Sang Khaliq.

Bunyi sayembara Jumat itu terekam dalam sabda Nabi,

"Man tawadldla-a fa ahsanal wudluu-a, tsumma atal jumu'ata fastama'a wa anshata, ghufira lahu ma bainahu wa bainal jumu'ati, wa ziyaadatu tsalaatsati ayyaamin."

"Barangsiapa berwudu dengan sebaik-baiknya kemudian ia mendatangi salat Jumat dengan mendengarkan (khotbah) dan diam, maka dia akan mendapat ampunan hingga hari Jumat berikutnya ditambah tiga hari lagi." (HR. Muslim)

Begitu sederhana, mudah, dan ringan bunyi sayembara dari Nabi itu. Tidak perlu modal besar. Tidak perlu mengorbankan jiwa atau harta. Hanya dengan niat ibadah Jumat dengan baik, kita bisa meraih maghfirah-Nya. Dengan ini pula, semestinya umat Islam saling berlomba untuk meraih ampunan itu, sehingga aktivitas "biasa" yang kita amalkan itu akan berbuah makna. Wallahu a'lam.

Doa -- Khutbah 2

Allaahummaghfirlanaa, dunuubanaa, wa lil muslimiina wal muslimaat, wal mu'miniina wal mu'minaat, al-ahyaai min hum wal amwaat. Innaka antat tawwaabur rahiim.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa sdr-sdr kami yang laki dan perempuan. Baik yang masih hidup atau yang sudah mendahului kami. Sungguh, Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Allaahummaj'alnaa min 'ibaadikasy syaakiriin wa laa taj'alnaa min 'ibaadikal kaafiriin. Ya Allah jadikanlah kami sbg hamba-Mu yang pandai bersyukur, dan jangan jadikan kami sbg hamba-Mu yang ingkar.

Ya Allah yang Maha Mengabulkan setiap doa.

Sekiranya rizki kami ada di langit maka turunkanlah! Sekiranya ada di dalam perut bumi maka keluarkanlah! Sekiranya rizki itu jauh, dekatkanlah! Dan sekiranya rizki itu tdk halal maka sucikanlah!

Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah, wa fil aakhirati hasanatan waqinaa 'adzaaban naar. Ya Allah, anugrahi kami kebaikan di dunia, dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka.

Wal hamdu lillaahi rabbil 'aalamiin.

Ibaadallaah ...

DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.

Khutbah -- KOMPONEN-KOMPONEN TASYAKUR

Allahu akbar! Wahai Yang menguasai alam semesta, Yang Menghidupkan dan Mematikan, saksikanlah, hari ini kami bersimpuh lagi di hadapan keagungan-Mu. Allahu akbar. Tiada Tuhan kecuali engkau. Dengarlah puja dan sanjungan kami! Terimalah sembah dan pengabdian kami!

Hadirin dan hadirat
Dalam rangkaian ayat-ayat puasa, pada salah satu ayatnya Allah mengakhiri dengan perintah:

"Hendaklah kalian sempurnakan bilangan (puasamu), dan besarkanlah Allah atas petunjuk-Nya kepadamu, agar kalian bersyukur" (Q 2:185)

Dengan ayat ini Allah mengajarkan kepada kita bahwa setelah selesai menjalankan ibadah puasa, kita harus membesarkan Allah dan bersyukur kepada-Nya. Ayat ini juga menegaskan bahwa dalam kehidupan Muslim kita berjalan dari takbir ke tasyakur.

Takbir artinya membesarkan Allah, dan mengecilkan apa-apa selain Allah. Dalam ibadah shaum, takbir kita cerminkan dengan mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan menghidupakn kebesaran Allah dalam hati kita. Ketika kita membaca al-Quran, kita mengecilkan seluruh pembicaraan manusia, dan hanya membesarkan Kalamullah. Ketika kita berdiri shalat malam di bulan Ramadhan, kita kecilkan seluruh urusan dunia ini, dan hanya membesarkan perintah Allah. Seluruh ibadah kita adalah takbir. Seluruh ibadah kita dimaksudkan untuk mengecilkan apa pun selain Allah yang Mahatinggi.

Setelah menyelesaikan seluruh ibadah ini, Allah masih juga memerintahkan kita untuk bertakbir. Bukankah dalam puasa kita sudah membesarkan Allah? Bukankah dalam tarawih dan tadarus kita sudah membesarkan Allah? Bukankah pada malam dan hari Idul Fitri kita sudah bertakbir? Mengapa kita masih harus bertakbir lagi, mengapa kita masih harus membesarkan Allah lagi?

Allah tahu, kita sering bertakbir dalam ibadah-ibadah kita, tetapi melupakan takbir di luar itu. Kita besarkan Allah di masjid, tetapi di luar masjid kita agungkan kekayaan, kekuasaan, kedudukan; kita besarkan hawa nafsu, kepentingan, dan pikiran kita. Di atas tikar sembahyang, di masjid, di mushala, di tempat-tempat ibadah, kita gemakan takbir. Di kantor, di pasar, di ladang, di tengah-tengah masyarakat, kita lupakan Allah -kita gantikan takbir dengan takabur.

Ketika kita duduk di kantor, kita campakkan perintah-perintah Allah. Jabatan yang seharusnya kita gunakan untuk memakmurkan negara, melayani rakyat, membela yang lemah, menyantuni yang memerlukan pertolongan, kita manfaatkan untuk memperkaya diri. Kita bangga kalau kita mampu menyalahgunakan fasilitas kantor. Kita bangga kalau kita melihat rakyat yang harus kita layani merengek-rengek bersimpuh memohon belas kasihan kita. Kita bangga kalau -dengan sedikit kecerdikan- kita menumpuk keuntungan walaupun mengorbankan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air. Di kantor, kita singkirkan takbir, dan kita suburkan takabur.

Ketika kita bersaing merebut pasar dan konsumen, ketika kita menjalankan bisnis, seakan-akan Allah tidak pernah hadir dalam hati kita. Kita lakukan cara apa pun, tanpa peduli halal dan haram, tanpa memperhatikan apakah tindakan kita menghancurkan hidup orang lain atau menyengsarakan banyak orang. Kita lupakan firman Allah yang datang setelah perintah puasa:

"Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, dan janganlah kamu membawa urusan kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahuinya." (Q 2:188)

Kita lupakan firman Allah itu. Kita bahkan merasa hebat bila kita mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya walaupun mencampakkan firman Allah. Kita sudah menggantikan takbir dengan takabur.

Di tengah-tengah masyarakat, kita tidak lagi mendengar firman Allah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, dan amal saleh. Sebaliknya, dengan setia kita mengikuti petunjuk iblis untuk melakukan penipuan, kemunafikan, kekerasan hati, dan penindasan. Allah yang kita besarkan dalam shalat dan doa kita, kita lupakan dalam kehidupan kita. Dalam puasa kita menahan diri untuk tidak memakan makanan dan minuman yang halal, tetapi kita berbuka dengan makanan dan minuman yang haram. Bibir kita kering karena kehausan, perut kita kempis karena kelaparan, tetapi tangan-tangan kita kotor karena kemaksiatan.

Karena di masjid kita bertakbir, tetapi di tengah-tengah masyarakat kita bertakabur. Kita sering melihat inkonsistensi (pertentangan) dalam perbuatan kita. Banyak orang yang khusyu shalatnya, khusyu pula dalam merampas hak orang lain. banyak orang yang fasih dalam melafalkan al-Quran, dan fasih pula dalam memperdayakan orang lain. Banyak orang yang tidak putus puasanya, dan tidak putus pula kezalimannya.

Allahu akbar! Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Ampuni kealpaan dan kekhilafan kami wahai yang Pengasih dan Penyayang. Beri kami kemampuan untuk menggemakan takbir dalam seluruh kehidupan kami. Allahu akbar walillahilham.

Para aidin dan aidat
Setelah perintah takbir, kita disuruh bertasyakur. Takbir harus disusul dengan tasyakur. Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa tasyakur terdiri atas tiga komponen: ilmu, hal, dan amal.

Komponene tasyakur pertama, yaitu ilmu, menunjukkan kesadaran kita akan nikmat-nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Kita tahu bahwa rahman Allah jualah yang menyebabkan kita masih hidup sampai hari ini, masih sanggup berlebaran tahun ini, masih sanggup berkumpul beserta keluarga atau sahabat-sahabat kita. Kita tahu bahwa rahim Allah jualah yang menyebabkan kita masih sanggup berpuasa, beribadah, bertakbir, dan menyampaikan syukur kita kepada-Nya hari ini.

Komponen tasyakur kedua, yaitu hal, menggambarkan sikap kita akan nikmat Allah. Kita senang karena Allah senantiasa menolong kita pada saat-saat yang diperlukan. Hati kita penuh dengan rasa terima kasih kepada-Nya karena dia telah membawa kita kepada keadaan seperti sekarang ini.

Rasulullah saw bersabda:

áöíóÊøóÎöÐó ÇÍÏõßõã ÞáÈÇ ÔÇßÑðÇ æáÓÇäÇ ÐÇßÑðÇ æ ÒæÌÉð ãÄãäÉð Úáì ÇãÑ ÇáÇÎÑÉ.

"hendaklah kamu (berbahagia) bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang berzikir, dan istri (suami) mukmin yang membantumu dalam urusan akhirat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Komponen tasyakur yang ketiga adalah amal. Amal diwujudkan dalam seluruh anggota badan kita. Bersyukur kata al-Ghazali, adalah:

"Menggunakan nikmat-nikmat Allah taala untuk menaati-Nya serta menjaga agar tidak menggunakan nikmat-nikmat-Nya itu untuk maksiat kepada-Nya." (al-Ihya, 4:72)

Dengan demikian, tasyakur yang benar ialah menyebarkan nikmat yang kita peroleh kepada orang lain. kita bagikan kebahagiaan kita kepada orang lain. makin banyak orang ikut merasakan nikmat yang kita peroleh, makin bersyukurlah kita. Anda menjadi orang kaya yang paling bersyukur bila kekayaan anda dapat dinikmati oleh orang banyak. Kelebihan rezeki yang anda peroleh tidak anda gunakan untuk barang-barang konsumtif yang hanya berfungsi untuk meningkatkan harga diri. Anda tidak menikmatinya sendiri. Anda serahkan sebagian rizki anda untuk menolong pasien yang tidak sanggup membayar biaya rumah sakit, memberikan beasiswa kepada anak cerdas yang tidak mampu, atau meringankan penderitaan orang miskin. Anda telah menyebarkan nikmat kepada orang lain. inilah tasyakur dalam amal.

Jika anda orang yang berilmu, anda bertasyakur jika nada telah sebarkan ilmu anda sehingga orang memperoleh manfaat dari pengetahuna yang anda miliki. Anda gunakan ilmu anda untuk memberi petunjuk kepada orang yang bingung, hiburan kepada orang yang menderita, pengetahuna kepada orang yang bodoh. Anda telah menyebarkan nikmat. Anda telah melakukan tasyakur.

Jika anda orang yang berkuasa, anda bertasyakur bila anda menggunakan kekuasaan untuk melindungi yang lemah, menolak yang zalim, membasmi yang batil, menegakkan keadilan dan kebenaran, sehingga ketika anda meninggal, semua orang menangis karena kehilangan pemimpin yang kekuasaannya mendatangkan nikmat kepada mereka.

Jika anda orang yang mempunyai kelebihan tenaga, anda bertasakur bila anda gunakan tenaga anda untuk mendatangkan manfaat bagi orang lain. yang takabur ialah orang yang selalu memanfaatkan orang lain buat dirinya. Yang tasayakur ialah orang yang berusaha bermanfaat bagi diri orang lain.

Rasulullah saw bersabda:

ÇóÍóÈøõ ÇáÚÈÇÏö Çáì Çááå ÊÚÇáì ÇóäÝÚõ ÇáäøÇÓö ááäøÇÓ æ ÇÝÖá ÇáÇÚãÇáö ÇÏÎÇá ÇáÓøÑæÑ Úáì ÞáÈ ÇáãÄãä íóØÑÏõ Úäå ÌæÚðÇ Çæ íßÔÝ Úäå ßõÑúÈðÇ Çæ íÞÖì áå ÏóíúäðÇ.

"Manusia yang paling dicintai Allah ialah manusia yang palig bermanfaat bagi manusia yang lain. amal yang paling utama ialah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang yang beriman, mengenyangkan yang lapar, melepaskan kesulitan, atau membayarkan hutang." (HR. Ibnu hajar al-Asqalani dalam nashaiul ibad: 4)

Al-Quran dimulai dengan nama Allah -bismillah- dan diakhiri dengan nama manusia -annas. Shalat dimulai dengan takbiratul ihram -penghormatan kepada Allah- dan diakhiri dengan assalaamualaikum -penghormatan kepada manusia. puasa dimulai dengan menahan makan, dan diakhiri dengan memberikan makanan kepada orang lain. bukankah itu semua menunjukkan bahwa amal seorang Muslim selalu dimulai dengan takbir, dan diakhiri dengan tasaykur -dimulai dengan membesarkan Allah, dan diakhiri dengan mendatangkan manfaat kepada sesama manusia?

Marilah kita akhiri shalat dan khutbah ini dengan bersama-sama menyampaikan doa kepada Allah Swt.

DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.

Khotbah Ied Fitri -- KUBURKAN TAKABUR, SUBURKAN TASYAKUR

Setiap perpidahan gerak dalam shalat kita tandai dengan takbir, tonggak sejarah yang kita pancangkan hari ini pun kita tandai dengan takbir. Takbir artinya mengakui bahwa hanya Allah saja yang besar, hanya Allah saja yang Mahatinggi, yang harus kita agungkan dan kita tinggikan di atas apa pun dan siapa pun. Merintis jalan kesucian hanya dapat kita lakukan dengan takbir. Setan mulai menyesatkan kita dengan menawarkan ilah lain untuk kita besarkan. Secara halus dan perlahan-lahan, setan menampilkan berbagai ilah, dan membesarkannya dalam pandangan kita.

Sebagai pengganti Allah, ada di antara manusia, diantara kita, yang membesarkan kekayaan, kekuasaan, atau diri sendiri. Anda mulai membesarkan kekayaan ketika anda bersedia melakukan apa saja untuk memperolehnya, tanpa memperdulikan halal dan haram, tanpa memperhatikan ancaman Allah, bahkan tanpa mendegarkan hati nurani anda sendiri. Ketika petunjuk Allah berbicara lewat hati nurani anda, "jangan ambil kekayaan itu karena anda akan menyengsarakan orang lain, anda memeras orang-orang yang lemah, anda mengambil hak mereka yang seharusnya anda kasihani." Anda persetankan semuanya karena di depan anda sekarang berdiri dengan megah kekayaan dengan segala kebesaran dan keagungannya. Anda terpukau karena pesona gemerlapnya dunia, sehingga untuk mengejar beberapa ratus ribu rupiah, anda tidak sempat lagi shalat dan mengangkat tangan mengucapkan Allahu akbar, anda tidak punya waktu lagi untuk menjenguk dan brbuat baik kepada kedua orang tua anda, anda tidak mempunyai peluang untuk meningkatkan iman dengan mengunjungi masjid di samping rumah anda.

Rasulullah memperingatkan kita semua:

"akan datang sesudahmu kaum yang memakan kemewahan dunia dengan segala ragamnya, yang mengendarai kendaraan yang bagus dengan segala ragamnya dan menikahi wanita-wanita cantik dengan segala ragamnya, memakai pakaian yang seindah-indahnya dengan segala ragamnya. Mereka mempuyai perut yang tidak kenyang dengan yang sedikit, dan nafsu yang tidak puas dengan yang banyak. Mereka menundukkan diri kepada dunia, pagi dan sore harinya mengejar dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai tuhan dan pengatur mereka. Mereka mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya. Mereka adalah sejelek-jeleknya umatku." (HR. Thabrani dalam alkabir)

Bila dunia sudah dibesarkan, maka bukan saja Allah -yang tak tampak- menjadi kecil, melainkan yang tampak jelas pun menjadi tidak kelihatan. Kita menjadi acuh tak acuh kepada penderitaan orang lain, kita mampu berfoya-foya dikala saudara-saudara kita masih bergelimang kemiskinan dan kesengsaraan. Tidak pernah terlintas dalam pikiran kita bahwa pada saat kita menikmati makanan yang enak, di tempat lain ada tubuh kurus yang direnggut nyawa perlahan-lahan karena tidak sanggup membayar hutang biaya rumah sakit, ada anak-anak cerdas yang memandang kawan-kawannya dari luar pagar sekolah karena tidak dapat membayar iuran sekolah, ada bayi-bayi merah yang kehilangan dekapan dan air susu karena ibunya tidak bisa meninggalkan rumah majikannya.

Hadirin dan hadirat, aidin dan aidat

Ilah lain yang sering dibesarkan manusia ialah kekuasaan.
Allah berfirman:

"tetapi, jika kamu berkuasa, kamu pasti menimbulkan kerusakan di bumi, dan kamu putuskan persaudaraan." (Q 47:22)

Bila orang sudah mengagungkan kekuasaan, Allah pun menjadi kecil. Kedudukan tidak lagi dipandang sebagai amanat Allah yang akan diminta pertanggungjawabannya di hari kiamat, tetapi diterima sebagai alat untuk berbuat sewenang-wenang. Kekuasaan yang seharusnya dipergunakan untuk melindungi yang lemah, mengayomi yang tidak berdaya, dan membela yang teraniaya, malah dipergunakan untuk melindungi yang kuat, mengayomi yang zalim, dan membela yang menganiaya. Bila kita membesarkan kekuasaan yang kita miliki, bukan saja ancaman Allah menjadi kecil, kita juga menganggap kita besar. Kita menjadi orang yang tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan; kita tidak lagi mampu melihat bahwa diri kita adalah makhluk yang dlaif (lemah) dan mudah berbuat alpa; kita meremehkan saran dan nasihat yang tulus; dan pada saat yang sama, kita senang mendengarkan orang-orang yang memuja dan membesarkan kita. Seperti Firaun, kita berkata:

"akulah tuhanmu yang mahatinggi" (Q 79:24)
Ilah yang paling banyak dibesarkan orang adalah justru dirinya sendiri. Kita membesarkan kekayaan, tetapi ketika kekayaan telah kita milii, kita memesarkan diri kita sendiri. Mula-mula kita mengagungkan kekuasaan, tetapi ketika kita berkuasa, kita merasa bahwa kita adalah diri yang paling besar. Merasa diri besar, padahal diri kita kecil dalam istilah Islam disebut takabur. Menurut al-Ghazali, takabur yang paling buruk ialah takabur ilallah, takabur terhadap Allah Swt.

Kita takabur kepada Allah bila -demi kekayaan dan kekuasaan- kita bersedia melanggar segala hukum dan peraturan yang dibuat-Nya. kita takabur kepada Allah bila kita menganggap paham dan peraturan yang kita buat lebih baik dan lebihlayak diamalkan daripada firman dan syariat Allah. Kita takabur kepada Allah bila kita bersedia tunduk kepada yang kaya dan berkuasa, tetapi tidak bersedia ruku dan sujud kepada Allah rabbul alamin. Kita juga takabur kepada Allah bla kita merendahkan makhluk-Nya, padahal Allah telah mengankatnya menjadi khalifah di bumi.

Takabur hanya dapat disembuhkan dengan menggemakan kembali takbir di lapangan, di rumah, di kantor, di tempat kita bekerja, dan terutama sekali di dalamhati kita sendiri. Pada bulan Ramadhan, selama sebulan penuh kita tundukkan hawa nafsu karena tunduk kepada kebesaran Allah. Kita tahan lapar dan dahaga walaupun makanan tersedia di hadapan kita. Kita isi setiap malam dengan kiamul lail, rukuk dan sujud di hadapan Allah Swt. kita hadirkan al-Quran setiap hari supaya hati kita disentuh kesucian wahyu. Kita bersihkan kekayaan kita dengan mengeluarkan zakat mal dan zakat fitrah. Kita perhatikanpenderitaan saudara-saudara kita yang bernasib lebihmalang daripada kita.

Puasa adalah latihan membesarkan Allah.
Hadirin dan hadirat, aidin dan aidat.
Bila hanya Allah saja yang besar, bila takbir sudah menghunjam di dalam sanubari kita, maka kekayaan yang kita miliki, kekuasaan yang kita punyai, dan keistimewaan yang ada pada kita, berubah dari ilah yang kita puja menjadi nikmat yang kita syukuri. Dengan takbir, takabur berubah menjadi tasayakur. Dengan takbir, perasaan tinggi diri berubahmenjadi rendah hati.

Allah swt telah mengaruniai rasulullah dengan berbagai kemenangan, dengan kecintaan umatnya, dan denganketinggian namanya. Segala keistimewaan itu digunakannya untuk membesarkan Allah yang Mahakuasa. Sampai suatu saat, istrinya melihat dia bangun tengah malam, berdiri di depan Allah, sehingga pecah dan bengkak-bengkak kedua telapak kakinya. Ketika aisyah bertanya, "Mengapa engkau lakukan ini padahal telah diampuni Allah dosamu yang lalu dan yang kemudian?" rasul yang mulia menjawab, "Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur?" (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada rasulullah saw, kelebihan pribadi tidak menyebabkan takabur, tetapi malah menyuburkan tasayakur.
Daud berhasil mengalahkan raja jalut yang perkasa. Ia diangkat menjadi penguasa. Tetapi sebagaimana dilukiskan oleh Imam hasan al-bashri:
Nabi daud (yang hebat ini) makan roti jelai di biliknya, dan memberi makan keluarganya dengan santapan kasar, sedangkan kepada rakyatnya jagung pilihan. Dan bila malam, dikenakannya kain kesat, diikatkannya sebuah tangannya pada lehernya, dan ia menangis sampai fajar." (A.J. Arberri, Pasang Surut aliran tasawuf, 39).

Suatu malamia merintih di hadapan Tuhannya:

"Ya Rabbi, bagaimana mungkin saya dapat bersyukur kepada-Mu. Padahal mensyukuri-Mu saja sudah merupakan kenikmatan yang patut saya syukuri." Allah menjawab: "sekarang engkau sudah bersyukur kepada-Ku, hai Daud." (Madarijus salikin, 2:245).

Yusuf as diberi kepercayaan untuk mengatur seluruh kekayaan negara. Kepadanya diamanatkan seluruh logistik Mesir. Ketika ia menjadi menteri logistik, hampir setiap hari ia melakukan puasa. Ketika orang bertanya mengapa, Nabi Yusuf menjawab:

"Aku takut kenyang dan melupakan orang yang lapar."

Ali bin Abi Thalib kw adalah sahabat pilihan Nabi. Hampir pada setiap pertempuran Rasulullah mempercayakan bendera islam di tangannya dan hampir pada setiap pertempuran pula Ali memberikan kemenangan kepada kaum muslimin. Ketika ia menjadi khalifah, ia hidup sangat sederhana, padahal kekuasaan Islam sudah menjangkau tiga benua. Ibnu Rafi bercerita:

"Suatu hari, pada hari Id, aku menemui Ali bin Abi Thalib duduk di dekat kantung yang diikat erat. Aku mengira isinya pasti mutiara. Ali membukanya, dan aku lihat beerapa potong roti kering yang pencuri pun tidak mungkin berpikir untuk mencurinya. Dilembutkannya roti itu dengan air. Aku bertanya, mengapa ia mengikat kantungnya seperti itu. Ali tersenyum, 'aku ikat erat-erat supaya anak-anakku tidak menggantinya dengan roti yang lebih lunak, yang mengandung minyak dan mentega.' Aku bertanya, 'apakah Allah melarang engkau memeakan makanan yag lebih baik?' Ali menjawab, 'tidak, tetapi aku ingin makan makanan orang yang paling miskin. Aku baru memperbaiki makananku setelah memperbaiki taraf hidup mereka. Aku ingin hidup, merasa, dan menderita seperti mereka." (musnad imam Ahmad).

Itulah orang-orang yang telah menguburkan takabur dan menyuburkan tasyakur.

Marilah kita jadikan idul fitri tahun ini sebagai tonggak sejarah yang menandai perubahan kita dari takabur kepada tasyakur. Marilah kita akhiri dengan menghamparkan kehinaan di hadapan Allah yang Mahabesar dan memohonkan karunia-Nya.


DyStar Confidentiality Notice:
This message and any attachments are confidential and intended only for use
by the recipient named above. Unauthorized disclosure, distribution or copying
of this communication and the information contained in it is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient, please notify us immediately and delete the
message and any attachments. Thank you.